Chereads / SAHABAT SAMPAI MATI / Chapter 16 - Perubahan Badan Dani

Chapter 16 - Perubahan Badan Dani

Di dalam kelas, Rizal menceritakan kejadian kemarin saat dia mendatangi dukun, dan saat arwah Yoga datang ke rumah dukun itu serta kalung yang diberikan oleh dukun itu.

Suasana kelas mendadak mencekam. Semua mata mendengarkan ketika pria berparas tampan itu sedang bercerita. Kecuali Dani. Dani selalu enggan mendengarkan cerita Rizal. Menurut Dani, semua cerita itu tidaklah penting.

Baginya, semua orang tidak perlu terus-terusan mencari penyebab kematian Yoga. Karena penyebab kematian Yoga ada di depan mata mereka, yaitu Dani.

"Sampai kapan kalian mau bahas soal kematian Yoga ini?" gumam Dani kesal sambil menghela nafas panjang.

Dani menerawang jauh saat kecelakaan itu terjadi. Seolah kejadian itu selalu membayangi nya. Jujur, hingga detik ini Dani masih merasa bersalah.

Gara-gara dia, semua temannya jadi dihantui okeh arwah Yoga.

Dani menggelengkan kepala, dan entah kenapa badan Dami jadi terasa lebih berat.

Dani mencoba menegakkan badannya, tapi tetap terasa berat. Sehingga membuat punggung Dani jadi membungkuk ke depan.

"Lo nggak ikut gabung sama mereka Dan?" tanya Dimas, yang baru datang ke kelas.

"Nggak!" bentak Dani keras.

"Kok lo ngomongnya ketus gitu? Kenapa? Cerita sama gue lah," kata Dimas menepuk bahu Dani.

"Gue nggak kenapa-kenapa."

"Gue tahu, lo pasti nggak suka karena semua orang pada bahas Yoga kan?" tanya Dimas menaikkan sebelah alisnya.

"Iya. Nggak baik tahu ngomongin orang yang sudah meninggal," kata Dani.

Dimas mengangguk dan menarik tangan Dani untuk keluar dari kelas agar bisa menenangkan pikirannya.

"Kita ke kantin aja," kata Dimas melangkah menuju ke kantin kampus.

Dani terlihat seperti bebek, yang mengikuti langkah majikannya dan menuruti apa kata majikan.

Sesampainya di kantin, Dani langsung duduk dan Dimas memesankan minuman untuk Dani yang masih diam terpaku.

"Nih, minum dulu. Biar lo sedikit rileks!" kata Dimas sambil menyerahkan sebotol minuman dingin untuk Dani.

"Makasih ya."

"Sama-sama bro," sahut Dimas menepuk bahu Dani.

Dani langsung meneguk minuman itu sampai habis tak tersisa.

Membuat Dimas jadi tercengang karena tatapan Dani seolah kosong dan selalu menatap ke arah depan.

Setelah minuman mereka habis, mereka kembali ke kelas.

Setibanya di kelas, suasana yang tadinya hening kini berubah menjadi ramai.

Dimas dan Dani bingung dengan apa yang terjadi. Ditambah dengan Bimo yang terlihat berlarian ke sana kemari.

Dimas segera menghadang salah satu dari teman kelasnya.

"Ada apa?"

"Bimo kesurupan," pekiknya sambil berlari keluar kelas.

Dani dan Dimas saling beradu pandang, lalu Danu nekat masuk ke kelas meskipun Dimas sudah mencoba untuk mencegahnya.

Benar saja, Bimo kesurupan. Terlihat dari matanya yang terlihat putih semua. Tingkah nya juga tidak seperti biasnya.

"Bim, sadar Bim!" kata Dani menepuk bahu Bimo dengan keras.

Bimo semakin histeris menjerit-jerit dan mengeluarkan suara cekikikan yang sangat menyeramkan.

Bimo menoleh ke arah Dani dan langsung mencekik leher Dani.

Matanya melotot sangat menakutkan.

"Lo harus mati bareng gue!" katanya.

"Gue tahu lo bukan Bimo. Lo Yoga kan?" tanya Dani menatap mata Bimo yang masih terlihat putih itu.

"Hmm," sahutnya sambil mempererat cekikan nya.

Arwah Yoga masuk ke dalam tubuh Bimo untuk membalaskan dendamnya.

"Lepasin gue Ga!" teriak Dani sambil berusaha melepaskan tangan Bimo dari lehernya itu.

Namun tangan Bimo justru semakin erat mencekik leher Dani.

"Katanya kita sahabat sampai mati? Mana buktinya?" tanya Bimo terus mencekik leher Dani.

"Gue belum siap mati Ga. Please, lepasin gue!" kata Dani sudah hampir kehabisan nafasnya.

"Janji tetaplah janji, Dani. Harus lo tepati!" kata Yoga yang masih masuk di tubuh Bimo.

Dani terus berusaha keras untuk melepaskan tangan Bimo. Sampai akhirnya Bimo lemas dan dia terjatuh pingsan ke lantai.

Dani mencoba memanggil semua temannya yang menunggu di depan kelas karena tidak ada yang berani masuk.

Bimo pun segera dibawa ke ruang medis untuk bisa disadarkan kembali.

Dani masih terduduk lemas sambil mengelus lehernya yang sakit.

Nafasnya sudah terputus-putus akibat dicekik Bimo dengan sangat kuat tadi.

Dani masih sangat ketakutan, ternyata arwah Yoga masih menginginkan kematian Dani.

"Maafin gue Ga," kata Dani lirih.

"Lo nggak apa-apa Dan?" tanya Dimas segera masuk ke kelas dan memastikan kondisi Dani.

Dani menggelengkan kepalanya.

"Gue nggak apa-apa kok. Tenang aja," sahut Dani pelan.

***

Hari ini orang tua Dani datang ke rumah kost milik Dani. Mereka merasa khawatir dengan kondisi Dani pasca kecelakaan kemarin.

Wati, Ibu Dani yang baru datang dari Jawa sudah menyiapkan makan malam untuk putranya.

Dia memasak makanan kesukaan Dani.

"Gimana? Kamu suka kan masakan ibu?" tanya Wati sambil memperhatikan putranya yang masih mengunyah makanan dengan sangat lahap.

Dani hanya mengangguk tanpa menjawab pertanyaan ibunya.

Pandangan Wati jadi buyar ketika ia melihat ada yang aneh pada tubuh Dani.

Setelah diperhatikan lebih seksama lagi, ternyata Wati melihat punggung putranya yang membungkuk.

"Dan, kamu nggak apa-apa kan?" tanya Wati menyelidik sambil terus memandangi bentuk punggung anaknya itu.

"Ada apa Bu?" Dani menghentikan makannya dan menaikkan sebelah alisnya karena merasa bingung dengan pertanyaan ibunya tadi.

"Kok badan kamu jadi membungkuk begini Dan?" tanya Wati setelah melihat dari dekat.

Dani segera meraba ke bagian belakang tubuhnya. Dan benar saja, punggung Dani memang membungkuk tidak seperti biasnya.

Tak mau membuat ibunya cemas, Dani mengelak sambil tersenyum.

"Itu perasaan ibu aja, aku nggak apa-apa kok," kata Dani melanjutkan kembali makannya.

Untuk menghindari pertanyaan ibunya lagi, Dani memutuskan untuk segera masuk ke kamarnya.

Dia berjalan menuju ke kamarnya. Namun entah kenapa badan Dani semakin lama semakin berat.

Dani merebahkan badannya ke atas kasur. Namun rasa berat itu masih saja terasa.

"Kenapa badan gue semakin berat ya?" tanya Dani sambil mengangkat kedua bahunya.

Merasa tidak ada perubahan, Dani memilih untuk tidur dan merilekskan badannya hingga ia terlelap.

Keesokan harinya, Dani bersiap untuk pergi ke kampus.

Dani merasa badannya kini semakin berat, tapi masih berusaha untuk dia tahan. Dani melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.

Sesampainya di kampus, Dani memarkirkan motornya dan berjalan menuju ke kelasnya yang tidak terlalu jauh dari tempat parkir tadi.

Di depan kelas, Rizal sudah menghadangnya.

"Badan lo kenapa? Kok bungkuk gitu?" tanya Rizal menyelidik sambil mengerutkan keningnya melihat punggung Dani yang semakin membungkuk.

Dani hanya mengangkat kedua bahunya mencoba acuh dan tidak menghiraukan pertanyaan Rizal tadi.

Rizal membuntuti Dani hingga ke tempat duduknya.

Dani menghela nafas panjang karena merasa kesal.

"Lo mau ngapain sih?" tanya Dani yang kesal.

"Nggak Dan. Gue serius, itu badan lo membungkuk. Lo kenapa sih?" tanya Rizal yang merasa cemas melihat kondisi Dani hari ini.