Chereads / The Enchanter (Black Pearl) / Chapter 11 - GARIS HIDUP YANG BARU

Chapter 11 - GARIS HIDUP YANG BARU

"Emmm! Akhirnya aku dapat keluar dari ruangan sempit itu ... siapa kau?!"Dengan waspada dia mengeluarkan sepasang sayap yang terbuat dari daun dan terbang menggantung di atas kepala kecilku.

"Lavanya," Panggil Black Pearl.

Aku terkejut untuk ketiga kalinya wujud Black Pearl muncul dan itu masih menyisakan rasa mengerikan dan mencekam dari auranya, tapi anehnya lavanya dengan senang memeluk sesosok hitam yang punggungnya di hiasi tombak yang menancap.

"Black! Black! Maafkan aku! seandainya aku lebih kuat mungkin aku tidak akan meninggalkanmu!"

Tiba-tiba tangisan pecah di bahu Black Pearl. Isak tangisnya benar-benar dalam seakan dia telah melakukan sesuatu yang penting dalam hidupnya.

Walaupun aku berpikir masih belum mengerti apa maksud dari perkataannya tapi setidaknya tangisannya menandakan kesedihan yang dalam saat melihat Black Pearl di hadapannya.

"Jadi ... hiks! siapa gadis ini?"

Inginku menjawab pertanyaannya namun rasa sakit menahan bibirku untuk membalas pertanyaannya.

"Dialah yang terpilih." Hanya dengan tiga kata wanita peri cantik itu terperanjat sembari menutup mulutnya dengan tatapan mengerikan.

"The Enchanter?" tanyanya kembali dengan suara lirih pada Black Pearl.

Black Pearl hanya mengangguk. Dengan sekonyong-konyong dia datang dan berlutut di hadapanku yang terkapar lemas.

"Maafkan aku, tapi sebelum itu setidaknya kau harus di sembuhkan terlebih dahulu. Sebenarnya apa yang terjadi sampai keadaannya seperti ini?" tanya Lavanya pada Black Pearl.

Kemudian Black Pearl menceritakan secara singkat tentang keadaanku saat ini. bagaimana dia tidak terkejut saat melihat wanita botak dengan kepala yang penuh lubang kecil di sertai tulang rusuk dan kaki yang patah.

Kemudian wanita itu memelukku dan menempelkan kepalaku pada dadanya sembari menyanyikan sebuah lagu. Hatiku tenang, rasa mencekam yang selalu menghantuiku seketika hilang. Tulang-tulang lemahku yang patah kembali sediakala.

"Akhirnya aku menemukan ketenangan walau hanya sesaat," batinku.

Saat tubuhku sudah di benahi barulah dia menyentuh kepala botakku dengan tangan Hawthornnya.

"Tahanlah ini! Mungkin sensasinya akan sedikit berbeda."

Tanpa aba-aba dia langsung menyentuh kepalaku, seperti yang aku tahu tangan Hawthorn sangatlah kuat dan tajam sama seperti yang di miliki Jervin.

Tangannya membelai kepalaku dan membuat kulit kepalaku terluka cukup dalam. Benar-benar rasa sakit yang luar biasa sampai-sampai tubuhku di buat kejang olehnya.

Cukup lama hingga aku tak kuasa lagi menahan rasa sakit itu dan jatuh pingsan.

Beberapa saat kemudian.

"Aduduh! Kepalaku? Aman!"

Ser!

Sebuah suara yang paling aku nanti, sebuah rasa yang pernah hilang, dan sebuah bagian tubuh yang lama aku rindukan. Benar! Itu adalah suara rambutku yang tergerai indah dengan tekstur ikal hitam menggantung dia atas kepalaku.

"Terima kasih! Terima kasih!" Aku memeluk erat rambut baruku yang telah lama hilang.

Saat selesai melepas rindu, aku bergegas keluar dari dalam reruntuhan bawah tanah itu dengan menggunakan kekuatan Black Pearl. Saat matahari menerangi pelupuk mataku aku langsung bergegas menuju sungai untuk melihat apa yang telah terjadi dengan tubuhku.

"Hmmm ... yeah!" Aku melompat kegirangan bagai anak kecil yang harapannya telah terkabul. Lubang dan luka di wajahku telah hilang dengan sempurna namun yang wajahku tidak lagi sama saat aku menatap wajahku di rumah Nenek.

"Waw! Betapa dewasanya tubuh ini. sebelumnya gumpalan daging ini tidak begitu besar? Hmm."

"Hera! Bisakah kau berhenti memijatnya!" pekik Black Pearl tiba-tiba.

"Hehe, kau hanya malu melihat Hera telah mewarisi keindahan tubuhku ini bukan? Benarkan?" goda Lavanya.

Black Pearl terdiam kemudian aku kembali melihat wajahku kembali, ada sesuatu yang ganjal.

"Hmm, semua! Aku ingin memastikan sesuatu," pintaku.

"Katakan saja!" jawab mereka berdua.

"Di mana bola mataku?"

Mereka terdiam.

"Bukankah penglihatanmu masih ada?" tanya Black Pearl yang ingin melarikan diri dari pertanyaanku.

"Benar, tapi di mana kedua bola mataku?"

"Hancur!" jawab Lavanya tegas.

"Apa kau serius?"

"Ya, selama ini kau melihat dengan penglihatan Black Pearl, jadi saat aku menyembuhkannya tanpa aku sadari matamu telah hancur dan Black Pearl menggantinya dengan mutiara hitam sebagai gantinya," terang Lavanya.

"A—apa kau tidak menyukainya?" tanya Black Pearl dengan cemas.

"Hm? setidaknya aku dapat melihat kembali. Terima kasih!"

Sontak Black Pearl terdiam.

Setelah tubuhku bersih sebuah kristal tipis dan panjang terlihat di keningku.

"Eh? Apa ini? Kenapa ini menempel padaku?"

"Hahaha, kau tidak akan dapat melepasnya!" Tawa sombong Lavanya.

"Apa maksudmu?" tanyaku kembali.

"Mutiara itu sebagai kontrak pada tubuhnya dan itu menempel pada tempurung kepalamu," jawab Lavanya dengan nada menakutkan.

"Lavanya, hentikan candamu. Hera batu di keningmu untuk mempermudah menggunakan kekuatan Lavanya. Untuk mengaktifkannya kau harus membuat kontrak seperti yang kau lakukan padaku saat di dalam istana."

Perkataan Black Pearl membuatku bingung dia menjelaskan sebuah cerita yang tidak aku tahu. Dalam ingatanku hanya kejadian konyol ratu yang aku ingat saat terbangun dari pingsan.

"Hadun karamzi kal aimanik kudaf! Apa kau ingat dengan kontrak itu?" tanya Black Pearl.

"Waw, sungguh hebat sang Enchanter," tukas Lavanya.

"Apa yang hebat?" sindirku padanya.

"Apa kau tahu? Dia belum pernah melakukan kontrak pada manusia sekalipun," terangnya.

"Jadi bagaimana caraku membuat kontrak denganmu?" tanyaku pada Lavanya.

"Cukup mudah, kau hanya mengucapkan : 'Iminim kizim ruiruija!' mudah bukan?! Dan bergeraklah seperti ini." kemudian Lavanya memperagakan sedikit tarian unik padaku.

"Bahasa apa yang mereka gunakan? Bisa-bisa lidahku terkilir di buatnya," Aku membatin.

"Baiklah aku akan melakukannya."

"Lavanya, bukankah itu kontrak yang sukar kau berikan pada manusia?" tanya Black Pearl.

"Aku mulai mempercayainya saat melihatmu memberikan kontrak tabu padanya," jawab Lavanya.

"Iminim kizim ruiruija!"

Suasana menjadi hening. Tak terjadi sesuatu apa pun.

"Apa aku salah? Atau gerakanku salah?" tanyaku skeptis.

"Kau tidak melakukan kesalahan, sayang!" jawab Lavanya.

Karena tidak terjadi sesuatu aku tidak memikirkannya kembali. Kemudian kita mendiskusikan ke mana tujuan kita selanjutnya.

"Bagaimana jika kita kembali ke Zavax?" tanyaku.

"Apa kau ingin mati suri?" tukas Black Pearl.

Aku hanya menyeringai.

"Sepertinya kita harus mengambil pakaianmu itu Black," potong Lavanya.

"Hah?! Apa kau bercanda? Makhluk itu telah membawanya cukup tinggi entah ke mana," sungut Black Pearl.

"Jadi kau akan membuatnya terbunuh dengan mudah?" ejek Lavanya.

"Kita akan harus mengumpulkan material yang cocok untuknya. Hera akan menampung kita semua dan tanpa material itu mungkin tubuhnya akan hancur," jawab Black Pearl.

Mereka berdua berdebat dalam tubuhku tanpa henti cecaran pertanyaan dan jawaban terus terdengar. Sampai akhirnya mereka memutuskan sesuatu.

"Baiklah, kita akan menuju arah selatan dari kota ini!" ucap Lavanya.

"Hera?" panggilan lembut Lavanya yangku dengar dan aku berpura-pura tertidur hingga rasa kantuk benar-benar datang padaku.

Mungkin ini akan menjadi perjalanan yang cukup panjang untuk wanita seusiaku. Apa pun itu aku akan melakukan sekuat tenaga. Nenek, lihat aku!