Saat ini sudah jam makan siang, namun Kana baru menampakkan tanda-tanda ia akan bangun. Kebiasaannya saat akan bangun adalah merenggangkan dirinya, namun kali ini wanita itu meringis kesakitan karena tubuhnya pegal dan bagian bawahnya terasa nyeri.
" Sayang, are you okay? Bagian mana yang sakit?" tanya Damian khawatir yang sejak tadi terjaga dan memandangi istrinya terlelap.
" SEMUANYA SAKIT " teriak Kana frustasi. Ia nyaris menangis karena seluruh tulangnya terasa seperti akan copot dan bagian bawah tubuhnya itu terasa seperti habis disobek paksa.
" Maaf, kita panggil dokter ya sayang?"
" Jangan, tolong jangan buat malu karena manggil dokter sehabis melakukan 'itu', Damian. " ringis Kana. Meskipun energinya benar-benar habis dan tidak berdaya, ia tetap akan mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa agar Damian tidak memanggil dokter dan berakhir dengan semua orang mengetahui fakta bahwa kemarin malam mereka habis melakukan malam pertama yang tertunda.
" Tapi kamu kesakitan, sayang. " tegas Damian tak ingin dibantah.
" Tetatp saja rasanya memalukan kalau sampai panggil dokter, Damian. " tolak Kana. Ia menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya hingga kepala, " sayang, kamu marah? " tanya Damian yang kini turut masuk ke dalam selimut.
" Enggak, aku cuma malu. Jangan panggil dokter, okay?" pinta Kana. Ia memajukan dirinya menuju dekapan hangat Damian yang tentu saja disambut dengan senang hati oleh pria itu.
" Maaf karena buat kamu kesakitan. " lirih Damian merasa bersalah. Netra nya bergulir mengamati tanda kecil yang ia tinggalkan ditubuh Kana, cukup banyak terutama dibaggian dada.
" Maaf tapi ngelakuinnya berulang-ulang. " dengus Kana sebal. Damian tertawa melihat tampang kesal istrinya dibawah selimut, ' rasanya ingin menghabiskan waktu diranjang ini setiap saat bersama Kana. " pikirnya.
" Rasanya semua tulangku kaya mau copot dan dibagian itu benar-benar nyeri sekali, Dami " bisik Kana. Ini benar-benar menyakitkan, belum lagi ia melakukannya sampai pagi.
Damian semakin merasa bersalah karena membuat Kana kesakitan seperti ini, " iya sayang, aku salah. Maaf, sayang. "
" Bukan salah kamu, ini kan memang terjadi ke semua wanita. " ujar Kana. Ia dapat melihat dengan jelas raut penuh rasa bersalah Damian.
Kana berniat membersihkan dirinya, namun baru saja ia berniat berdiri ringisannya kembali terdengar. " Kamu mau mandi? Aku bantu ya?" tawar Damian menyadari istrinya mungkin saja kesulitan berjalan.
" Gak usah, aku mandi sendiri saja. Karena aku gak yakin itu akan benar-benar mandi kalau kamu ikutan. " tolak Kana.
" Aku gendong sampai kamar mandi, nanti kalau kamu sudah selesai panggil aku lagi. " ucap Damian menawarkan lagi.
Kana mengangguk dengan cepat, karena memang sepertinya ia perlu digendong. Kakinya lemas seperti jelly dan terasa sekali pegalnya setiap digerakkan.
*****
Dengan lemas Kana menyandarkan tubuhnya ke meja makan sembari menanti pelayan menyajikan makanan, sebagian dari mereka pasti telah melihat noda darah di sprei putih milik mereka karena saat ini kasur mereka yang berantakan seperti kapal pecah itu sedang dibereskan.
" Kana " panggil Lily.
" Ya, Ma?" sahut Kana lemas. Mata Lily langsung memelototi Damian seolah mengatakan, ' apa yang kau lakukan pada Kana hingga dia seperti itu?'
" Mau minum obat? Kelihatannya kamu sakit. " tanya Lily berpura-pura tidak tahu. Kana menggeleng, " gak, Ma. Terima kasih, tapi Kana gak apa-apa. "
Para pelayan dan pengawal yang berseliweran selalu mencuri pandang ke Kana, mereka semua tahu apa yang kemarin malam terjadi saat Tuan mereka mengirim mereka jauh-jauh dari villa utama. Tapi mereka harus berpura-pura tidak tahu agar Nyonya mereka tidak canggung.
" Nyonya Kana, kemarilah! Ada bintang laut biru yang ingin anda lihat dipinggir pantai " teriak seorang wanita dari luar villa dengan suara kuat.
Seorang pelayan berlari tergopoh-gopoh menuju Kana, " Nyonya, Myra mencari Anda dan mengajak Anda untuk melihat bintang laut biru yang anda inginkan " lontar pelayan itu.
" BINTANG LAUT BIRU?" pekik Kana senang. Ia benar-benar ingin melihat bintang laut yang sering diceritakan Myra itu.
Kana berdiri dengan cepat dan ingin melangkah, namun sepertinya ia lupa bahwa bagian bawahnya masih nyeri. Wajahnya memucat seketika, menahan rasa sakit yang menyerangnya.
" Sayang? Sakit?" tanya Damian segera berdiri dan memastikan keadaan istrinya. Kana mengangguk sambil menggigit bibir, rasanya ia ingin menangis saja karena seluruh rasa pegal dan nyeri tak kunjung hilang.
" Mau ke depan? Aku gendong ya?"
" Nyonya cepatlah! Bintang lautnya akan segera dikembalikan ke dalam air " teriak Myra lagi. Kana melangkahkan kakinya, " gak apa-apa, aku bisa jalan sendiri " ucapnya pada Damian.
Ia mengikuti Myra menuju pinggiran pantai itu melihat bintang laut, ia benar-benar terpesona pada warna biru yang dimiliki oleh bintang laut itu. Sementara Damian mengekori Kana dengan hati yang tak tenang, istri kecilnya benar-benar bersikeras berjalan kesana kemari dan menahan rasa sakitnya.
" Kana, waktunya makan. " ujar Lily yang merasa sudah saatnya Kana berhenti berjalan dengan ekspresi tidak enak itu.
Damian bergerak maju dan langsung menggendong Kana, wanita muda itu memekik kaget, " kenapa Dami?" tanyanya.
" Saatnya makan, dan berhenti memaksakan diri berjalan seperti itu. Kamu kesakitan. " ucap Damian dengan rasa kesal yang tak bisa diungkapkan. Kana menghembuskan napas lelah, benar juga.
*****
Kana makan dengan pelan, ia sedikit tidak bernafsu makan. Para pelayan meliriknya khawatir, " ada yang ingin anda makan, Nyonya? Kami akan meminta koki menyiapkannya. "
" Tidak, terima kasih. Aku hanya sedang tidak enak badan saja. " jawab Kana dengan senyum menenangkan.
Damian meletakkan sendok makannya, ia benar-benar bingung harus bagaimana. Istrinya sama sekali tak mau dipanggilkan dokter tapi Kana benar-benar terlihat lemas tak bertenaga.
" Mau makan dikamar saja?" tawar Damian pada Kana.
" Gak, ini sudah selesai. "
Raven muncul dengan wajah tegang, " Tuan, Ibu tiri Nyonya datang ke mansion sejak tadi pagi buta dan belum mau pergi sampai sekarang. "
" Ibu tiriku? " tanya Kana memastikan.
" Benar, Nyonya. Ibu tiri Anda bersama adik tiri Anda juga, duduk diluar gerbang sejak tadi pagi. " jawab Raven.
" Sayang, jangan dipikirkan. Biarkan saja, nanti juga dia akan pulang jika sudah lelah " ucap Damian agar Kana tak khawatir.
" Enggak bisa dibiarkan, Ibu bukan orang yang akan menyerah begitu saja. " balas Kana. Wajahnya terlihat cemas, ia tau sifar ibu tirinya.
Lily memperhatikan raut wajah Kana, " kamu istirahat dulu saja, Kana. Nanti Raven akan memberikan laporan secara berkala mengenai Ibu tirimu. "
" Benar, istirahat dulu. Kamu terlihat semakin pucat " tambah Damian.
Kana mengangguk, " ya, Damian bisa otlong gendong aku ke kamar? Rasanya tenagaku benar-benar habis. " pinta gadis itu dengan suara lemas. Damian dengan sigap langsung menggendong istrinya. Orang yang mendengar mengenai ibu tiri Kana langsung menampilkan raut wajah kesal, " nenek sihir itu pasti hanya akan menyusahkan Nyonya lagi " gumam mereka.
" Berhati-hati saat bicara, jangan sampai Kana dengar " tegur Lily.
" Sepertinya ibu tiri Nyonya benar-benar tidak akan menyerah begitu saja seperti yang Nyonya bilang. " lontar Raven.
" Yah, biarkan saja. Aku yang akan menghadapinya jika memang sampai itu terjadi. " balas wanita paruh baya itu dengan raut wajah serius.