Kedua pangkal bahu Ghea merosot turun tanpa permisi sedikit pun saat benda pipih yang sedang dia genggam lagi-lagi menunjukkan hasil yang tak sesuai dengan ekspektasinya. Hanya satu garis yang berada di sana. Ghea Laurensia kembali gagal menjadikan Haris Setiawan sebagai seorang ayah.
"Sayang ...."
Teriakan dari luar pintu kamar mandi membuyarkan Ghea dari lamunannya. Air mata yang sedikit lagi akan menetes akhirnya terurungkan saat mendengar teriakan dari lelaki yang telah menjadi imamnya selama lebih dari tiga tahun tersebut.
"Iya, Mas. Tunggu!" teriak Ghea dengan nada parau menahan tangis.
KREK~~~
Dari raut wajah yang berselimutkan mendung tersebut, Haris bisa menyimpulkan kalau lagi-lagi dia dan juga Ghea belum diberikan kepercayaan untuk menjadi seorang tua.
Jika ada yang bisa disalahkan dalam hal ini mungkin adalah Haris, bukannya Ghea.
Haris lalu membimbing Ghea untuk duduk di bibir ranjang yang selalu menjadi saksi bisu penyatuan kedua insan yang telah mengikat cinta mereka dalam janji suci pernikahan.
Haris Setiawan juga Ghea Laurensia telah menikah selama 3 tahun lebih. Namun, Sang Pencipta belum juga berbaik hati untuk menghadirkan buah cinta agar rumah tangga mereka menjadi lebih berwarna.
"Mungkin Allah ingin kita untuk pacaran lebih lama, Sayang," ucap Haris sambil membawa Ghea dalam pelukannya. Entah bagaimana caranya bagi Ghea pelukan Haris seolah menjadi candu memabukkan untuknya.
Dalam pelukan Haris Ghea terus terisak. Dan Haris hanya membiarkan Ghea menangis sebanyak yang dia mau. Karena hanya dengan menangislah hati wanita berparas cantik tersebut bisa kembali lapang.
"Setelah ini tidak ada lagi yang bisa buat kamu menangis." Tapi Ghea seperti menulikan telinganya tak mendengar apapun yang diucapkan oleh sang suami.
Setelah sesak yang bersarang di hatinya sudah mulai menghilang sedikit demi sedikit Ghea akhirnya memberi jarak antara dia dan suami.
"Kamu kemasi barang-barang kamu, ya!" Sontak saja titah yang terucap dari mulut Haris membuat kedua alis Ghea saling bertautan satu sama lain dan kedua matanya memicing menatap Haris penuh selidik. Haris mengerti juga sangat paham atas yang kini ada di benak Ghea.
"Kita akan pindah, aku tahu selama ini kamu tertekan dengan semua ucapan Tante Serena 'kan? Jadi mari kita mulai hidup baru kita di istana yang baru juga." Ghea diam tak bergeming menanggapi apa yang terlontar dari mulut Haris barusan.
Setelah bisa mencerna dengan baik apa yang diucapkan oleh Haris, Ghea kembali membawa dirinya masuk ke dalam dekapan sang suami saat ini.
"Terima kasih sudah mencintaiku tanpa kata tapi ataupun tanpa kata karena, Mas."
"Sudah kewajiban aku untuk memperlakukanmu layaknya ratu, Ghe."
~~~
Saat nabastala mulai berubah warna menjadi jingga, Haris dan juga Ghea yang tiba di istana cinta merek yang baru. Ghea sampai lupa caranya berkedip saat dia tiba di rumah baru yang menurut Haris dia beli dari hasil jerih payahnya yang kemudian persembahkan untuk satu-satunya ratu di kehidupannya siapa lagi kalau bukan Ghea Laurensia, wanita yang diam-diam telah mencuri detak jantungnya sejak dia masih berseragam putih abu-abu.
"Mau lihat dalamnya?" ajak Haris sambil menarik tangan sang istri penuh kelembutan. Bak kerbau yang dicolok hidungnya Ghea menurut saja tanpa mau memberikan bantahan bahkan penolakan.
Jika area luar saja bisa memukau Ghea yang notabenenya mempunyai memiliki selera yang cukup tinggi lantas bagaimana jika melihat interior dalam yang tak kalah memukaunya.
"Mas, ini benar-benar rumah kamu?" tanya Ghea sembari mengedarkan pandangannya guna mengabsen setiap sudut rumah.
"Auw, sakit!" pekik Ghea kala Haris mencubit pelan hidung kepemilikan sang istri.
"Ini rumah kita, istana cinta kita, aku rajanya dan kamu ratunya," jelas Haris penuh damba.
"Dan raja identik juga dengan yang namanya selir," sindir Ghea seraya menarik sebelah ujung bibirnya membuat sebuah senyum durjana.
Tiga tahun hidup bersama dengan Ghea tentu saja membuat Haris paham betul bagaimana cara terampuh untuk memenangkan kembali hati sang istri.
Haris lekas membawa Ghea dalam dekapannya. "Di hati ini sudah terlalu sesak dengan nama seorang Ghea Laurensia. Kamu harta yang paling tak ternilai di hidupku, aku tidak mungkin menukar dengan apapun."
Haris memang paling tahu caranya untuk membuat Ghea terbang ke awang-awang. Jatuh cinta pada Haris adalah definisi dari gumoh tapi candu untuk Ghea.
"Beneran?" tanya Ghea lalu mendongak menembus masuk ke dalam dua manik mta Haris dalam-dalam. Ghea bisa bernapas lega saat yang dia temukan di sana hanyalah kejujuran. Tak ada sedikit pun dusta yang Ghea dapati kala melihat sang suami memberinya jawaban lewat gerakan kepala naik turun.
"Mau lihat kamar kita?" Tawaran yang diberikan Haris tentu saja tidak akan pernah disia-siakan oleh Ghea.
"Mas!" seru Ghea dengan tatapan tak percaya sama sekali, kamar utama ini sungguh sangat indah untuk Ghea pandang.
"Hem …." Haris hanya menjawab deheman kecil saat Ghea memanggilnya dengan nada yang penuh dengan rasa takjub.
"Ini kamar kita?" Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang sedari awal sudah dijawab Haris sedari awal. Bukankah tadi Haris sudah menawarkan sebelumnya pada Ghea maukah dia ke kamar utama. Jadi sudah jelas dari tadi 'kan kalau kamar ini adalah kamar milik Haris Setiawan dan juga Ghea Laurensia.
"Mas apa ini nggak berlebihan?"
Jelas saja kalau Ghea menganggap apa yang diberikan Haris kali ini benar-benar berlebihan, tiga tahun hidup seranjang dengan lelaki itu membuat Ghea mengenal kalau sang suami adalah orang penuh perhitungan untuk hal-hal yang tidak penting.
Ghea sebenarnya juga tidak mau naif, dia ingin sekali ingin hidup hanya berdua dengan sang suami, karena tante dari Haris selalu saja mendesak Ghea untuk memberikan Haris momongan.
Aneh saja pikir Ghea, mama mertuanya saja tidak merasa keberatan kalau dia tak bisa hamil sekarang, lalu kenapa justru Tante Serena yang kebelet sekali ingin menggendong cucu.
"Untuk wanita seberharga kamu tidak ada kata berlebihan."
Tiba-tiba relung hati terdalam Ghea begitu terenyuh saat mendengar kata terlontar dalam diri mulut Haris. Raut wajah sendu yang ditampilkan oleh Ghea bisa sangat mudah dibaca oleh Haris.
"Hei … kamu kenapa kok murung wajahnya? Aku ada salah ngomong?"
Ya begitulah Haris selalu bertanya di mana letak salah juga kekurangannya. Karena kenapa? Karena dia ingin terus menjadi yang paling baik dalam hal menyayangi dan mencintai Ghea Laurensia.
Bersambung ….