Kenzi begitu sibuk untuk mencari informasi rumah sakit terbaik di seluruh negeri ini. Ia ingin Ilona mendapatkan pengobatan yang terbaik, hingga bisa segera sembuh.
Kenzi mendapatkan suatu informasi tentang salah satu rumah sakit, tetapi letaknya berada di negara tetangga. Sangat jauh dari posisinya saat ini, dan harus menggunakan pesawat terbang.
"Kak, aku dapet informasi rumah sakit terbaik nih, tapi jauh juga tempatnya." Kenzi memberitahukan kepada sang kakal yang tengah duduk di sofa itu.
Kenzo menoleh ke arah sang adik dan berucap, "Di mana itu tempatnya? Nanti kita persiapkan segera, jangan kebanyakan mikir, Ilona harus dengan cepat ditangani."
"Ada di singapura Kak, nanti kita persiapkan semua berkas saja dan surat pemindahan dari rumah sakit sini."
"Oke, sekarang kamu suruh anak buah kamu itu, untuk menyiapkan semua berkas yang diperlukan." Kenzo mulai membagi tugas pada adiknya.
Kenzi langsung mengangguk dan paham akan keputusan yang sudah diambil oleh Kenzo. "Kak, nanti yang bicara sama Dokter, itu kamu. Terus untuk Ayah sama Ibu, gimana?"
"Untuk itu, biar aku yang urus. Kamu gak usah khawatir, selesaikan saja tugas yang tadi aku kasih."
Kenzi mengangguk dan segera keluar dari ruang rawat dari Ilona itu. Ia berjalan keluar untuk menghubungi anak buahnya itu, melalui sambungan telepon.
Menunggu beberapa menit, hingga sambungan itu sudah diterima oleh seseorang yang ada di seberang sana.
[Halo!]
[Iya, bos. Ada perlu apa?]
[Aku ingin kamu menyiapkan semua berkas yang diperlukan untuk kepindahan Ilona menuju singapura, bisa?] tanya Kenzi kepada anak buahnya itu di seberang telepon.
[Bisa, Bos! Nanti akan saya siapkan semuanya sekarang, jangan khawatir semuanya akan kelar di tangan saya,] janji dari anak buah Kenzi itu.
[Bagus kalau seperti itu. Persiapkan secepatnya, dan aku hendak menghubungi dokter dulu.]
[Baik, Bos.]
Kenzo menutup sambungan teleponnya, dan kembali masuk ke dalam ruangan tersebut. Ia melihat Kenzi yang duduk dengan tangan begitu sibuk untuk memegang dua ponselnya.
"Kamu sudah selesai belum nelponnya?" tanya Kenzo saat melihat adiknya itu mulai masuk, dan kini ikut duduk tepat di sampingnya.
"Tenang saja, Kak! Semua sudah beres kok, dia bilang akan disiapkan detik ini juga."
"Berarti kita sekarang tinggal bicara dengan dokter saja, benar begitu?"
"Iya, Kak. Untuk Ayah sama Ibu, apa kamu sudah kasih kabar sama mereka, Kak?"
"Itu sudah beres. Mereka menyutujui apa pun yang kita rencanakan saat ini, lagi pula ini semua demi kebaikan dari adik kesayangan kita," papar Kenzo bangkit dari kursi.
Kenzi diam mengangguk. Ia melihat sang kakak kini tinggal menyelesaikan urusannya dengan dokter yang menangani Ilona, sekarang tugasnya adalah menunggu sang adik di ruangan ini.
Kenzi berjalan untuk duduk di samping tempat tidur Ilona. Ia menatap wajah yang pucat itu, seperti tidak memiliki nyawa sama sekali.
"Ilo, kamu yang kuat, ya. Kita semua tengah siapin pengobatan terbaik untuk kamu," gumam Kenzi di hadapan Ilona yang tengah terbaring lemah itu.
Satu bulir air mata jatuh di tangan Ilona yang tengah digenggamnya. Iya, Kenzi sekarang ini menangis, karena hatinya akan lemah saat di hadapan sang adik yang tak kunjung membaik.
Kenzi kini mulai menghapus air matanya. Di hadapan Ilona ia tidak boleh menangis, dan terlihat lemah seperti ini.
"Kakak gak lemah kok, Dek. Kamu tenang aja," gumam Kenzi dengan sedikit senyum.
Kenzi mengusap pelupuknya yang terasa sedikit berembun. Bibirnya menyunggingkan senyum, dan tangan kini beralih untuk membelai puncak kepala dari Ilona.
Mengelusnya perlahan, dan satu kecupan kini mendarat pada dahi sang adik yang teramat dicintainya.
Kenzo berjalan untuk menghampiri ruangan dokter yang menangani Ilona saat ini. Ingin membahas tentang kepindahan dari sang adik untuk menuju luar negeri, karena mendapatkan info jika di sana adalah tempat terbaik.
"Boleh saya masuk, Dok," ucap Kenzo saat membuka pintu ruangan dokter itu.
Kepala yang menyembul di sebalik pintu, dan melongok masuk untuk melihat seseorang yang menggunakan jas berwarna putih, dengan kaca mata yang bertengger di tulang hidungnya.
"Silahkan masuk saja, Kak."
Kenzo kini mulai masuk ke dalam ruangan dokter itu, dengan langkahnya yang tegap. Duduk di salah satu kursi dan berhadapan langsung dengan lelaki yang kisaran umurnya itu jauh di atasnya.
"Ada perlu apa, ya?"
Kenzo menarik napas terlebih dahulu. "Jadi, begini Dok. Saya ke sini untuk berbicara tentang keadaan Ilona."
"Oh, iya. Ilona seperti yang saya katakan kemarin, dia sekarang koma karena benturan keras di kepalanya itu."
Kenzo mendengarkan dokter yang berbicara dengan seksama. Keadaan Ilona yang sekarang, memang membutuhkan perawatan yang bagus, agar bisa lebih cepat sembuh.
Kenzo hanya tidak ingin adiknya itu kenapa-napa, dan keadaan yang koma seperti ini membuatnya sangat miris, dan bisa untuk bertindak seberani ini.
"Iya, Dok. Saya sudah tahu sebelumnya, jadi maksud kedatangan saya ke tempat ini ... ingin meminta surat persetujuan dari Dokter."
Kenzo mulai menerangkan apa yang menjadi keputusannya saat ini. Rencana Ilona yang akan dipindahkan menuju rumah sakit terbaik pun, langsung disetujui begitu saja oleh sang dokter.
"Surat persetujuan? Atas hal apa ya?"
"Jadi begini, rencananya saya ingin memindahkan adik ke rumah sakit yang ada di singapura. Dokter yang selaku penanggung jawab dari kesehatan Ilona di sini, makanya saya datang ke sini untuk meminta hal tersebut."
Dokter itu manggut-manggut, paham dengan apa yang dibicarakan oleh Kenzo itu.
"Baik, nanti saya akan persiapkan semua berkasnya." Dokter itu memberikan keputusan yang membuat Kenzo mengembangkan senyum cerahnya.
Kini, urusan dengan dokter itu sudah Kenzo lakukan dengan baik. Saatnya untuk mempersiapkan semuanya, dimulai dari berkas, hingga hal paling penting, yaitu pesawat terbang pribadinya.
"Zi," panggil Kenzo pada sang adik yang duduk di sofa dengan wajah yang ditutupi sebuah majalah.
Kenzi rupanya mengantuk dan akhirnya tertidur. Menunggu hasil keputusan dari dokter, membuatnya gelisah tak menentu hingga memutuskan untuk memejamkan mata saja.
Kenzi melihat wajah Kenzo yang berbinar. Apa mungkin semuanya sudah diurus dengan baik? Itu yang menjadi pertanyaan dalam benaknya.
"Sudah selesai, Kak?" tanya Kenzi dengan mata yang masih belum sepenuhnya terbuka itu.
Kenzo mengangguk, dan menghempaskan diri di atas kasur begitu saja. "Semuanya sudah beres, kita harus bersyukur untuk itu."
"Iya, pasti untuk itu mah, Kak."
"Alhamdulillah." Kenzo dan Kenzi kini memanjatkan puji syukur pada Allah yang Maha Kuasa.
Kenzo terdiam sejenak. Membuat suasana ruangan sepi, dan hening.
"Kita nanti bawa Ilo, pake pesawat pribadi saja," usul Kenzo dengan tatapan lurus ke depan. "Menurutmu, bagaimana?"