Disinilah Naura sekarang terkunci di dalam mobil dan hanya menyandarkan punggungnya pada jok sambil memperhatikan Aldi yang bolak-balik dengan membawa berbagai macam barang bawaan yang akan dibawa ke rumah orang tuanya.
Laki-laki tidak membiarkan Naura untuk keluar dari dalam mobil.
"Akhirnya," ucap Aldi begitu telah duduk pada jok pengemudi dan menatap Naura.
"Sudah kamu hitung semua Mas?" tanya Naura sedikit memperlihatkan raut wajah yang tidak bersahabat.
Bagaimana pun juga Naura sangat khawatir jika masih ada satu barang yang terlupakan. Naura telah menyiapkan barang-barang itu dari beberapa hari yang lalu jadi sangat disayangkan jika meningggalkan satu barang sekalipun.
Aldi menghela napas beberapa kali karena memasukkan barang ke dadalam mobil juga menguras sedikit energinya. Aldi akui jika barang bawaan istrinya sangat banyak, lebih tepatnya memperbanyak barang bawaan yang akan diberikan kepada papa dan Fadil sedangkan barang bawaan mereka hanya tersedia pada satu koper. Sangat sedikit jika dibandingkan dengan barang bawaan yang akan diberikan kepada papa dan Fadil.
Aldi sangat mengerti tentang keadaan ini, Naura adalah seorang wanita dalam keluarganya. Sebelum menjadi istri sahnya Naura selalu menyiapkan kebutuhan keluarganya meski tidak setaip hari karena terhalang oleh jarak menempuh pendidikan yang berbeda kota.
Naura menyempatkan diri untuk pulang jika hari libur, Aldi tahu karena seterbuka itu Naura kepadanya. Menceritakan keluarganya serta semua kondisi yang terjadi sebelum pada akhirnya Aldi memilih untuk menjadikan Naura seorang istri.
"Sudah aku hitung semua ada dua puluh kotak," sahut Aldi menatap Naura dengan tatapan lembut menyakinkan jika Aldi tidak melupakan satu barang sekali pun.
Aldi tahu jika barang bawaan itu telah disiapkan Naura sejak beberapa hari yang lalu sebelum keberangkatan hari sekarang.
"Sudah kamu pastikan Mas?" tanya Naura yang memperdengarkan intonasi tidak main-main.
Naura lelah akan tetapi jika tidak ada satu barang yang tertinggal itu sangat membuat dirinya senang.
Aldi tidak dapat menahan diri untuk tidak tersenyum.
"Aku tidak ingin bercanda Mas, semua sudah kamu masukkan belum? Aku ingin mengeceknya sekali lagi, aku tidak ingin ada barang yang tertinggal. Semua barang itu menjadi kebutuhan yang pokok," kata Naura panjang lebar tetapi melihat respon suaminya hanya tersenyum dan memainkan kedua alisnya membuat Naura sedikit kesal.
"Aku tidak ingin bercanda Mas." Naura membanting punggungnya pada jok.
Naura sangat kesal sekarang, semua perkataannya tidak mendapat respon yang diinginkan.
"Sudah sayang," ucap Aldi lalu mengelus lengan atas Naura, tahu jika mood istrinya sedang tidak baik.
"Tidak ada yang tertinggal, tadi Mas juga sudah menghitung dan mengecekanya. Sungguh."
Benar, tadi Aldi sudah mengeceknya dan tidak ada yang tertinggal juga rumah sudah terkunci.
"Terus kenapa justru tersenyum ketika aku bertanya mengenai hal yang serius. Aku tidak ingin bercanda," keluh Naura tidak mau menatap Aldi.
"Kamu lucu."
"Aku memang lucu, kamu saja yang telat menyadarinya."
"Gemes aku jadinya."
"Kamu terlalu seperti anak kecil," pungkas Naura, barulah menatap Aldi.
Tangan Aldi yang tadinya menelus lengan atas Naura kini beralih pada kepala Naura dan senyum dibibirnya belum juga menghilang.
"Iya maaf Mas salah." Aldi nyengir kuda.
Naura menghela napas.
"Sudah tahu letak kesalahannya?"
Aldi mengangguk.
"Bagian mana?"
Ketika kita mencintai pasangan kita dengan semua kelebihan dan kekurangan tidak akan pernah merasa bosan setiap bersama. Ketika ada masalah selalu diselesaikan bersama dan saling merespon dengan baik.
Jika sifat Aldi yang akan seperti anak kecil tidak jauh berbeda dengan Naura yang akan berubah menjadi anak kecil ketika sedang marah.
"Karena Mas tidak mau kamu kecapean, terus menghitung barang berulang kali juga mengeceknya berulang kali. Makanya Mas kurung kamu disini, sudah mas pastikan jika tidak ada barang yang tertinggal. Kamu percaya?" tanya Aldi yang kali ini menghilangkan dulu senyuman dibibirnya.
Menyesuaikan diri pada setiap kondisi itu sangat penting.
Naura terdiam lalu mengangguk pasrah.
Aldi tersenyum dengan tangan yang masih belum terangkat pada kepala Naura. Masih setia memberikan kenyamaan kepada wanitanya tersebut, gerakan yang membuat wanita siapa saja merasa damai dan tenang.
"Kamu tadi yang mengingatkan mas untuk segera bersiap karena tidak mau tertinggal melihat sunrise."
Naura tidak meresponya.
"Tapikan Naura hanya mengeceknya."
"Iya, mas yang salah. Mas minta maaf ya," sahut cepat Aldi.
Percayalah, Aldi sangat tidak bisa melihat raut wajah Naura yang tidak bersahabat. Itu sangat menyiksa, biarlah Aldi selalu melihat raut wajah istrinya itu berseri dan juga memperlihatkan kedua bola mata yang berbinar.
Itu sangat membuat Aldi damai dan tenang.
Naura tersenyum sangat tipis tetapi itu sangat terlihat jelas oleh Aldi dan langsung meresponnya dengan senyuman lebar.
"Mau peluk?"
Naura menggelang.
"Baiklah." Aldi pasrah, "Mas juga minta maaf karena justru senyum-senyum sediri ketika kamu berkata tadi."
Sangat sayang dan cinta Naura kepada Aldi, laki-laki yang menurut Naura begitu peka dengan keadaan mereka berdua. Laki-laki yang dengan mudahnya meminta maaf dan tahu letak kesalahannya ketika ditanya bagian mana yang perlu dimaafkan.
"Kenapa kok senyum-senyum tadi?"
Aldi tidak langsung menjawab tetapi senyuman kembali terbit pada bibirnya.
"Kan mulai lagi, ada yang salah dengan penampilanku kali ini?"
Aldi menggeleng.
"Terus apa mas?"
Senyuman dibibir Aldi mengembang dua kali, sangat lebar sehingga memperlihatkan deretan gigi putih dan rapi itu.
Terkadang Naura memikirkan dua laki-laki dalam waktu yang bersamaan ketika melihat penampilannya. Dia adalah suaminya dan juga Felix, dua laki-laki yang terlihat sangat mahal serta terlihat seperti sangat sulit untuk disentuh itu kini menjadi bagian hidup dan juga bagian dari keluarga kerjanya.
"Kamu tidak menyadarinya?"
Langsung saja Naura menggeleng karena memang Naura tidak tahu apa yang sebenarnya terlihat pada sudut pandang suaminya. Sepertinya Naura tidak menghancurkan penampilannya hari ini, Naura yakin karena tadi sudah mengecek dirinya pada cermin di dalam kamar. Penampilannya sudah seperti biasanya, hanya memakai make up yang sangat tipis jika keluar dari rumah serta dress yang dipakainya juga terlihat sopan dan bagus.
Iya, itu memang sudut pandang Naura yang menilai.
"Apa aku harus mencuci muka dan mengganti pakaian? Sepertinya ada yang salah dengan penampilanku kali ini?" Naura mengecek penampilannya sampai harus mengambil ponsel di dalam tasnya.
Mengaktifkan layar dan melihat gambar wajahnya yang sungguh tidak menampilkan apa-apa. Maksudnya tidak ada make up yang aneh.
Naura dengan cepat memalingkan wajah kepada Aldi.
"Apa Mas? Aku sangat tertekan sekarang."
Aldi tertawa terbahak dan itu menurut Naura sangat tidak wajar.
"Baiklah terserah kamu saja mas dan segera lajukan mobilnya."
Aldi sampai harus memegang perutnya serta beberapa kali menghela napas agar menyingkirkan tawa yang masih terselip pada dirinya.
"Iya mas minta maaf, kamu lucu ketika…"
Dret dret dret
Kalimat terpotong ketika terdengar suara ponsel Aldi berdering.
"Siapa mas?"