Chereads / Sayap Pelengkap / Chapter 4 - Pekerjaan

Chapter 4 - Pekerjaan

Jessi menginjakkan kakinya di sebuah gedung mewah yang mungkin terbesar di kota ini. Ia jadi berpikir ulang, benarkah Cleo mengirimkannya alamat tadi? Ia takut salah alamat yang akan membuat akhirnya malu sendiri. 

Ia merogoh ponselnya yang ada di dalam tas untuk menghubungi Cleo. Minta di jemput takut salah tempat. 

Tak lama kemudian sambungan pun terhubung, suara Cleo langsung menyambut Indra pendengarannya. 

"Hallo, Cle, aku udah nyampe nih di gedungnya. Kamu gak salah kirim alamat, kan?"

"Oh iya, Jess. Sebentar yah nanti managerku yang akan jemput kamu," katanya tak menjawab pertanyaan awal dari Jessica. Tapi, Jessi tidak marah, karena Cleo langsung memberinya kepastian bukan sekedar belok kanan dan kiri saja. 

"Oh oke, kalau begitu. Aku tunggu yah!" Sambungan pun terputus yang sebelumnya terdengar suara Cleo yang menyuruh seseorang untuk menjemput dirinya di lobi gedung. 

Jessi melirik angka yang ada di layar ponselnya. Menunjukkan pukul satu siang. Kemudian ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas sembari menunggu orang yang akan menjemputnya. 

***

"Loh katanya lo mau magang di kantor bokap lo? Gak jadi?" tanya Daneo terkejut ketika mendengar jika Fauzan baru saja habis interview kerja untuk tugas magangnya di kantor lain. 

"Enggak lah, ngapain? Gue bisa kok cari kerjaan sendiri. Gak mau gue terus menerus bergantung sama mereka." 

"Iya juga sih. Terserah lo deh, yang penting lo nyaman aja. Gue tahu juga kalo lo gak suka berada di bawah tekanan bokap lo itu," sahut Daneo kemudian. 

Fauzan baru saja sampai setelah meminta bertemu dengan Satria dan Daneo di sebuah cafe. Hanya untuk bertemu saja sekalian bercerita pengalaman barunya. Yaitu menginjakkan kaki di kantor orang lain untuk kerja magang. 

Disana tidak hanya ada Daneo dan Fauzan, tetapi juga ada Satria yang hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka. 

"Terus gimana hasilnya?" tanya pria dingin itu akhirnya membuka mulutnya. 

"Nanti dikabarin lagi katanya. Yaudahlah tinggal nunggu aja. Kalo gak diterima juga ya mau gimana," lirih Fauzan menjawab. 

Daneo yang mendengarnya jelas berdecak. "Orang kaya kalo disuruh kerja gini nih. Kerja cuma buat ngisi waktu doang. Cocok udah sama Jessica. Kuliah cuma ngisi waktu doang."

Fauzan dan Satria terkekeh pelan mendengarnya. Tidak bisa dipungkiri memang apa yang dia katakan itu benar. Fauzan melamar kerja hanya untuk menambah pengalaman saja juga untuk menguji semua materi yang sudah selama ini ia pelajari. 

Tangan Daneo yang sedang memegang gelas untuk meminum isinya, terhenti begitu saja di depan mulutnya. Matanya terfokus pada seseorang yang duduk di kursi bar di depan sana. Sedang mengobrol sepertinya dengan seseorang yang bekerja di cafe ini. 

"Sat!" panggilnya pada pria yang duduk di depannha itu. 

Satria mendongak dan mengangkat dagunya untuk sekedar bertanya kenapa. 

Dan bukannya menjawab, Daneo malah memberikan kode dengan gerakkan kepalanya yang menyuruh pria itu untuk melihat apa yang ada di belakangnya. Meskipun masih bingung dan tidak mengerti, Satria menoleh sedikit mencari apa yang Daneo maksud. Sampai ketika matanya juga melihat satu tujuan dengan yang Daneo lihat. Fauzan yang penasaran juga ikut melihat apa yang dua manusia itu lihat. 

"Sendirian tuh, temenin kek!" titah Fauzan menggodanya. 

Satria langsung mengalihkan kembali perhatiannya ke semula setelah mendengar ocehan sahabatnya itu. Ternyata dirinya berhasil dikelabui oleh si Daneo itu. 

"Tau, kasihan dia kemana-mana jomblo terus," sahut Daneo menambah kadar sewot Satria. 

"Lagian jadi cowok gengsian banget sih Masnya," tambah Fauzan yang langsung mendapat delikan tajam dari Satria. Bukannya takut, ia malah tertawa keras di susul oleh tawa Daneo. Membuat beberapa orang yang duduk di dekat mereka langsung tertuju perhatiannya dan menjadikan mereka tontonan aneh. 

"Siapa juga yang gengsi. Gue sama dia kan emang gak ada apa-apa," jawabnya pelan. Satria kan memang tidak pernah bicara keras. 

Fauzan dan Daneo terkekeh kecil setelah menghentikan ledakkan tawanya tadi. 

"Ah sudahlah, sumpelan lemari mana paham isi hati," kata Daneo kemudian kembali fokus dengan kopinya. Sudah bosan menasihati Satria yang tidak pernah berhasil. 

Fauzan juga ikut mengalihkan perhatiannya dan melanjutkan acara minum kopi mereka. Tidak lagi mau menggoda Satria yang hanya diam saja. Tidak seru jika pria itu hanya diam. 

***

"Ya oke sip. Kalo gitu gue balik dulu!" pamit wanita dengan rambut diikat kuda dan penampilan tomboynya. Kemeja kebesaran kotak-kotak biru dipadukan dengan jeans senada dan robek di bagian lututnya style-nya memang seperti itu. Tak juga lepas topi biru dan jam tangan hitam yang melingkar di tangan kirinya. Sepatu confess-nya juga berwarna senada membuat penampilannya begitu istimewa. 

Ia berbalik badan meninggalkan orang yang mengobrol dengannya dari tadi itu. Tadi, sahabatnya menyuruh ia untuk datang ke tempat kerja salah satu di antara mereka. Jessi memaksanya datang dengan alasan menemani Cleo pemotretan. Entah ada apa tapi Jessi memang tidak pernah mengajaknya pergi duluan. 

Rere berjalan angkuh melewati para pelanggan cafe yang sudah mulai penuh itu. Dirinya membuka pintu dengan percaya dirinya sampai dimana di pinggir motornya ia menghela napasnya keras. 

Rere bukannya tidak tahu dengan keberadaan tiga pria itu. Ia tahu saat mendengar tawa yang begitu besar. Dan ia yakin jika sebab tawanya itu ada karena dirinya. Mereka pasti lagi dan lagi menggoda Satria si manusia es itu. Rere melihat sekilas ke dalam cafe lewat kaca jendela. Ia terkejut dan langsung memalingkan wajahnya dengan menggunakan helm setelah matanya dan juga mata Satria beradu. Ternyata pria itu juga sedang melihat ke arahnya. 

Rere dengan cepat naik ke atas motornya dan melakukannya meninggalkan tempat. Dirinya menyesal menuruti Jessi yang memintanya untuk memesankan kopi untuk semua yang bekerja dengan Cleo. Tadi dirinya memang sedang berada di dekat cafe itu sampai akhirnya Jessi meneleponnya dan menyuruhnya datang. 

***

Jessi takjub dengan semua gaya yang sudah Cleo lakukan untuk pengambilan gambarnya. Sepertinya mereka memang tidak pernah kehabisan gaya untuk tampil di depan kamera. Selama Jessi ada di sini saja, Cleo sudah berganti baju sekitar tiga pakaian untuk hanya sekedar foto. Jessi benar-benar tidak bisa menganggap remeh pekerjaan Cleo ini. 

Setelah gaya yang entah ke berapa, akhirnya Cleo selesai dengan pekerjaannya. Ia menghampiri Jessi dan segera duduk di kursinya. Menyandarkan punggunya yang terasa kaku untuk segera ia lemaskan kembali. 

"Capek banget, Cle?" tanya Jessi dengan polosnya melihat Cleo minum dengan sekali tenggakkan. 

Cleo terkekeh melihat wajah polos Jessi ketika bertanya. Ini memang yang pertama kali untuk Jessi melihatnya bekerja. 

"Biasa aja segini mah. Aku biasanya foto sampai larut malem tahu," jawab Cleo setelah meredakan nafasnya. 

"Kamu yang kerja aku yang capek, Cle," kata Jessi tak tega melihat Cleo kelelahan. 

"Jangan kayak gitu lah, Jess lihatnya. Aku seneng kok ngelakuinnya. Segala pekerjaan akan terasa menyenangkan jika kita melakukannya dengan sepenuh hati. Ini jalan yang aku pilih, maka aku harus melakukannya sampai akhir," sahut Cleo bijak. 

Jessi kadang takjub dengan segala isi pemikiran Cleo yang kadang tidak sampai dirinya pikirkan. Cleo itu dewasa jika sedang waras, namun jika sedang bersama dengan Daneo, sudahlah.