"Sudah aku katakan jika untuk satu minggu kedepan saya cuti, kenapa masih menelpon"
"Maaf Pak, ada seorang wanita yang ingin bertemu dengan bapak"
"Wanita"
"Iya pak"
Aldi menjauhkan ponsel dari telinganya dan melihat siapa saja yang menelponya hari ini.
Dari sekian dering telpon hari ini memang baru inilah Aldi mengangkatnya dan itu kebetulan ketika Aldi berada di dalam mobil sehingga langsung saja mengangkat dering telpon yang masuk. Tahu jika Naura selalu mengomel jika saja Aldi dengan saja memutuskan sambungan telpon karena takut ada pekerjaan yang mendesak tentang urusan pekerjaan.
"Siapa?"
"Dia sama sekali tidak membuka mulut hanya saja memberikan kartu nama bapak dan juga kakek. Saya tidak berani untuk mengusir wanita tersebut takut jika itu tamu bapak"
Aldi sudah tahu siapa yang dimaksud wanita tersebut, hanya satu wanita yang dari dulu bisa melakukan itu. Wanita yang selalu mudah untuk berjalan keliling disekitarnya dan juga keluarganya.
"Biarkan saja, anggap saja tidak ada seorang pun di ruangan saya"
"Baik pak"
"Dan satu lagi, semua dokumen yang dibutuhkan untuk rapat sudah saya masukkan ke dalam file buka di laptop kamu'
'Baik pak'
Sambungan telpon terputus barulah Aldi membalikkan tubuhnya dan melangkah kembali masuk ke dalam mobil.
'Haruskah aku bertanya sekarang?' batin Naura.
Rasanya sudah cukup beberapa hari ini Naura menyimpan pertanyaan itu, meski ingin sekali membuang pertanyaan itu kenyataannya Naura selalu saja masih memikirkannya.
Memikirkan bagaimana wanita cantik dan modis itu saat membicarakan laki-laki yang sudah empat tahun selalu ada disampingnya dan mengisi penuh hari-harinya.
Kenyataannya Naura masih sangat memikirkan jawaban langsung dari Aldi, pemikiran yang tidak karuan beberapa hari sangat menguras energinya.
"Sudah siap?"
Pertanyaan yang memalingkan wajah Naura dari kaca jendela. Ketika Aldi keluar dari mobil dan saat mengangkat telpon yang lain dari biasanya tidak luput dari perhatian Naura.
Rasanya sangat berbeda, berbedaan yang Naura rasakan saat ini. entah karena pikirannya lain dari biasanya atau memang Aldi telah berubah, lagi-lagi Naura tidak bisa menyimpulkan jawaban atas semua ini.
Kadang Naura sangat iri kepada Gisel, sahabatnya yang satu itu selalu bisa membuka mulut dan langsung bertanya ketika ada sesuatu yang muncul dibenaknya. Sahabatnya itu selalu tanggap perihal tersebut, sehingga memang kehidupan Gisel tidak pernah ada kata tertekan karena menyembuyikan pertanyaan dan memikirkan sendiri jawaban atas pertanyaan yang seharusnya bisa mendapat jawaban.
Naura bukanlah Gisel, Naura wanita dengan semua sikap dan perilaku yang sudah membentukkan sampai sekarang. Selalu memikirkan ketepatan dan resiko padahal semua itu belum dilakukannya.
Naura hanya ingin mencari waktu yang tepat tetapi disisi lain Naura juga berpikir jika hanya ada mereka berdua tidak ada orang lain. Seharusnya Naura memang sudah menanyakan perihal ini secepatnya kepada Aldi.
Tidak perlu menunggu waktu yang tepat, selama ini Aldi selalu memberikan kebahagiaan kepada Naura. Pikiran yang mengarah kepada hal yang kurang baik memang seharusnya Naura hilangkan. Itu sangat tidak baik untuk segalanya.
"Kenapa?" tanya Aldi ketika melihat wanita tercintanya seperti sedang memikirkan sesuatu.
Tanpa Aldi bertanya pun Aldi langsung bisa menyimpulkan jika Naura memang sedang memikirkan sesuatu.
"Apa kamu tidak enak badan? Sepertinya kamu kelelahan, sudah aku ingatkan jika kamu seharusnya beristirahat dan semua makanan bisa dibeli." Aldi mengusak pelan kepala Naura dan tatapan Naura belum juga teralihkan kepada Aldi dan saat itu juga lagi-lagi ada perasaan yang sangat aneh, perasaan yang sangat takut kehilangan.
Naura memang terlalu takut kehilangan Aldi, laki-laki yang sangat dicintainya ini. Laki-laki yang menjadi pilihan Naura sendiri untuk menjadi pendamping hidupnya.
Mulut Naura terbuka akan tetapi sudah lebih dulu ditutup oleh Aldi dengan menggunakan tangannya.
"Iya maaf, Mas tidak bermaksud untuk berkata demikian. Pasti kamu sangat ingin memasakkan papa dan Mas Fadil, Mas tahu jika kamu juga ingin menomor satukan masakanmu kepada orang-orang yang kamu sayang termasuk Mas tapi jika kamu sakit itu mereka bertiga akan sangat merasa bersalah karena Tuan putrinya sakit kelelahan untuk masak semua makanan bagi mereka."
Rasanya sangat damai ketika ada orang yang sangat benar-benar mengetahui perasaan kita. Selalu dimengerti dan selalu diperhatian, diberikan banyak kasih sayang dan banyaknya kebahagiaan. Itulah yang saat ini Naura rasakan, memiliki tiga laki-laki yang sangat baik memberikan semua yang sudah tersebut tadi.
Naura sangat bersyukur atas semuanya.
Naura menggeleng sangat lemah, Naura begitu rapuh jika sudah seperti ini.
"Terus kenapa? apa Mas punya salah? Mas minta maaf? Tanya Aldi memusatkan seluruh perhatiannya kepada Naura sampai memiringkan tubunya untuk melihat wanita disampingnya.
Melihat raut wajah dan tingkah Naura berubah sedikit saja sudah sangat membuat Aldi kepikiran. Dunianya tidak boleh gelap dan harus terang selalu, dunia yang selalu berwarna dan menyala terang. Memberikan kedamaian yang sangat luar biasa.
"Kamu minta maaf karena apa?" tanya Naura setengah berbisik.
Naura sangat merakan jika air matanya tiba-tiba menggumpal pada kedua matanya.
Aldi menghela napas sangat pelan dan panjang, baru saja beberapa kali Naura memanggilnya dengan Mas dan sekarang sudah berganti dengan kamu. Tidak ada masalah memang panggilan tersebut, Aldi tidak pernah mempermasalahkan itu. Hanya saja Aldi selalu suka jika dipanggil Mas oleh Naura, Aldi rasa itu sangat lucu dan terdengar menggemaskan serta itu pula yang tadi membuat Aldi tersenyum lebar saat ada perdebatan kecil dengan Naura di dalam mobil ini.
Pertanyaan yang belum dijawab oleh Aldi karena deringan ponsel tadi.
"Istriku cemberut," jawab Aldi mengumbar senyum termanisnya yang Aldi hanya memperlihatkan kepada orang-orang yang Aldi sayangi.
"Mas ingin dipeluk."
Sungguh perkataan yang semakin membuat Aldi tersenyum lebar, perkataan yang bertingkat kebahagiaannya sebab Naura kembali memanggilnya dengan sebutan Mas.
Langsung aja Aldi menarik pelan tubuh istrinya dan masuk kedalam pelukan terhangatnya. Mencium beberapa kali pucuk kepala Naura dan tangan Aldi yang memeluk erat istrinya.
"Sayang banget Mas dengan Istri Mas, jangan suka cemberut ya sayang. Mas sangat kepikiran kalau kamu cemberut kalau ada sesuatu langsung sampaikan. Jangan memikirkan sesuatu yang belum tentu kebenarannya mengenai apa saja, jika capek istirahat jangan terlalu sibuk dengan pekerjaan. Jika ingin sesuatu langsung minta kepada Mas Aldi yang sangat ganteng ini, semua akan Mas berikan tapi Mas mohon jangan menampilkan wajah cemberut Mas takut."
Tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu Naura memukul dada bidang suaminya akan tetapi pukulan yang justru mendapat balasan pelukan yang semakin erat dan bertambah menggila pula Aldi menciumi pucuk kepala Naura.
Naura tersenyum menyadari betapa konyolnya suaminya itu yang memang beberapa kali memperlihatkan sikap percaya dirinya yang lumayan tinggi juga sesayang itu Naura kepada Aldi.
"ALDI DADAKU SESAK."