Mendengar teriakan Naura yang spontan serta tepat di telinga Aldi, Aldi langsung melonggarkan pelukan Naura dan menatapnya masih dengan tatapan genit.
"Maunya sekarang apa? Apa perlu sekarang kita cek lagi semua barang agar kamu tidak kepikiran tapi beneran istriku, mas sudah dengan teliti menghitung dan sudah mas masukkan semua. Tidak ada yang tertinggal," ucap Aldi yang beralih menggenggam kedua tangan Naura.
"Mas yakin?" tanya Naura yang kini sudah merubah raut wajahnya seperti sedia kala.
Jauh dari kata cemberut akan tetapi menenangkan bagi Aldi.
Sebelah tangan Aldi naik keatas mengelus pipi lalu mengusak rambut Naura pelan dan penuh kelembutan.
"Yakin seratus persen tapi kalau kamu tidak percaya kita akan mengeceknya lagi dan maafkan mas tadi." Aldi benar-benar memposisikan diri jika dirinya bersalah atas kejadian tadi.
Tidak seharusnya Aldi sampai harus mengendong Naura untuk segera masuk ke dalam mobil dan tidak mengizinkan Naura untuk menghitung semua barang bawaan yang Naura sudah siapkan jauh-jauh hari.
Iya, lagi-lagi Aldi yang bersalah. Sayang memang jika ada satu barang yang terlupakan ataupun tertinggal karena persiapan untuk membawanya sudah jauh-jauh hari. Betapa kecewanya Naura nantinya jika benar-benar ada satu saja barang yang tertinggal. Sebosan-bosannya Aldi tadi melihat istrinya menghitung dan mengecek ulang barang bawaannya Aldi tidak boleh egois memotong kegiatan istrinya untuk segera masuk ke dalam mobil. Seharusnya Aldi ikut bergabung Naura meski sudah dilarang untuk bergabung setidaknya Aldi bisa mengeceknya bersama Naura tadi.
Perasaan bersalah menyelimuti Aldi sekarang, melihat raut wajah Naura yang sudah kembali pulih justru semakin membuat Aldi bersalah.
Penyesalan yang selalu datang diakhir.
"Ayo berangkat," jawab Naura dengan kedua mata berbinar serta menyunggingkan senyum lebar dan manisnya.
Aldi tidak kuasa melihat itu semua dan secara langsung serta cepat mengecup pipi istrinya yang sangat menggemaskan itu.
"Sekali lagi maafkan Mas, tapi beneran semua barang sudah mas cek dan lengkap juga sudah mas masukkan ke dalam mobil semua."
"Naura juga minta maaf, tadi Naura yang menasehati Mas Aldi untuk segera bersiap agar cepat berangkat dan bisa melihat sunrises tetapi kenyataannya justru Naura yang lambat dan sekarang sudah kelewat lambat," ucap Naura.
Menatap lurus pada kedua bola mata Aldi.
"Kita bisa melihat pulangnya dari rumah papa."
Naura mengangguk dan tersenyum.
"Kita berangkat?"
Sekali lagi Naura mengangguk cepat lalu mobil yang dikemudikan Aldi dengan seorang wanita cantik yang duduk disebelahnya keluar dari gerbang dan tidak lama ada seorang laki-laki yang sudah menutup kembali gerbang yang tidak berukuran besar itu.
Memang benar, jika selalu ada yang menjaga rumah sederhana itu ketika sang pemilik tidak berada dirumah. Seorang laki-laki berumur empat puluh tahun selalu menjaganya da nada istri yang juga membersihkan rumah sederhana itu ketika ditinggal pemiliknya.
***
Seorang wanita yang sudah hampir dua jam duduk di ruangan sedang menunggu seseorang yang belum juga terlihat tanda-tanda kedatangannya.
Kedua tangan yang tidak berhenti untuk mengaktifkan layar ponselnya, hanya satu kali mengirim pesan dan satu kali juga sudah mencoba menghubungi seseorang yang ditunggunya belum juga membalas pesan dan telponya.
Punggungnya mulai lelah dan memilih untuk berdiri, berjalan menuju tembok kaca yang setidaknya bisa membuatnya bersabar sebentar lagi sambil lalu memperhatikan pemandangan kota dari ketinggian sini dan melihat ke bawah betapa ramai dan sesak kota yang ditinggalinya ini.
'Kenapa Aldi, kamu terlalu mudah mengabaikan semua tentangku. Aku sama sekali tidak berubah, aku masih selalu menginginkanmu. Kamu belum mengetahui semuanya, ketika aku ingin menjelaskan semuanya dari apa yang aku alami kamu selalu menolaknya dan selalu menganggap jika aku yang bersalah. Harus bagaimana lagi aku Aldi dan kemungkinan besar aku tidak akan menyerah untuk bersamamu,' batin wanita cantik itu serta merasakan dadanya yang seakan sangat sesak.
Apa yang ingin diucapkan oleh wanita cantik itu selalu tertahan dan tidak ada waktu untuk mengucapkannya. Dia bukan untuk membela diri, hanya saja ingin mencerikan apa yang telah terjadi. Apa yang selama ini Aldi pikirkan sama sekali tidak benar.
Terdengar pintu terbuka dan wanita cantik itu menoleh ke sumber suara. Melihat seorang wanita cantik yang berpenampilan rapi sama seperti dirinya membawa sebuah minuman di atas nakas.
Dua wanita berada didalam ruangan yang sama.
"Apakah Aldi belum juga menuju kesini?" tanya wanita cantik yang dari tadi sudah berada di dalam ruangan ini dengan harapan ingin bertemu dengan Aldi.
Berapa banyak mereka berdua bertemu akan selalu membuat perasaan kurang bagi wanita tersebut sebelum Aldi benar-benar menjadi miliknya seutuhnya.
"Maaf, Nona. Pak Aldi untuk beberapa hari ini sedang cuti dan tidak ingin diganggu oleh siapa saja," jawab wanita yang tadi masuk dengan membawa air diatas nakas.
Menatap lawan bicaranya dan memuji dalam hati betapa indahnya fisik wanita yang ada dihadapannya tersebut. Penampilan yang terlihat begitu elegan dan memang sangat terlihat jika wanita dihadapannya adalah wanita berkelas.
"Siapa yang menyuruhmu menghantarkan minuman?" tanya wanita cantik itu yang sudah duduk di sofa.
Sekali lagi menenggelamkan semua perasaan sakit dan kecewanya dengan memperlihatkan gerakan tubuh yang bisa dikatakan sangat santai.
Wanita sang pembawa minum tidak langsung menjawab dan sudah kembali mendapat pertanyaan.
"Apa Aldi yang menyuruhmu untuk melakukan ini?"
Barulah sebuah gelengan kepala merespon pertanyaan itu.
Wanita cantik yang duduk di sofa dengan sangat tenang itu menghela napas pelan dan sangat panjang. Berharap jika Aldi yang menyuruh seseorang membawakan minuman saja sama sekali tidak mungkin terjadi.
"Pak Anton yang menyuruh saya nona."
Setelah menjawab pertanyaan itu wanita yang membawa minum itu melangkah keluar. Meninggalkan wanita cantik sendiri lagi.
Untuk beberapa detik wanita itu hanya menatap kosong kepada gelas minuman sambil mengumpulkan kembali apa yang sudah menjadi tujuannya.
"Mungkin bukan sekarang akan tetapi dunia terus berputar. Masih ada kesempatan."
Dengan langkah tegas wanita cantik itu melangkah keluar dari ruangan itu. Sebuah harapan besar kembali melekat pada dirinya.
***
"Bagaimana pa, apa masakan Naura tetap enak seperti biasanya?" tanya Naura yang duduk di kursi terdekat dengan kursi yang sekarang Ilham duduki berada dimeja makan.
Ilham tersenyum dan masih dalam keadaan menguyah makananya yang baru saja dimasukkan ke dalam mulut.
"Masih tetap sama, masakan putri papa tetap juara," jawab Ilham memberikan hadiah berupa dua jempol jari kepada Naura serta raut wajah yang benar-benar senang.
Sudah lama rasanya Ilham tidak dikunjungi oleh putri kesayangannya ini. Rumah yang benar-benar sepi jika Naura tidak ada di rumah ini dan itu semua yang dirasakan oleh penghuni rumah ini.
Naura tersenyum begitu lebar.
"Makan yang banyak pa."
Tidak jauh dari meja makan terdapat seorang laki-laki yang tengah berdiri dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Laki-laki yang selalu senang jika melihat interaksi antara putri dan ayah itu, terlihat begitu hangat dan damai.
Interaksi yang belum pernah dirasakan oleh laki-laki itu sebelumnya.
"Ada apa?"