Kenzi hanya bisa menggeleng pelan saja. "Gak baik loh nuduh begitu. Aku baru aja keluar, buat cari udara segar aja," elak Kenzi dengan tampang seriusnya.
Kenzo mengembuskan napas panjang. Ia kini berjalan masuk ke dalam ruangan Ilona tanpa banya bicara sama sekali, dengan langkah lunglai kini mendudukkan diri di salah satu kursi sofa yang ada di dalam sana.
Menatap Kenzo dengan heran dan seperti ada yang aneh saja. Kenzi kini duduk di samping sang kakak dan mulai bertanya akan informasi apa yang diperolehnya tadi saat bersama dokter tersebut.
"Kamu kenapa sih, Kak? Habis balik dari ruangan Dokter, kok aneh gini," protes Kenzi dengan kekehan ringan yang keluar dari mulutnya. "Memang Dokter itu kasih tahu apa sama kamu?"
"Ilona ... kata Dokter kini dinyatakan ingatannya hilang di 10 tahun belakang," terang Kenzi dengan suara lirih. "Dan otomatis, dia tidak akan mengingat setiap kejadian yang ada di tahun itu. Mungkin kita-kita masih diingat olehnya, tapi ... Delvin kayaknya tidak ada di dalam ingatannya sekarang ini."
Kenzi diam mendengarkan penjelasan dari sang kakak. Ia menarik napas pelan, dan kini menyandarkan tubuh pada sofa itu.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan supaya ingatannya bisa pulih, Kak?"
"Kata Dokter, tidak ada yang bisa kita lakukan. Jika pun kita membantunya untuk mengingat sesuatu, tapi dipaksa ... maka bisa mengakibatkan hal yang fatal."
"Maksudnya fatal?" Kenzi bertanya pada Kenzo dengan cemas. Bagimanapun, ia tidak ingin jika sang adik kesayangan terjadi sesuatu, tapi di sisi lain tidak bisa berbuat apa pun.
Kenzo menatap Kenzi sebentar, dan kini pandangannya teralih untuk melihat Ilona yang masih terbaring di atas kasur tersebut. Helaan napas berat kini terdengar, dan sebuah ketidakberdayaan terpampang jelas di mata keduanya itu.
"Dokter bilang, hanya bisa memberikan vitamin terbaik untuk Ilo. Dia bahkan tidak berbicara apa pun selain itu," gumam Kenzo dengan pandangan lurus ke depan.
Kenzi kini mengangguk paham. Ia tidak akan memperumit keadaan ini, karena yang harus dilakukan sekarang adalah bersyukur sebab tidak ada hal yang berbahaya terjadi dalam diri adik kesayangannya itu.
Baginya, hal tersebut saja sudah cukup. Untuk masalah membuat ingatan kembali pulih, mungkin benar bisa dilakukan dengan perlahan dan pasti butuh waktu yang tidak sedikit.
"Sudahlah, kita harusnya bersyukur kalau Ilo ternyata sebentar lagi akan sehat," ucap Kenzi dengan senyum yang melengkung lebar pada bibirnya.
"Iya, alhamdulillah."
Kenzi meletakkan bungkusan yang tadi dibawa masuk olehnya saat sang kakak hendak pergi menuju ruangan dokter itu.
"Mending kamu makan itu, dan jangan mikir hal yang lain dulu." Kenzi beranjak dari tempat duduknya dan beralih untuk berada di samping Ilona.
Mereka berdua menunggu Ilona bersamaan, dan untuk semua pekerjaan milik mereka kini diambil alih oleh asisten masing-masing. Menurut mereka, tidak ada hal yang lebih penting, selain keselamatan nyawa adik kesayangannya--Ilona.
Saat Kenzi menyentuh jemari Ilona, terasa gerakan lembut nan samar di dalam genggamannya. Ia memperhatikan mata sang adik yang kini terlihat mengedip pelan, dan dapat dipastikan kalau sekarang sudah siuman.
"Kak Kenzo! Ilo ... Ilo siuman!" Kenzi berbicara dengan suara yang jelas.
Kenzo yang tengah asyik makan, seketika menghentikan kegiatannya dan berjalan tergesa untuk melihat Ilona yang kini katanya sudah terbangun dari koma.
"Seriusan gak kamu, Ken? Ilo beneran udah sadar?" tanya Kenzo pada Kenzi dengan wajah yang terlihat begitu antusias.
Kenzi mengangguk cepat. Ia benar-benar merasakan pergerakan lembut dari jemari Ilona, dan dapat dipastikan dugaannya ini benar. Tidak akan salah atau meleset sama sekali.
"Tengok saja dia. Mungkin dalam hitungan menit, akan bangun," ujar Kenzi yang tersenyum lebar.
Ilona sendiri mulai menggerakkan jemari-jemarinya yang terasa kaku. Matanya mulai sedikit terbuka saat mendengar suara berisik dari kedua orang kakaknya tersebut.
"K--Kak!" panggil Ilona dengan suara lirih dan hampir saja tidak terdengar.
Kenzi yang melihat itu, langsung saja sujud di lantai. Adik kesayangannya kini sudah sadar dari komanya, dan tidak ada hal lain yang sangat membahagiakan selain itu.
Kenzo mengangguk cepat, dan langsung menggenggam jemari Ilona. Ia bahkan tidak sadar, jika tangannya sendiri sangat kotor, dan belum mencucinya saat habis makan tadi.
Ilona kini melihat Kenzo yang tengah menggenggam tangannya dengan lembut. Bibir itu kini mulai tersenyum, meskipun hanya tipis.
"Kak, kenapa nangis?" tanya Ilona dengan suara lirihnya. "L--lalu ... aku di mana sekarang?"
"Kamu udah sadar, Dek? Ya Allah! Kakak bahagia banget, ada yang sakit atau tidak?" Kenzo malah berbalik tanya pada Ilona, dan tidak memberikan jawaban sama sekali karena kelewat bahagia.
Ilona yang masih lemah, kini memejamkan matanya kembali sembari menarik napas pelan. Ia sedikit merasakan rasa sakit di bekas jahitan yang ada di kepalanya itu, dan menggigit bibirnya pelan.
"Kak Kenzi, mana?"
Kenzi segera bangun dan melihat wajah Ilona yang meringis tersebut. "Dek, Kakak ada di sini. Kamu ada yang sakit, ya?"
Ilona mengangguk pelan. "I--iya, Kak. Entah di bagian mana, karena terasa sakit atau lebih tepatnya perih begitu."
"Kakak panggil Dokter dulu!" putus Kenzi dengan cepat. "Kak Kenzo! Tungguin Ilona, kalau ada apa-apa langsung telpon Kenzi."
Kenzo mengangguk. "Siap! Sekarang kamu lari sana buat manggil Dokternya."
Kenzi berlarian keluar dari ruangan Ilona itu, dan berusaha untuk menuju ruangan Dokter Riyan yang beruntungnya tidak begitu jauh dari sini.
Kenzo kini menatap Ilona yang tengah menahan sakit. "Kamu sakit banget, ya? Tunggu Kak Kenzi dulu, ya. Dia lagi panggil Dokter kok."
"Gak, masalah. Ilona sekarang ada di mana sih, Kak?" tanya Ilona dengan serius dan berharap mendapatkan jawaban yang keluar dari bibir Kenzo.
Kenzo mengelus lembut jemari dari Ilona dan tersenyum. "Jelas kamu ada di rumah sakit dong, Dek. Kenapa tanya begituan sih?"
"Memangnya Ilo kenapa coba? Kok bisa sampai ada di rumah sakit segala?" tanya Ilona yang tidak mengingat jika dirinya telah mengalami kecelakaan parah.
"Kamu kecelakaan, Dek! Dan sempat koma beberapa minggu, hingga ... Kakak mutusin buat cari rumah sakit terbaik, untuk memulihkan kesehatan kamu," terang Kenzo dengan perlahan dan tenang.
Tujuannya simple, agar Ilona tidak merasa panik atas kondisi tubuhnya, dan kabar tersebut juga tentunya.
Ilona kini memegang kepalanya dengan tangan kiri yang terpasang dengan jarum infus itu. Ia tidak mengingat apa pun, bahkan saat Kenzi mengatakan jika dirinya kecelakaan, rasanya sulit dipercaya.
"Apa sebelum kecelakaan itu ... Ilona nakal, ya, Kak?" tanya Ilona konyol.
Kenzo tertawa renyah mendengar pernyataan dari adiknya itu. "Maksud kamu nakal itu bagaimana, Dek?"