Menatap Mina yang terus menatap dirinya dengan tanda tanya besar di atas kepalanya, Tama pun menatap Mina dengan tatapan serius.
"Ada yang harus aku pertahankan!"
"Apa?"
"Obsesi Sari kepadaku. Rasa suka dan cinta yang sudah lama ia perlihatkan kepadaku. Aku harus mempertahankan hal itu!"
"A-apa?!" Mina menatap Tama dengan kedua mata membelalak lebar beberapa saat sebelum akhirnya tatapan Mina berubah menjadi dingin.
Tama langsung terbahak-bahak dan menatap Mina yang mulai membuka ponselnya dan sibuk mengetikkan sesuatu di sana.
Melihat itu, Johan dan Sari hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan menghiraukan keduanya.
Mina tidak tersenyum kepada Tama. Ia bahkan hanya diam membiarkan lelaki itu menertawakannya. Namun begitu suara notifikasi mulai berbunyi dari ponselnya, Mina langsung mengukir senyuman lembut.
Deg ....
Tama langsung terdiam dan menatap wajah Mina dengan tatapan kaku. Ia mulai mendekat ke arah Mina beberapa langkah dan menatap ke dalam layar ponselnya.
Mata Tama langsung melebar. Ia langsung mendelik kesal saat melihat banyak chat laki-laki yang bergantian mengajak Mina bertemu.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Tama, mencoba melihat apa yang di lakukan oleh Mina dengan lebih jelas.
"Tidak ada. Hanya-" Mina menggantungkan kalimatnya dan menatap Tama dengan senyuman miring. "Hanya menjadwalkan kencan untuk para lelaki. Mereka cukup manis karena bisa menghargai diriku. Mungkin akan baik jika aku bisa menjalin hubungan dengan salah satunya!"
Mina tak lagi menatap Tama dan membiarkan lelaki itu terheran-heran dengan dirinya.
"Bagaimana bisa kamu melakukan hal seperti itu kepada suamimu?"
"Kamu juga melakukannya. Aku juga bisa."
Tama menepuk keningnya kasar dan mendekati Mina hingga kedua lengan mereka saling menempel. "Aku hanya bercanda. Aku punya alasan untuk melakukannya. Bisakah kamu mendengarku?"
Mina menggidikkan bahunya acuh dan menjauh dari Tama. "Entahlah. Sepertinya tadi kamu sangat senang menggodaku. Lanjutkan saja! Aku tidak masalah," celetuk Mina, dengan tatapan acuh.
Tama semakin merasa bersalah dan panik di sana. Ia sama sekali tidak pernah berpikir jika Mina akan membalasnya. Bahkan ia tidak pernah berpikir jika Mina bisa marah hanya karena ucapan seperti itu.
Johan dan Sari saling bertukar pandang dalam diam begitu melihat Tuannya mendapatkan karma instan dari sang istri.
"Aku dengar Nyonya orang yang ceroboh dan sedikit kekurangan. Tapi setelah melihat caranya membalas, seperti ia cukup pandai!" bisik Sari, mendekat ke arah Johan.
Johan tertawa. "Begitulah. Nyonya memang bodoh, tapi ia ahlinya dalam bertarung. Aku dengar ia juaranya! Bahkan tadi ia minta para polisi itu bertelanjang kaki memasuki perusahaan agar para perampok tidak menyadari keberadaan merek, hahaha ... cerdik sekali."
Sari yang tidak paham langsung mengerutkan keningnya dalam dan menatap wajah Johan dengan tatapan aneh.
"Apa hubungan–"
"Aih wanita bodoh. Tentu saja ada hubungannya. Bayangkan saja jika satu unit tim kepolisian datang dengan mengenakan sepatu dan berlari masuk ke dalam perusahaan! Langkah mereka bukan hanya terdengar, tapi menggema. Jika mereka memilih untuk mengendap-endap sampai ke lantai Divisi Keamanan, itu akan membutuhkan cukup waktu walaupun mereka menggunakan lift khusus."
Johan menatap wajah Sari yang terlihat semakin kebingungan di sana dengan senyum ringan.
"Berjalan mengendap-endap akan memakan banyak waktu. Bagaimana jika di dalam kurun waktu yang terbuang itu ada korban nyata? Mereka akan menyesal. Tapi jika mereka melepaskan alas kakinya, mereka bisa berlari tanpa adanya ke tidak sengajakan bunyi langkah yang menggema. Mereka bisa bergerak secepat mungkin. Itu lebih efisien, bukan? Lagi pula mereka berlari di atas lantai, bukan pasir atau jalanan yang berkerikil. Kaki mereka tidak akan terluka walaupun telanjang kaki. Walaupun memalukan, tapi itu cara yang bagus, kan?" sahut Mina, membuat Sari menoleh ke arahnya dan menatapnya dengan tatapan lekat.
"Nyonya, jika Anda sangat cerdik. Coba lakukan sesuatu kepada suami Anda yang sedang merajuk itu," pekik Sari, menatap Tama yang terlihat frustrasi dan kesal di saat bersamaan.
Mina menggidikkan bahunya acuh. "Ia senang menggodaku. Bahkan sejak awal bertemu. Bagus juga jika aku memberinya pelajaran, bukan? Nanti ia tidak akan mengulanginya lagi."
Tama menolehkan kepalanya dan menatap Mina dengan bibir mengerucut. "Tega sekali."
"Terima kasih. Aku anggap itu pujian darimu," sahut Mina, singkat dan padat.
"Turunkan aku di depan. Aku harus pergi menemui seseorang." Mina meminta, dan ia melirik ke arah Tama saat mengatakan hal tersebut.
"Dengan siapa kamu pergi?" seru Tama, mulai kesal.
Mina menatapnya lekat. Sorot mata yang dingin dan datar membuat nyali Tama sedikit ciut. Amarah langsung surut dan ia memalingkan kepalanya untuk menghindari pandangan tersebut.
"Turunkan Nyonya di depan!" ucap Tama, mendapat anggukkan kepala dari Johan.
"Aku akan bertemu seorang lelaki. Kamu bisa pulang terlebih dahulu. Mungkin aku tidak akan pulang malam ini."
Mina menatap wajah Tama yang seketika memandang dirinya dengan tatapan tajam dan sarkasme.
Namun sayangnya Mina tidak gentar dengan tatapan tersebut. Mina bisa saja menonjok wajah tampan itu jika ia benar-benar kesal saat ini dan Tama tidak mungkin balas memukulnya balik!
"Dengan siapa ka–"
"Jika aku tahu kamu mengikutiku atau meminta orang mengawasiku, aku akan memberimu pelajaran saat kita bertemu. Ingat itu!" sela Mina, mengancam lelaki tersebut.
Tama pun diam dan membiarkan Johan untuk menepikan mobilnya.
Saat itulah tiba-tiba sebuah mobil sport berwarna biru berhenti di depan mereka dan seorang lelaki dengan penampilan mewah turun dari sana.
Lelaki itu memakai kacamata hitam hingga Johan dan Sari tidak dapat mengenalinya. Tapi Tama langsung ikut turun saat Mina beranjak keluar dan mendekati lelaki itu.
"Kakak Ipar, apa ada acara keluarga?" tanya Tama, pada Arci yang tengah melepas rindu kepada adik perempuan dengan memeluknya.
"Tidak. Kami hanya menghabiskan waktu untuk beberapa urusan. Aku harap kamu tidak keberatan dengan hal tersebut." Arci menatap Tama dengan senyuman ramah.
Namun Tama langsung menghela napas lega saat mengetahui siapa lelaki yang akan pergi dengan istrinya.
"Tidak masalah, Kak. Besok aku akan menjemputnya untuk berangkat bekerja," ucap Tama, menatap Mina yang menjulurkan sedikit lidahnya mengejek dirinya saat ia terlihat lega karena itu hanya Arci.
Arci menggelengkan kepalanya pelan dan mengusap-usap puncak kepala adiknya sayang.
"Tidak perlu. Mina datang untuk mengemasi sia barangnya. Ia akan membawa mobilnya hari itu. Kamu bisa tenang dan istirahat dengan nyaman di rumah. Adikku ini pandai menyetir."
Mendengar itu Tama tidak banyak merespons. Ia hanya menganggukkan kepalanya mengerti dan kemudian masuk ke dalam mobilnya.
Mobil Tama pun pergi meninggalkan mereka setelahnya. Di dalam mobil Tama tampak benar-benar lega karena Mina hanya pulang ke rumah orang tuanya dan hanya pergi dengan Kakaknya.
"Tapi kenapa banyak chat lelaki di ponselnya? Apa ia punya kekasih lain?!!" lantang Tama, pada kalimat akhirnya.
Sari memutar bola matanya malas dan menoleh ke arah bosnya. "Nyonya tidak terlihat seperti orang yang bisa selingkuh, Tuan! Jangan berbicara yang membuat diri Anda bingung sendiri. Itu akan membuat keadaan menjadi kacau."
Tama menatap Sari dengan sebelah alis terangkat. "Apa maksudmu?"
Sari mengembuskan napas kasar. "Cemburu buta bisa mengacaukan segalanya. Anda mengerti?!"