Kana berjalan didepan Damian dengan raut wajah kesal, ia benar-benar malu karena rencananya untuk tidur siang dengan pria itu diketahui oleh semua orang.
" Kamu malu, sayang?" tanya Damian yang gemas pada aksi kesal Kana.
" Iya, malu. Kamu ngapain sih bicara soal tidur tidur siang didepan orang banyak begitu?" gerutu Kana.
" Iya sayang, maaf. Aku yang salah. " aku Damian agar istrinya tidak lagi kesal dan masalah selesai. Jika berurusan dengan wanita, mengaku salah dan meminta adalah jalan keluar terbaik menurutnya.
" Tapi, rencana tidur siang kita bagaimana? Bukankah kamu sedang datang bulan?" sambung Damian.
" Udah selesai. " cicit Kana malu. Oh, yang benar saja siang-siang begini mereka membahas hal seperti ini?
Damian berdeham menetralkan rasa senangnya, " kamu... mau ?" tanya pria tinggi itu pelan.
" Kamu kenapa nanya sih! Astaga. Jadi malu " pekik Kana berlari meninggalkan Damian.
Dengan langkah lebar pria itu menyusul istrinya, Kana tampak semakin mempercepat larinya ketika melihat Damian hampir mendekatinya.
Tangan kekar pria itu meraih pinggang Kana, " aku akan membersihkan tubuhku terlebih dahulu dan berganti pakaian, kamu mau ikut?" tawar pria itu dengan nada maskulin.
" Enggak, aku mau main dan cek keadaan pengawal dulu. " tolak Kana dengan wajah malu.
" Hm, aku sedikit kecewa. Tadi aku bertarung sepenuh hati karena mendengar ada yang mau tidur siang bersamaku hari ini. " rajuk Damian. Matanya menatap Kana yang tertawa riang dengan rambut kerkibaran karena angin pantai, sungguh pemandangan yang membuat hatinya berdebar.
" Gak jadi tidur siang, ntar malam aja. " kilah Kana. Kakinya menendang-nendang pasir didepannya untuk mengalihkan rasa gugupnya.
" Nanti malam, benar kan? Jangan gagal lagi. " bisik Damian memastikan.
" Iya Damian, sabar makanya. " kekeh gadis itu menampilkan lesung pipinya.
" Kadang aku penasaran, sayang. " ujar Damian dengan wajah serius. Kana menanggapi dengan serius juga, " penasaran apa?"
" Apa yang dipikirkan Tuhan ketika menciptakan kamu? Kenapa kamu begitu mempesona?" Damian bertanya dengan mata yang menatap Kana dalam, gadis itu dapat merasakan perasaan tulus yang Damian tunjukkan.
" Mungkin sambil memikirkan kamu? Makanya, kita dipertemukan. " canda Kana.
Kekehan merdu dari Damian membuat Kana refleks tersenyum, " benar juga. All i need is you, Kana. " ucap pria itu. Wajahnya mendekat, Kana tau apa yang akan terjadi.
Bibir Damian mendarat dibibir kecil miliknya, menyesapnya perlahan, membuat Kana terbuai dalam hangatnya ciuman lelaki itu. Suami istri itu melepaskan tautan bibir mereka, Damian menunduk dan menempelkan keningnya pada Kana.
" Aku mandi dulu, seperti yang kamu lihat. Tubuhku kotor. " kata Damian lalu berlalu pergi. Mata dan nada pria itu tampak murung ketika mengatakan tubuhnya kotor.
" Nyonya, " Raven dan Lily muncul tak lama setelah kepergian Damian.
Mata kana menelusuri penampilan Raven yang biasanya rapih kini tampak berantakan dengan kemeja yang mencuat dari celananya, " Raven, bagaimana keadaanmu? Apakah kamu terluka?"
" Saya baik-baik saja, jangan khawatir, Nyonya. " jawab Raven dengan senyum hangat.
" Mama bagaimana? Tadi Mama kan berdiri didepanku. "
" Mama baik-baik saja, Kana. " mata Kana menelisik tubuh Lily untuk memeriksa. Syukurnya, memang Lily maupun Raven tidak terluka.
" Pengawal yang terluka dimana? Aku ingin melihat keadaan mereka. " pinta Kana. Gadis itu tampak khawatir pada para pengawal yang bisa saja terluka parah akibat masalah tadi.
Raven melirik Lily, dengan samar Lily mengangguk. " Para pengawal ada di klinik, mereka yang terluka sedang ditangani oleh Dokter Elise dan rekan-rekannya. " sahut Raven.
" Tolong antar aku kesana ya Raven. "
Pria berambut coklat itu mengangguk, " kita akan menunggu pengawal lain terlebih dahulu baru bergerak, Nyonya. "
*****
Dengan langkah terburu-buru Kana menuju klinik di pulau itu yang ternyata cukup besar, sekelilingnya tersebar banyak pengawal untuk memastikan keamanan gadis itu.
" TYRON!" jerit Kana ketika masuk ke dalam klinik. Semua pengawal dan dokter dibangsal khusus itu menoleh, " ah, maaf sepertinya suaraku terlalu kuat, "
" Nyonya, Anda kenapa kemari? Disini banyak orang terluka dan darah, Anda jangan lihat. Itu pasti akan terlihat menakutkan. " lontar Tyron yang saat ini luka di perut kotak-kotaknya sedang dibalut oleh dokter. Para pengawal yang sedang bertelanjang dada refleks menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka, mereka bukannya malu melainkan takut pada Damian jika saja pria itu mengetahui bahwa Kana melihat tubuh telanjang dada para pengawal. Bisa-bisa, luka mereka bertambah karena amukan sang Tuan.
" Tyron, kenapa kamu bisa ditusuk diperut sih?" tanya Kana dengan mata berkaca-kaca. Didekatinya tempat tidur yang ditempati Tyron, " eh salah, maksudnya kenapa kamu bisa tertusuk?" ralat Kana.
" Saat bertarung kami tidak bisa selalu melindungi tubuh kami, Nyonya. Terkadang memang bisa seperti ini. Kami semua sudah terbiasa. " jawab Tyron menenangkan.
Mata kana menyapu seisi ruangan, memang pengawal yang terluka hanya belasan jika dibandingkan dengan kelompok Loma yang hampir semuanya terluka.
" Maaf karena sepertinya kehadiran saya disana tadi malah memperparah suasana " ujar Kana dengan suara penuh penyesalan. Memang benar, jika saja ia tidak muncul disana tentu saja Loma dan teman-temannya tidak akan menyerang pengawal disana untuk menculik Kana.
" Cepat atau lambat memang mereka pasti akan seperti itu dengan atau tanpa kehadiran Anda, Nyonya. Jangan merasa bersalah, mereka juga memang akan kami serang karena mereka adalah pelaku yang mengedarkan obat-obatan. Tapi, terima kasih karena sudah mengkhawatirkan kami, Nyonya. " jawab Tyron mewakili semuanya.
" Jarang ada orang yang mengkhawatirkan kami. " celetuk Leo yang sedang mengobati kepalanya sendiri.
" Benar, Nyonya. Anda yang mengkhawatirkan kami ini benar-benar membuat kami terharu " sahut yang lainnya.
" Aku sudah menganggap kalian keluargaku. " ujar Kana pelan. Mata para pengawal melotot, sedikit tidak percaya jika Kana menganggap mereka yang hanya seorang pengawal layaknya keluarga. Tidak sepenuhnya pengawal sih, karena sebenarnya mereka adalah anggota mafia yang berkamuflase sebagai pengawal berjas rapi.
" Kana memang menganggap kalian keluarga. " lontar Damian yang baru saja masuk ke dalam bangsal khusus di klinik itu.
" Dia bahkan berkata pada saya, ' aku malah lebih tidak terbiasa melihat kamu yang hanya menonton ketika keluarga kita yang lain terluka'. " Damian memperagakan ulang ucapan Kana tadi.
" Berlatihlah lebih keras, agar lain kali tidak terluka lagi dan membuat Kana khawatir sampai nyaris menangis seperti ini. " gumam pria itu pada Kana yang memang terlihat akan segera meneteskan air mata ketika memandangi luka para pengawal.
Tyron dan teman-temannya melemas, Damian benar-benar pintar menyiksa orang. Tapi, demi Nyonya mereka yang baik hati bagai malaikat itu mereka siap melakukan latihan seberat apapun.
" Terima kasih karena sudah menganggap kami sebagai keluarga Anda, Nyonya. Kami juga menganggap Anda benar-benar berharga. " ujar beberapa orang.
Damian berdeham, sebenarnya ia cemburu karena istrinya memperhatikan orang lain.
" Biarkan mereka beristirahat, sayang. Tampaknya mereka memang membutuhkan perawatan penuh, jadi kita tidak boleh mengganggu mereka. " ujar Damian dengan senyum yang tampak mengerikan dimata bawahannya.
" Aku pergi dulu, selamat beristirahat semuanya. Semoga cepat membaik luka-lukanya ya" pamit Kana melambaikan tangannya.
" Selamat beristirahat, terima kasih atas hari ini. " ujar Damian berterima kasih dengan tulus. Bawahannya menyadari bahwa Damian mulai sedikit manusiawi. Jika dulu, sebelum kehadiran Kana jangankan berterima kasih, sepatah kata pun tak akan keluar dari bibir pria dingin dan kejam itu meskipun ada bawahannya yang meninggal.
Kana, benar-benar mengubah banyak hal bagi Damian maupun orang lain dikelompok itu. Suasana mereka tak lagi dingin dan kaku, kini mereka bahkan bisa bercanda dan Kana sering mengajak mereka bermain hingga makan bersama.