Chereads / The Kingdom Of Zen William / Chapter 19 - 19.Puncak Derita Sofia

Chapter 19 - 19.Puncak Derita Sofia

"Buat mentalnya rusak, perlakukan dia seburuk mungkin. Saya ingin dia mati dengan sendirinya, bukan dengan mengotori tangan saya dengan darahnya."

Perintah mutlak sang penguasa ucapkan, beberapa pesuruhnya mengangguk patuh tanpa bantahan.

Merusak mental seorang wanita adalah hal yang sangat mudah untuk mereka semua. Selain bayaran yang tinggi, ini juga tugas yang sangat menggiurkan.

"Saya tidak akan diam saja ketika keturunan saya memiliki hal kotor di luaran sana! Sangat menjijikkan."

***

Sama seperti malam-malam sebelumnya, Sofia selalu duduk berdiam diri di depan rumahnya. Namun kali ini perasaannya sungguh tak seperti hari-hari sebelumnya. Sofia merasa waswas dan selalu waspada menatap sekitar, ia merasa seperti sedang diawasi.

Beberapa kali wanita itu mengusap lengan tangannya karena hawa dingin bercampur gerimis di luar. Sepertinya sebentar lagi akan hujan sangat deras.

Cuaca sedang tidak bersahabat, sangat terlihat gelap dan sepi. Sekilas Sofia melirik, ia merasa ada seseorang yang baru saja berjalan. Karena tidak ingin mengambil risiko, wanita itu memilih untuk masuk ke dalam rumah.

Dengan gerakan tergesa, Sofia ingin segera menutup dan mengunci pintu kediamannya. Namun niatnya tak terwujud ketika dia tangan kekar menahan pintu yang belum tertutup sepenuhnya.

"S-siapa kau! M-minggir!" teriak Sofia saking terkejutnya.

"Buka!" teriak pria dari luar, dapat dipastikan tidak hanya satu orang di sana.

"T-tidak! Saya t-tidak memiliki apa pun! Pergilah saya m-mohon!"

Brak!

Sofia terjatuh saat pria asing dari luar mendobrak pintu dengan kakinya.

Para pria asing itu sedikit terkejut saat melihat keadaan Sofia, ia tidak tahu jika wanita di hadapannya sedang hamil. Mereka mengintai dari kegelapan.

"Dia sedang hamil, kita harus melakukan apa?" tanya salah seorang bertubuh tinggi.

"Tetap pada rencana awal, kita mempunyai anak istri. Jika kita tidak melakukan ini, maka nyawa kita tidak akan selamat!"

Pria dengan tubuh yang lebih tinggi tampak ragu, ia tidak tega. Akankah bisa dia hidup tenang setelah melakukan hal biadab pada wanita yang sedang hamil?

"J-jangan mendekat! Saya tidak memiliki apa pun, pergilah saya takut...."

Sofia menangis ketakutan, ia tidak pernah berada dalam posisi seperti ini. Selama ini sang ayah selalu melindunginya, sekarang ia berada dalam bahaya dan hanya berdua bersama dengan ibunya.

Sofia meringis, memejamkan matanya erat. Perutnya sangat nyeri saat ini, mungkin karena terkejut dan terjatuh membuat perutnya kontraksi.

"Jangan mendekat! S-saya takut!" Sofia berteriak sembari melindungi perutnya, ia takut jika bayinya berada dalam bahaya.

"Maafkan kami, tapi kami harus melakukan ini!"

Sofia menggeleng ribut, ia ingin bangkit tapi kakinya terasa lemas. Belum lagi perutnya juga terasa begitu sakit.

"Saya mohon, saya akan melakukan apa pun. Tapi tolong, jangan sakiti saya dan ibu saya."

Tangis Sofia semakin menjadi, ia tidak mengerti kenapa dirinya dilanda petaka sekejam ini secara terus-menerus.

Tiga pria itu menghampiri Sofia, mengangkat wanita itu dan membawanya ke dalam kamar yang ibunya tempati. Pikiran Sofia sudah tidak karuan rasanya, semoga apa yang ia duga tidak sesuai dengan kenyataannya.

"Lepaskan saya!" teriak Sofia sembari menggigit pundak pria yang membopongnya. "Argggh!" teriaknya kesakitan.

Plak!

Sudut bibir Sofia berdarah akibat tamparan keras yang ia terima. "Sialan! Berani sekali menggigitku!"

Tangan Sofia digenggam kuat hingga wanita itu tidak bisa bergerak, pun mulutnya dibekap oleh yang lainnya hingga tak sanggup mengeluarkan suara.

Sofia dapat melihat sang ibu berteriak ketakutan, namun salah satu pria yang masih tersisa memilih untuk menyumpal mulut ibu Sofia dengan kain juga mengikat tangan dan kakinya.

Air mata Sofia terus mengalir deras hingga netranya terasa perih saat berkedip, ia tidak mengerti mengapa mereka semua memperlakukannya sebegitu keji.

"Saya lepas tangan saya, berteriaklah sekeras mungkin!" Mereka mulai merobek pakaian Sofia, wanita itu sama sekali tidak berdaya.

Dilihatnya sang ibu yang tak bisa berbuat apa pun untuk menolongnya. Wanita tua itu hanya bisa menangis dalam diam, hatinya sakit, bahkan lebih sakit daripada saat Sofia ditinggalkan begitu saja oleh suaminya.

Mental Sofia dirusak, ia menderita lahir dan batin. Fisiknya terluka begitu pula hatinya, bahkan lebih parah.

Dalam hatinya ia terus memohon maaf kepada sang bayi karena harus mengalami nasib buruk bersama dengan dirinya. Bisakah ia memutar waktu, kembali ke masa kecilnya yang menyenangkan dan penuh canda tawa?

Ia menyesal menjadi dewasa, ia ingin menyusul ayahnya saja. Sofia lelah, Sofia ingin pulang. Dalam hatinya terus memohon agar sang ayah mengasihaninya dan menjemputnya pulang. Sofia ingin pelukan hangatnya, Sofia rindu.

"Akan saya pastikan, anak atau istri kalian akan mengalami hal yang lebih buruk dari ini ...." lirih Sofia sebelum hilang kesadarannya.

Wanita itu masih sempat mendengar sayup-sayup ucapan ketiga lelaki itu berkata, "Katakan pada Pangeran Zen William, bahwa kita berhasil melakukan tugas darinya."

Mata Sofia terpejam bersamaan dengan kesadarannya yang hilang. Ternyata lebih sakit lagi saat mengetahui siapa dalang dari kejadian mengerikan yang ia alami.

Dalam alam bawah sadarnya ia terus mengutuk nama yang dulunya sangat ia puja dan nantikan kehadirannya. Ia menginginkan sebuah tempat di neraka untuk nama Zen William.

***

Sofia membuka mata perlahan, netranya terasa sangat perih saat terkena cahaya. Sudah berapa lama ia tertidur, apakah kejadian tadi malam hanya sebuah mimpi?

Wanita itu ingin bangkit, namun ia merasakan bagian bawahnya terasa nyeri dan sakit. Sofia menatap tubuhnya yang hanya  berselimut pakaian yang ia gunakan semalam. Rupanya dia tidak bermimpi.

"Ibu!" seru Sofia, wanita itu segera mengenakan pakaiannya asal, ia hampir saja melupakan keadaan sang ibu.

Dengan susah payah Sofia berdiri menghampiri ibunya, wajahnya pucat saat melihat keadaan sang ibu dengan mulut masih tersumpal kain juga kaki dan tangannya yang terikat.

"Ibu!" teriaknya lagi, wanita itu mengguncang pelan tubuh ibunya namun tak mendapatkan respons apa pun.

"Tidak Ibu! Jang seperti ini! Bangun ibu." Tangis Sofia semakin menjadi, ia tidak tahu lagi harus berlari ke mana. Kedua tumpuan hidupnya kini telah tiada.

"Jangan tinggalkan Sofia, kasihani anakmu ini sedikit saja!" Sofia terus berteriak hingga para tetangganya datang. Ia sudah tidak peduli lagi dengan keadaannya saat ini, bahkan ia lupa jika ada nyawa di dalam rahimnya yang harus ia jaga.

"Kenapa tega sekali? Ayah jahat! Saya yang meminta pulang, bukan ibu. Kembalikan ibu, Ayah!"

Para tetangganya mencoba untuk menenangkan dan memberikan minum untuk Sofia, namun sedikit pun tidak membuahkan hasil.

Kisah pilu Sofia kini semakin menjadi perbincangan, bahkan kabar yang beredar adalah Sofia diperkosa oleh beberapa perampok tersebar luas. Padahal Sofia pribadi tidak pernah mengatakannya kepada siapa pun.