Chereads / The Enchanter (Black Pearl) / Chapter 9 - PENDUDUK ASLI JIGANSKI

Chapter 9 - PENDUDUK ASLI JIGANSKI

Ikan, kelelawar, atau hewan melata telah menjadi hidanganku selama sebulan ini. tubuhku yang rapuh ini terus di latih oleh Black Pearl agar dapat menampung seluruh kekuatan sihir yang akan kita kumpulkan dalam tubuhku ini.

Dalam jangka waktu yang singkat pelajaran yang di berikan oleh Black Pearl benar-benar mudah dipahami dan aku sudah mulai terbiasa dengan pengendalian jelaga sihir di sekitarku.

"Hera, apa kau tidak ingin melangkah maju untuk saat ini?"

Pertanyaan Black Pearl benar-benar menyadarkanku akan keadaanku yang semakin memburuk kian harinya. Tulang belikatku mulai terlihat jelas, cekungan pipi, dan rusukku pun sangat terlihat jelas.

"Aku tidak akan memaksamu untuk melakukan semua ini tapi ...."

"Black Pearl, aku tahu." Hanya itu jawabanku padanya agar membuatnya diam untuk sesaat.

Setiap malam aku pergi ke hilir sungai dan mulai menyandarkan punggungku pada bantaran sungai sembari melenggakkan kepala melihat birunya malam yang di sinari rembulan.

"Apa yang harus aku lakukan?" Aku membatin.

Pendaran cahaya rembulan menyinari wajah buruk rupaku. "Haaah~!" Aku hanya dapat menghela napas melihat jalan hidupku saat ini.

Tiba waktu untuk tidur di lumbung lusuh yang telah menjadi rumah baruku. Dinginnya malam membuatku tak dapat tidur dengan tenang, desiran angin kian menguat.

Dalam lelap aku bermimpi tentang Nenek.

"Nenek? Apa itu kau?" tanyaku sembari mengejar bayangan tersebut.

Kepaian tanganku tak mampu menjangkau dirinya seakan terdapat penghalang antara aku dan dirinya.

Nenek melihatku dan berkata, "Pergilah ke arah barat hingga kau menemukan reruntuhan istana dan carilah benda itu."

"Nenek!" cukup keras aku memanggilnya saat diriku terkesiap dan terduduk menjangkau sesuatu ketika tubuhku terbangun.

"Ada apa?" tanya Black Pearl yang terkejut dengan launganku di pagi buta.

"Kita harus pergi ke barat!"

"Barat? Apa yang kau cari?"

"Entahlah, tapi aku merasakan dan melihat percikan jelaga hijau seperti Jervin dari arah barat."

Black Pearl terdiam.

"Nah, apa kita dapat pergi dari tempat ini?" Pertanyaan skeptisku membuat Black Pearl merespons dengan cepat.

"Tentu saja! Kau pikir siapa diriku?" dengan pongahnya dia memecahkan ketegangan dan keraguanku.

Satu jam telah berlalu hingga matahari pun sudah mulai menerangi cakrawala di atasku, namun aku belum melihat tanda-tanda puing besar di sepanjang perjalananku.

"Capeknya," keluhku sembari menyandarkan punggungku pada bangunan runtuh.

Aku mengeluarkan kantung air yang terbuat dari kulit kadal yang telah aku buat menggunakan sihir hitamku. Saat air mengucur memenuhi mulutku dan di saat yang bersamaan cincin yang aku temukan di awal penderitaanku mulai bersinar dengan kuat.

"Heh? Apa ini?"

"Sepertinya dia merespon pada sesuatu," tukas Black Pearl.

Aku mulai menyusuri jalan di depanku sembari memperhatikan benda yang memicu cincin terkutuk ini. tak lama kemudian sebuah cahaya yang sama muncul di sela reruntuhan kayu yang di penuhi lumut dengan kasau yang melintang keluar.

"Sepertinya di sana," batinku.

Jelaga hijau mulai berkumpul di retakan tanah yangku pijak namun jelaga putihlah yang lebih dominan. Dengan cepat aku menyentuh tanah itu dan menggunakan sihir hitamku untuk menghancurkan pijakanku tersebut.

"Aaah! Kenapa terdapat lubang besar di bawah sini?" teriakku yang terjatuh dan terombang-ambing oleh gravitasi.

"Hera! Jangan sampai kau terjatuh!" Perintah Black Pearl membuatku bergidik.

"Pasti dia merasakan sesuatu yang tidak aku rasakan," pikirku.

Dengan cepat aku mengepai dinding tanah yang berada di sampingku dan melunakkan tanah itu agar jariku tidak terluka dan melepas sedikit demi sedikit sihirku agar tubuh kurusku terhenti di dinding tersebut.

"Apa yang terjadi?" tanyaku pada Black Pearl.

"Lihat!" kemudian dia menunjukkan sesuatu yang pernah aku lihat namun pandanganku saat ini benar-benar berbeda dengan sebelumnya.

Tubuhnya yang putih di hiasi corak hitam yang melingkar dengan tubuh yang besar membuat makhluk itu terlihat anggun nan mematikan.

"Apa itu—"

"Benar, dia adalah induk ular putih yang melukaimu."

Sontak tubuhku menggigil dan keringat dingin mulai menyucur hingga tubuhku lemas.

"Hera bertahanlah! Aku tahu ini mustahil tapi ... kau tahu itu —"

"Yah, aku tahu apa yang harus aku lakukan ... Black Pearl boleh aku menanyakan sesuatu?" aku mencoba terus berinteraksi dengannya agar kesadaranku tidak terlipur.

"Apa semua makhluk sihir memiliki sihir darimu atau saudaramu?" tanyaku.

"Hmm, berat untukku mengatakan tidak tapi itulah yang terjadi."

"Tapi kenapa warna sihir mereka sangat lembut, dari pada sihir manusia?" Aku terus mengulik informasi darinya sembari memperhatikan makhluk mengerikan di bawahku.

"Makhluk sihir adalah makhluk yang dianugerahi sihir dengan suka rela oleh kami, sedangkan sihir manusia adalah sebuah sihir yang mereka mengambil dengan paksa dari kami." Penjelasannya membuat siratan bayangan Nenek muncul kembali di benakku.

"Apa Nenek juga?"

Hening. Dengusan Black Pearl mulai terdengar sekan dia enggan untuk memberi tahu kenyataan tentang Nenek.

"Tidak! Aku yang telah memberinya sihir melewati Imirin Kafa walaupun dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi tapi begitulah kenyataannya."

Jawaban ambigunya membuatku sedikit bingung. Tiba-tiba hatiku merasa telah terlepas dari satu belenggu saat mendengar jawabannya.

"Black Pearl," panggilku.

"Hmm?"

"Sampai kapan aku menggantung di sini?"

"Apa kau sudah tenang?" Dia memastikan keadaanku.

Aku mengangguk sembari menelan ludah di tenggorokan keringku.

"Baiklah saatnya memberi pelajaran padanya!"

"Tunggu-tunggu! Bagaimana caraku mengalahkannya?" tukasku yang menyalang.

"Hera, makhluk itu lebih lemah darimu percayalah padaku. Apa kau tidak percaya denganku?" tanya Black Pearl yang menyudutkanku.

"Aku ... aku...."

"Kenapa kau ragu? Tenanglah! Kau telah melewati masa latihan berat yang telah aku berikan dan hasilnya cukup memuaskan. Mungkin," celetuknya.

"Mungkin katamu! Tadi saja kau berkata mustahil. Apa kau gila? Kau saja meragukanku apa yang aku harapkan dari diriku ini!"

Kemudian Black Pearl terdiam seolah mengiyakan ucapanku dan membuat hatiku naik pitam.

"Aku kembali!" Dengan kesal aku memanjat dinding tanah itu tapi—

Tuk!

"Sial!"

Sebuah batu yang aku pijak terjatuh. Bongkahannya cukup besar dalam 3 detik saja batu itu menghantam tepat di moncong ular tersebut.

Kelopak matanya mulai terbuka.

"Black Pearl, sampai jumpa di alam baka."

"Tak ada harapan lagi," Pikirku hilang asa.

"Siapa yang berani membangunkan tidurku!" laungan kuat dari sang ular membuat tubuhku lemas dan hampir saja pingsan dan tanpa sadar aku mengeluarkan sihir hitam di tanganku sehingga tanah yang telah aku cengkeram dengan kuat melunak dan hancur.

"Eh? Aaa!"

Blump!

"Selamat!" teriakku gembira yang telah mendarat dengan aman dengan melunakkan tanah dengan sihirku.

"Hoo! Jadi ... manusia skeleton ini yang berani membangunkanku?"

Hinaan pongahnya membuatku naik pitam kembali.

"Hah?! Skeleton katamu?" tanpa sadar aku terpancing dan melenggakkan wajahku padanya.

Wajahnya mulai terheran-heran saat bertatapan denganku. "Apa yang terjadi dengan wajahmu?" tanya sang ular datar seakan keinginan bertarungnya telah hilang seketika melihat wajahku.

Dengan secepat kilat aku menutup wajahku dan bercicit, "Tidak apa-apa." Sembari menahan malu yang luar biasa.

Ular itu terus memperhatikanku tanpa henti sehingga membuatku risih.

"Cukup! Kau tahu ini adalah ulah dari ular kecil putih itu!"

"Ular kecil, apa itu yang kau maksud?" Dia melenggakkan kepalanya agar aku melihat ke atas.

Betapa terkejutnya diriku melihat ribuan, bukan! Ratusan ribu ular yang memenuhi dinding lubang tersebut.

"Tapi ...."

"Apa?" Sambarku.

"Hmm, baru pertama kali ada manusia yang dapat hidup setelah menerima banyak bisa dari anak-anakku ini. siapa kau sebenarnya?"

Tidak ada angin maupun tanda- tanda datangnya bencana dengan sekonyong-konyongnya sihir Black Pearl memenuhi tubuhku.

Dengan cepat sang ular terperanjat dan langsung menjadi beringas.

"Apa dia berbahaya?" tanyaku pada Black Pearl.

"Sekarang aku mengerti tujuanmu! Dia adalah perantara dan langkah pertama kita untuk memulai semua ini!"