Jam istirahat berbunyi, Deon menatap arloji tangannya yang menunjukkan pukul 09.30. Harusnya, jam segini adiknya pulang. Tapi, sedari tadi belum ada panggilan sama sekali dari Lia. Bahkan sekedar pesan singkat pun tak ada.
"Lia, kau kemana sih?" tanya Deon cemas dengan sesekali menelpon Lia berulang-ulang yang tak kunjung ada jawaban.
"Ck! Sial, kau buat aku khawatir!" kesal Deon.
Ia pun memutuskan untuk pergi mencari adiknya. Masa bodoh dengan sekolahnya, ia lebih mementingkan adiknya. Kondisi rumahnya tidak stabil dan baik. Deon mencemaskan Lia soal masalah itu.
"Deon, kau mau kemana?" tanya Aldi yang mendapati wajah Deon sangat cemas sekali.
"Aku akan menjemput adikku. Bilang saja aku izin sakit," pinta Deon pada Aldi.
"Tapi—" baru saja Aldi hendak mengelak, Deon sudah pergi keluar membawa tas ranselnya.
Masa bodoh dengan ketinggalan pelajaran. Ia tak mau adiknya terjadi hal yang tak diduga. Saat tengah terburu-buru, tanpa sengaja Deon menabrak Aisha yang baru saja selesai dari kantin.
BRUK!!
"Aw, bisakah kau berjalan dengan menggunakan matamu?!" tanya Aisha kesal karena terjatuh saking kerasnya tabrakan bahu antara Deon dengan Aisha.
"Maaf," jawab Deon yang tak lama kemudian berlari meninggalkan Aisha yang kesal dan dibantu oleh teman-temannya.
"Dasar manusia tak punya attitude!" seru Aisha kesal.
-The Silent In Midnight-
Deon berlari menuju parkiran. Ia benar-benar tak bisa berpikir jernih karena adiknya mendadak tak aktif handphonenya. Sepertinya, Deon lupa tak mencharger handphone milik adiknya itu.
Deon pun berusaha keluar mengendap-endap dari sekolah tanpa sepengetahuan satpam setempat. Ia langsung melajukan motornya kala sebuah mobil guru masuk, ia pun dengan gerak gesitnya melewati satpam begitu saja.
Deon benar-benar tak bisa diam saja. Ia cemas dengan keselamatan adiknya. Bagaimanapun, Lia adalah salah satu alasannya untuk hidup. Mungkin, sebagian orang akan membenci adiknya karena keberadaan adiknya membuat dirinya merasa teralihkan kasih sayangnya dari orang tua.
Namun, tidak berlaku bagi Deon. Dia sangat menyayangi adiknya melebihi apapun. Bahkan jika memilih, ia lebih memilih adiknya hidup dibanding orang tuanya.
Dengan melajukan motornya di atas rata-rata, Deon pun sampai di sekolah tempat adiknya belajar. Ia kemudian mencari-cari keberadaan adiknya di sekitar luar sekolah namun tak ada batang hidungnya sama sekali.
Lantas, anak itu pun masuk ke dalam lingkup sekolah dan menanyakannya kepada guru yang menjadi wali kelas Lia. Namanya, Sania.
"Ibu Sania!" panggil Deon kala Ibu Sania hendak masuk ke dalam kantor.
"Eh, bukannya kamu ini kakaknya Lia, ya?" tanya bu Sania mengira-ngira.
"Iya, apakah Lia sudah pulang, bu? Saya telepon dia tak menjawab," jawab Deon.
"Lho? Lia sudah pulang dari tadi, saya kira ibunya menjemputnya. Biasanya jika dia tidak dijemput, Lia suka jalan kaki menuju ke rumah. Apakah ibu dan ayahmu sedang tidak di rumah? Lalu, kamu tidak sekolah?" tanya Bu Sania intens.
"Ayah dan Ibu sedang bekerja di luar kota. Saya terpaksa membolos, terima kasih kabarnya bu! Saya buru-buru pamit, sampai jumpa!" seru Deon kemudian menyalami tangan Bu Sania dan langsung berlari ke tempat dimana motornya di parkirkan.
Bu Sania hanya bisa menatap kepergian Deon dengan tatapan bingung. Padahal, Lia terbiasa pulang sendiri. Namun, entah kenapa kali ini Deon tampak sangat khawatir sekali setelah kejadian mengerikan yang menimpa James dan keluarganya itu.
-The Silent In Midnight-
Sepanjang perjalanan pulang, Deon melirik kesana kemari jalan yang ia lewati. Ia juga tak berhenti bertanya pada orang-orang yang ditemuinya. Ia berharap adiknya benar-benar ditemukan. Jika sudah sampai rumah sekalipun, Lia pasti akan mengabarinya.
"Lia, kau dimana sih?" tanya Deon cemas.
Hatinya berdebar tak karuan karena memikirkan hal yang negatif soal adiknya. Ia hanya bisa berharap pada Tuhan jika adiknya akan baik-baik saja sekarang. Apapun itu, ia akan melindungi adiknya sampai kapan pun.
***
Di samping Deon yang cemas kesana kemari mencari Lia. Gadis itu nyatanya sedang bermain ayunan di taman bermain yang sore itu Deon ajak dirinya kemari. Ia benar-benar ingin bermain kembali di tempat ini dengan teman-teman yang lain dan memuaskan dirinya.
Lia tidak tahu jika kakaknya sedang kelimpungan mencari keberadaannya. Sedangkan dirinya malah asyik bermain dengan anak-anak yang lain.
"Hm, kakak menelponku? Aku tak mendengarnya tadi. Tapi, aku yakin dia pasti ingin menjemputku. Aku tak mau pulang dan diam di rumah. Aku mau bermain disini saja," ucap Lia pada dirinya sendiri.
"Hey, maukah kamu bermain denganku?" tanya anak laki-laki tampan seumuran dengannya menghampiri Lia yang tengah asyik bermain ayunan.
"Siapa namamu?" tanya Lia.
"Namaku Jake. Apakah kau mau bermain denganku?" tanya Jake.
"Mau. Ayo bermain!" seru Lia.
"Ayo naik perosotan! Ini pasti akan seru!" ajak Jake kemudian menggandeng lengan Lia.
Mereka pun bersorak ria kala naik ke atas tempat diri mereka akan meluncurkan diri dari perosotan itu. Dengan sorakan bahagia, mereka meluncur bahagia bersama-sama.
"Jake, berhati-hatilah!" seru Ibu Jake.
Sedangkan Jake, dia hanya mengacungkan jempolnya dan asyik bermain dengan Lia. Mereka sangat bahagia tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya. Mereka menikmati masa kecil mereka dengan bahagia.
Deon yang kebetulan melewat taman bermain itu. Mendengar suara teriakan dan tawa Lia dari arah tempat tersebut. Buru-buru, ia menyimpan motornya di samping pedagang kaki lima. Ia mengunci leher motornya agar tidak mudah dicuri.
Ia pun lantas berjalan bergabung dengan para ibu-ibu yang mengawasi anak-anaknya bermain. Disana, tampak Lia tengah bermain dengan seorang anak laki-laki dengan bahagianya.
Deon menghela napasnya lega. Akhirnya, Lia baik-baik saja sesuai dengan dugaannya. Anak itu memang nakal tidak mau mengabarinya padahal dia hanya ingin bermain di taman ini lagi.
Lia yang sedang asyik bermain, tiba-tiba menangkap wajah kakaknya yang tenang menatapnya dari kejauhan. Ah, sial! Kenapa kakaknya menemukan dirinya disini? Ini tidak benar-benar menyenangkan karena bermainnya harus dibatasi!
"Kakak.." panggil Lia lirih seraya mendekati Deon.
"Bermainlah, kenapa kau tak mengabariku jika kau disini? Mungkin aku akan meminta orang tua temanmu untuk mengawasimu. Kau tau, aku khawatir sejak kau tak mau mengangkat teleponku di jam pulangmu," jelas Deon mengutarakan kekhawatirannya.
"Maafkan aku, kak. Aku tak mau bermain dibatasi olehmu. Aku ingin menunggumu sampai pulang disini, aku ingin sepuasnya disini," sahut Lia polos.
"Aku mengerti. Tapi, sebaiknya kau mengabariku dulu. Aku tak akan membolos jika kau mengatakannya tadi," ucap Deon memberikan nasihat.
Lia pun tertunduk lesu, "maafkan aku," cicitnya.
Deon mengangguk kemudian menyuruh Lia bermain kembali dengan teman-temannya. Ah.. Rasanya dia seperti seorang duda anak satu yang terlalu muda.