Akhirnya datanglah hari di mana para keluarga raja berbahagia dengan kedatangan keluarga barunya. Pernikahan di rayakan semeriah mungkin karena Yorneth adalah satu-satunya anak dari raja Fotgalord.
Sebelum pengucapan janji keluarga raja baru menanyakan siapa nama dari wanita itu. Setelah merawatnya selama satu tahun mereka baru menanyakan nama dari sang wanita.
Alasan mereka tidak menanyakan nama wanita karena Yorneth selalu memperhatikannya setiap malam menangis di balkon kamarnya sembari memikirkan namanya sendiri dan jati dirinya yang telah hilang di lahap keputus asaan.
"Apa kau sudah dapat mengingat namamu nak?" tanya sang raja yang menemuinya untuk mengiring dirinya menuju podium istana.
Acara di gelar sangat hikmat hingga malam pun tiba. Seperti biasa acara yang satu ini tidak dapat di ganggu gugat.
Setahun sudah kelahiran yang di anak yang di kandung oleh Nilam akhirnya lahir yaitu seorang perempuan yang sangat putih kulitnya bermata coklat terang seperti sang raja.
"Lihat cucuku! Lihat!" kabar kelahiran anaknya terseber di penjuru negeri hingga sampai ke telinga para Grifcort.
Grifcort sendiri adalah sebuah kelompok yang menentang raja sejak dilantiknya Raja Fodgalord. Kelompoknya selalu membuat teror pada kerajaan Jiganski sehingga kelompok mereka adalah kelompok yang paling di cari oleh sang raja.
Setelah tiga hari kelahiran putri Nilam selarik cahaya mulai terlihat saat mereka hendak melihat sang bayi yang bersama raja.
Bulu roma Yorneth berdiri rasa mual tiba-tiba menghunjamnya.
"Cepat kau periksa bayi kita!" Yorneth mendorong Nilam agar bergegas menghampiri bayinya.
Derapan kakinya semakin cepat. Hingga dia melihat pintu kamar bayi yang terbuka lebar. Bayangan samar terlihat dari pendar rembulan.
Saat langkah Nilam terhenti, jantung pun seakan berhenti. Genangan darah memenuhi lantai kayu, aroma amis darah yang menutupi sang bayi dan raja membuat Nilam lupa kesenangan sesaat yang telah ia dapatkan.
Tak terasa cucuran air mata menderai kuat. Isak tangis memenuhi raungan tersebut. matanya tak kuasa menahan pandangannya ke arah bayi yang baru saja muncul 3 hari yang lalu.
Di terangi sinar rembulan. Sebuah bayangan besar berwarna hitam kelam membayang di jendela kamar. Hitam bagai malam, kuning bagai purnama. Di sanalah seekor makhluk hitam membawa seorang manusia dengan mata yang menyalang.
Makhluk itu masuk. Meletakkan mayat pria di hadapannya.
"Apa dia yang membunuh anakku?" tanya Nilam yang tersedu-sedu.
Makhluk itu menjengitkan kepalanya. Karena hatinya yang lembut Nilam hanya melihat dan menyesali kematian mertua dan anaknya.
Ting!
Bunyi logam yang beradu di sudut koridor kamar. Nilam langsung berlari dengan cepat di ikuti makhluk tersebut. sebuah pedang menembus jantung Yorneth tepat di hadapannya.
"Kyaaa!" teriakan Nilam yang memekakan telinga sang pembunuh hingga gendangnya pecah.
"Aku akan membunuhmu! Aku berjanji aku akan membunuhmu!" Sebuah gelombang ultrasonic yang memecahkan pendengaran sang pembunuh membuatnya pingsan
Makhluk itu menyambar sang pembunuh dan mencabik-cabik tubuhnya.
"Tidak ... hentikan ...!" Rintihan sang pembunuh.
Sebelum nyawanya melayang Nilam menginterogasi orang tersebut dengan mendekatkan bibirnya ke lubang telinganya.
"Siapa tuanmu?" bisiknya.
"Baiklah! Aku akan memberitahu asal kau tidak membunuhku."
Nilam hanya terdiam.
"Rommy yang telah menyewa kami untuk memorak-porandakan Jiganski dan membunuh keluarga raja—."
Krak!
Lehernya di patahkan oleh makhluk hitam tersebut.
"Sayang?" panggil suaminya yang sedang sekarat.
"Aku di sini! Aku di sini! Bertahanlah!" Sembari menekan dadanya harap pendarahannya terhenti.
"Heal! Heal! Heal!" Usaha menyembuhkan suaminya tak dapat tercapai. Luka yang fatal tak dapat kembali di sembuhkan.
Kematian mereka membawakan luka di hati Nilam dan sekali lagi dia merasakan pundung yang sangat hebat untuk ke dua kalinya seperti kali pertama ia di temukan.
Makhluk itu menarik pakaian Nilam seakan ingin menunjukkan sesuatu padanya. Wajah sendunya tak dapat lagi terbendung. Suara paraunya terdengar menyedihkan.
Undakan demi undakan ia turuni hingga sampai ke tempat awal ia bertemu dengan makhluk tersebut. makhluk itu menukik ke arah balik tumpukan emas.
Nilam tidak merespons namun makhluk itu kembali dengan membawa sebuah buku hitam yang berbentuk tengkorak di sampulnya.
Bruk!
Lemparan buku di depannya.
Bunyinya menarik perhatian Nilam. Hening. Tak ada respons. Saat matanya menatap mata tengkorak sebuah pelita yang terang muncul dari dalam buku. Buku itu terbuka dengan sendirinya.
Sebuah rantai keluar mengepai tangannya.
"Tidak! Menjauh kau dariku! Jangan!" Rengekan Nilam tak di hiraukan olehnya.
Rantai itu melilit tangannya dan membuatnya tak sadarkan diri. Buku terbuka. Tinta hitam mulai menuliskan isi hati Nilam. Tak sedikit pun dari perasaannya yang tidak tertuang dalam buku itu.
Sampai tulisan itu menghentikan tulisannya. Dan mulailah mata Nilam menjadi hitam pekat dan terbang ke atas istana. Gumpalan awan mulai memenuhi Jiganski.
Deruan guntur dan percikan petir mulai terlihat di pangkal awan. Seluruh kekacauan di dalam kota terhenti dan terpaku melenggak ke langit.
Cahaya putih, besar berkilau menghantam tanah dengan kuat.
Gledar!
Seketika kota itu menjadi sunyi. Erangan warga tak terdengar lagi. Laungan para pemberontak pun hilang menyatu dengan tanah.
Di atas angin yang mendesir Nilam mulai kembali pada dirinya sendiri.
"Apa yang terjadi?" Bukunya terbang menghampirinya.
Dia membaca dengan seksama. Dirinya terkesiap melihat apa yang ia pikirkan telah tertulis di buku tersebut.
Sura tangisan bayi mulai terdengar dari atas istana. Nilam mulai mencari keberadaan suara tangisan kecil itu. Hingga ia menemukan tumpukan kayu yang telah hangus lahap petir.
"Di sini kau rupanya!" bisiknya demi tidak mengagetkan sang bayi.
Saat dirinya membagul sang bayi isak tangisnya terhenti dan menggenggam jari Nilam.
"Baiklah, aku akan merawatmu. Tapi aku harus memberikan nama padamu, sayang."
Dia mulai mondar-mandir memikirkan nama anak itu dan akhirnya dia menemukannya. "Namamu adalah Hera Grotbear."
Semenjak itu Hera menjadi cucu Nilam. Tubuh Nilam sangatlah rapuh, kekuatannya telah di makan oleh buku tersebut sehingga penuaannya lebih cepat datang padanya.
***
Itulah kebenaran dari keberadaanku yang telah di ceritakan Nenek padaku. Aku tercengang dan tidak percaya apa yang ia katakan dengan tatapan sendunya padaku.
"Setelah kau mengetahui kenyataan ini, langkah apa yang akan kau ambil?" tanya Nilam dengan memasrahkan dirinya padaku.
"Tidak ada!" jawabku singkat.
Entah kenap tiba-tiba tetesan air matanya bercucuran sembari memelukku.
"Selamanya kau akan menjadi keluargaku! Selamanya!" bisik Nenek padaku. Aku hanya dapat menepuk lembut punggung tuanya yang tak mampu lagi menahan penyesalannya padaku.
"Namun bagaimanapun. Yang aku tahu Nenek telah menyelamatkanku dan merawatku seperti layaknya anak sendiri." Aku membatin.
Kegelisahannya telah terlipur oleh rasa puas. karena Nenek telah mengatakan fakta yang selama ini dia pendam.
"Tidurlah besok kita akan memasak makanan kesukaanmu," ucap Nenek dengan parau sembari menutup pintu kamarku.
Aku merebahkan punggungku dan menggeliat-liat melepaskan penat. "Semoga hari esok menjadi lebih baik" Harapku pada waktu.
**To Be Continue**