Malam perayaan ulang tahun dari salah-satu rekan bisnis Adinata Ghardian para pembisnis dari seluruh kalangan berada di dalam gedung mewah yang terletak di hotel bintang lima.
Banyak pebisnis muda yang memilih memanfaatkan untuk mencari rekan biasanya akan di jadikan sebagai ajang pembahasan usaha.
Adinata yang sejak tadi hanya duduk bersila menikmati minuman soda menghindari minunan alkohol saat pelayan memberikannya. Adinata mengedarkan pandangan menunggu seseorang yang sejak tadi belum juga terlihat saat berada di butik karena baju yang dipakai Elis yang tidak sesuai dengan ukurannya Adinata terpaksa lebih dulu mendatanngi perayaan meninggalkan Elisa bersama Sekretarisnya Nayla
Para wartawan yang berada di dalam gedung sudah bersiap take on kamera sejak tadi bahkan ada beberapa yang memulai, siapa yang tak akan mau berada di dalam gedung apalagi seseorang yang memiliki jabatan tertinggi.
Kilatan blitz menyorot salah-satu pemuda yang hanya terduduk diam di dekat meja pojokan para pencari berita yang haus akan seluruh fakta siapa lagi kalau bukan Adinata Ghardian pembisnis muda mampu memikat banyak wanita. statusnya yang sudah menikah membuat para pencari berita mulai berlomba-lomba ingin mewawancarai langsung Adinata Ghardian yang tengah bersama beberapa bodyguardnya.
Ketika seseorang bertubuh tinggi tegap memiliki kulit sawo matang matanya melirik seseorang yang tak jauh dari tempat.
"Adinata."
Adinata melirik ke samping, "Dewanda."
"Bro, apa kabar, wah, kau juga ada di sini rupanya." Dewanda bertos ria lalu mengambil duduk di samping Adinata.
Adinata menyesap minumnya lalu mengembuskan napas perlahan. "Ku kira kau tidak ada di acara ini juga."
Dewanda terkekeh pelan, "Kau bodoh ya, di sinikan memesan dari restoranku tentu aku mau memberikan yang terbaik pada pelanggan."
Adinata melupakan fakta tentang temannya Dewanda pria asal Palembang siapa yang tak mengenalnya salah-satu pengusaha muda juga dalam kuliner.
"Eh kau sendiri saja sana cari wanita," Dewanda berkata geli melihat wajah temannya yang masam.
"Aku bercanda, mana istrimu, sory tak datang saat pesta pernikahanmu yang mendadak itu huff."
Adinata melirik sekilas. "Kau sangat sibuk lagian pernikahan ku juga dipercepat."
Dewanda menepuk bahunya tertawa terbahak-bahak, "Dasar kau pasti tidak tahan ingin segera mencicipi."
Adinata tak kesal mendengar guyonan Dewanda karena begitulah sifat dewanda temannya sejak aman kuliah.
"Ngomong-ngomog kemana istrimu tak datang?" tanya Dewanda.
Adinata membalas dengan deheman lalu pria itu kembali terdiam tidak terjadi pembicaraan lagi.
"Ku dengar-dengar kau dan Mawar dekat eh tapi ternyata menikah dengan gadis lain."
"Kau percaya saja dengan media yang suka mengada-ngada pemberitaan. Kenapa kau tidak menikah saja dengannya," pungkas Adinata alisnya memgerut tak suka mendengar nama gadis itu.
"Gila ya! Mawar saja tidak mau melihatku bagaimana dengan menikah boro-boro."
"Kau saja yang kurang maju coba dekati usahamu itu."
Dua orang yabg tengah saling berbincang Dewanda tertawa hambar mendekat gadis incaran bertahun-tahun hanya melihat Adinata padahal Dewanda selalu di dekat ketika gadis itu sedih.
Seseorang yang terbalut gaun putih yang cantik dan anggun menuruni anak tangga yang mengandeng seorang pria di sampingnya lampu blitz menyoroti tuan rumah yang sudah ditunggu-tunggu kehadirannya sejak tadi. Para reporter mulai mengincar kamera mengambil momen saat gadis bertubuh tinggi, matanya yang bulat, dan bibir merah merona tersenyum ke awak media tangannya melambai anggun.
Setiap.langkah sang gadis tak luput dari mata pria berjas hitam ia menopang dagu melihat gadis pujaannya sayang hanya bisa mengagumi gadis itu masih tak tersentuh dari setiap paerhatian Dewanda.
"Selamat malam para hadirian, pesta yang kita tunggu-tunggu sejak tadi silahkan duduk dulu dong para wartawan yang cantik dan ganteng mohon duduk yang rapi." Suara seorang pria yang tengah berada di atas panggung mengalihkan para undangan yang hadiri kembali duduk mendengarkan titah MC
"Di malam yang berbahagia ini ..." Sang MC berhenti berbicara wajahnya sangat ceria menyabut uluran tangan seorang gadis
"Halo semua ada partner saya yang cantik jelita, dong, masa nggak di kenalin kalian akan datang bawa pasangan iya nggak, Sayang," goda sang MC pria disambut gelak tawa para tamu hadirin wanita yabg mengambil alih untuk memandu acara itu pun nampak sangat malu-malu namun senang juga
Acara berlangsung dengan sangat meriah mulai dari sambutan sampai sumbangan lagu dari bebebrapa aktris tanah air.
"Silahkan Nona."
"Wah acaranya meriah sekali Nayla kau yakin ini tempatnya, kan?" tanya Elis terkagum dari luar gedung beberapa orang memilih di luar taman banyak sekali bodguard yang berjaga.
Nayla mengangguk mengantarkan Nona Muda menuju lift.
Elis mengekori Nayla dari belakang beberapa menit yang lalu karena baju yang di kenakan kurang pas akhirnya gadis itu memakai baju dress yang cukup sederahan namun elegan rambutnya dibiarkan tergurai dengan sedikit bergelombang ditambah memakai kalung liontin make up nampak natural
Elis mempercepat langkah sejajar dengan Nayla melihat para penjaga tubuh yang kekar tampang garang apalagi memakai baju serba hitam berjejer di setiap pintu masuk mereka nampak bukan penjaga. Elis buru-buru masuk duluan ke dalam lift saat terbuka ia tidak ingin melihat lama pera penjaga itu.
"Hmm Nayla apa kau sudah lama bekerja dengan Tuan Adinata?" tanya Elis sembari mengetuk-ngetuk jarinya menunggu pintu lift terbuka demi menghilangkan rasa bosan tidak salahnya mengajak Nayla mengobrol
Nayla hanya mengangguk
"Wah hebat sekali apa kau tahan dekat-dekat pria semacam." Elis mengerakan dua telunjuk jarinya
"Anda belum mengenal Tuan Muda saja saya harap Nona belajar mengenalnya," kata Nayla wajahnya tidak terlihat bersahabat. Nayla sejak awal memang tidak menyukai pilihan Tuan Muda untuk menikah dengan Elis wanita yang sama sekali tak tahu sopan santun. Tetapi itu semua pilihan Tuan Muda apapun itu Nayla tetap mendukungnya ya meski gadis yang cukup berbeda jauh dari usianya sangat menyebalkan.
Elis mengembuskan napas kasarnya, "Huff pasti dia tidak pernah menikmati hidup sih." Elis berkata pelan namun suaranya masih bisa terdengar dengan jelas Nayla hanya diam mematung tidak menanggapi Nona Muda.
"Nayla ponselku gimana, padahal itu satu-satunya barang yang tersisa apa tidak kau gadaikan?" Elis berkata dengan suara pelan
"Tidak, Nona, saya hanya menyimpannya."
Seketika wajah Elis berbinar ceria, "Katakan di mana kau menyimpannya wah hebat sekali ku kira kau akan gadaikan ya setidaknya, kan, uangnya lumayan."
Nayla menyunggikan senyum tipisnya ia tahu Nona Mudanya akan mengarahkan permintaan di mana.
"Katakan di mana kau menyimpannya ... maaf." Elis melepaskan genggaman tangannya yang lancang saking gereget menunggu jawaban Nayla
"Anda akan dapat jawabannya nanti."
"Ih kok gitu nanti, bisakan langsung sekarang, eh maksudku jawabnya kan bisa saat kita ngobrol santai." Elis memelankan suaranya ia tak mau terlihat bernapsu ketika meminta bisa-bisa nanti sekretaris garang ini tak mau bicara.