Chereads / Surga Mimpi / Chapter 15 - Hantu Itu Menyeramkan

Chapter 15 - Hantu Itu Menyeramkan

"Uwah, kok enggak sama kek yang gue bayangin? Berasa banget horornya! Udah kek rumah hantu aja."

Aku setuju dengan pemikiran Gio. Berbeda dari apa yang kubayangkan. Gua besar yang gelap di dalamnya.

Namun, di depan kami ini seperti dinding yang terbuat dari semen dan di tengah-tengahnya ada sebuah pintu sudah terbuka. Entah dinding maupun pintunya, itu sangat lusuh. Sekilas seperti bangunan angker terbengkalai. Benarkah ini bisa disebut Gua? Apakah ratu peri itu tidak salah?

Cuma kami emang niatnya mau melawan para hantu.

Hantu ....

Di dalam anime yang kutonton bersama Nata, monster hantu tidak begitu menyeramkan. Kebanyakan berfisik tulang belulang.

Apakah sama? Aku merasa tidak yakin dan saat itu juga bulu kudukku berdiri.

Merinding.

"Ya emang kita bakal lawan hantu. Ayo masuk!"

Dengan langkah tak yakin, kami mulai masuk ke dalam sana. Penasaran apa yang bisa kami temui.

***

Rumah hantu.

Ini benar-benar sama dengan rumah hantu yang biasanya ada di pasar malam. Ya, aku belum pernah masuk sih. Aku hanya pernah lihat di televisi dan sekarang aku benar masuk ke tempat seperti itu.

Ini berbeda jauh dari apa yang kubayangkan.

Monster hantu ... seperti apa wujudnya?

Aku melihat reaksi mereka bertiga.

Nata maupun Lola terlihat biasa saja. Sepertinya tidak akan takut sama sekali. Sementara Gio dia tetap melangkah dengan gemetar.

Sepertinya dia sadar ditatap. "Gue gak takut tuh." Sok kuat seperti biasa, yah.

Namun, kalau mereka saja bisa berani, aku juga tak boleh kalah.

Benar!

Tidak bo–

"Hihihihi ...."

"AAA ...!"

Dasar setan!

Tiba-tiba muncul tanpa peringatan, sifat yang sangat khas sekali. Seolah ingin menggoyangkan tekadku, dia muncul begitu saja di depanku.

Jantungku luar biasa berdegup kencang dan spontan berteriak. Bagaimana tidak? Wajahnya sangat jelek sampai menakutkan.

"Anjir! Anjir! Mati gue. Aaa ... tolongin gue woi!" Bahkan Gio juga tak bisa lagi pura-pura kuat.

Kami sama-sama terkejut.

Seorang hantu yang gendernya mungkin wanita, memakai gaun putih lusuh, tidak menapak, rambut terurai panjang sampai menyentuh tanah, dengan wajahnya yang hampir tak berbentuk. Bagian tengah di perutnya bolong.

Kuntilanak!

Ck, berbeda jauh dari apa yang kubayangkan, ini benar-benar tipe hantu yang kami ketahui.

Tidak penting.

Kami kabur lebih dulu.

Saking takutnya, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

Mereka juga pasti sa–

Eh?

"Nata? Gio? Lola?"

Tidak sahutan.

Sejak aku sendiri? Sejak kapan kami terpisah? Bukannya kami lari bersama?

...

Apa yang harus aku lakukan?

"Hihihi ...."

Astaga!

Dia masih mengejar.

Gawat!

Aku harus sembunyi.

Aku melihat-lihat sekeliling, kira-kira mana yang cocok untuk persembunyian. Kemudian aku menemukan sebuah ruangan. Aku tak berpikir panjang untuk masuk ke dalam. Setidaknya aku bisa lepas dari kuntilanak yang mengejar.

Aku bersembunyi di balik pintu. Di sela-sela pintu aku bisa mengintip.

Menyeramkan!

Aku tidak akan takut kalau wajahnya tidak dibuat begitu jelek. Kupikir hantu-hantu di dunia fantasy itu rupawan. Namun, realita itu kejam.

Aku menutup mulut serta hidung agar suara napasku tidak terdengar.

Kuntilanak itu masih sempat-sempatnya tertawa sebelum pergi ke arah lain.

Huft!

Akhirnya dia pergi juga.

Aku harus ke luar dan mencari yang lain. Aku khawatir dengan mereka semua.

Lagian tempat ini busuk. Sangat busuk sampai rasanya aku ingin muntah. Lebih busuk dari aroma tubuh kuntilanak yang sempat mendekat ke arahku.

Lebih busuk ....

Eh?

Mengapa bulu kudukku kembali berdiri? Mengapa hawanya lebih dingin dari tadi? Hantunya sudah pergi bukan? Iya, 'kan? Jadi, mengapa ....

....

Apa yang baru saja kulihat? Sesuatu yang bulat memanjang dengan beberapa ikatan di sekujur tubuh. Kain putih yang melilitnya lebih lusuh sampai tak bisa lagi dikatakan putih. Dia berdiri di pintu masuk seolah sengaja menghalangi langkahku.

Itu ... pocong.

Tidak seperti tadi, tubuhku membatu. Otakku rasanya berputar lebih cepat, tetapi itu saja. Aku buntu ide. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

Intinya ke luar dari sini!

Sial!

Tidak ada ide.

Kakiku sekarang tambah bergetar. Kalau terus seperti ini, bisa-bisa aku mengompol di celana.

Kabur.

Bagaimana caranya kabur?

Caranya ....

PLAK!

"ARGH!"

"Kak Arga! Kak Arga gak kenapa-napa?"

Aku hampir tidak bisa dengan apa yang kulihat.

Di saat aku bingung tidak tahu harus berbuat apa, Nata tiba-tiba datang. Dia berdiri di belakang pocong. Tidak ada waktu reaksi, Nata tiba-tiba memukul punggungnya cukup keras dalam keheningan.

Aku tidak tahu apa yang Nata lakukan, tetapi tiba-tiba pocong itu menggeliat gelisah. Dia berteriak kesakitan sebelum tubuhnya menguap seperti asap.

"Aku ... aku enggak pa-pa. Nata, apa yang kamu lakuin?" Aku berusaha bertanya di sisa-sisa kekuatanku.

Setelah hantunya menghilang, aku merasa ingin ambruk. Aku berusaha bertahan.

"Oh, itu! Kan Nata udah bilang belajar sihir. Ternyata beneran ampuh. Keren!"

Sihir? Dia bilang sihir? Aku tidak merasa itu sihir bahkan Nata tidak merapalkan sesuatu seperti mantra.

"Ini! Tadi Nata lupa ngasih." Nata memberiku sebuah botol bening yang bisa diintip isi dalamnya. Aku menerimanya begitu saja, tapi hanya sebatas itu.

"Ini apa?"

"Ini sihirnya."

"Sihir?"

"Iya! Nata belajar dari Lola masukin sihirnya ke dalam air biar bisa dipake siapa dan kapan aja. Cocok, 'kan? Kalau kita kaget, gak ada waktu ngerapalin mantra. Biasanya lupa tuh. Jadi, Nata pikir ini lebih ampuh. Kak Arga juga bisa pake kok. Kak Arga gak pernah belajar sihir, 'kan? Caranya tuangin ke tangan, terus gosok. Kalau ketemu setan, tabok aja kek yang Nata lakuin tadi. Atau kalau mau, mandiin pake tuh air ampuh juga keknya." Nata menjelaskan dengan semangat mengebu-ngebu.

"Makasih."

"Sama-sama."

Aku kurang begitu paham, tetapi aku tahu Nata telah melakukan sesuatu yang luar biasa lagi.

Aku mencoba sesuai apa yang dikatakannya.

"Sihir suci tingkat rendah yang melalui proses penuangan energi sihir dari rapalan ke air."

Di saat bersamaan aku mendengar suara Michael bergema di kepala, ada sebuah tulisan-tulisan muncul secara tiba-tiba di depan mataku. Kupikir aku salah liat, tetapi ketika aku menggosokkan mata, tulisannya tetap tidak menghilang.

Eh, tidak juga. Tulisannya perlahan memudar lalu hilang.

Aku ingin bertanya apa itu, tetapi tidak ada waktu.

"Ayo, Kak Arga!"

Aku hanya pasrah ditarik Nata. Kami mulai berlari di lorong yang gelap, tetapi tidak menyurutkan langkah kami.

***

Aku tidak tahu berapa lama kami di sini dan sudah selama itu, kami belum bisa bertemu Gio dan Lola. Memangnya seberapa besar tempat ini? Bukan hanya besar, tetapi juga rumit.

Aku sedikit takut tersesat.

Namun, karena Nata ada di sini, kupikir aku baik-baik saja.

"BA!"

"Argh!"

Alih-alih dikagetkan hantu seperti tadi, kini malah kami yang terlihat seperti hantu. Bukan aku sih, tetapi Nata.

Seperti barusan.

Dia akan mengejutkan hantu ketika bertemu dan langsung memukulnya dengan kencang.

Hantu itu tidak akan terkejut, tetapi begitu tangan Nata mengenai tubuhnya yang jelek, kurus, dan lusuh, mereka akan menjerit kesakitan lalu menghilang di udara.

Lagi-lagi aku dibuat kagum dengan Nata.

Kejadian ini membuatku sadar kalau Nata tidak takut dengan hal-hal seperti ini. Justru aku sendiri yang butuh waktu lama bereaksi.

Alhasil entah sejak kapan hantu-hantu itu jadi takut dengan Nata dan menjauhi kami.

Meskipun tak banyak yang bisa kulakukan, tapi untunglah. Setidaknya aku bisa sedikit bernapas.

"Keren, Nata. Hantu-hantunya jadi takut dengan kamu. Maaf, aku enggak bisa bantu apa-apa padahal latihan ini buatku."

"Haha ... tentu. Apa? Hantu? Itu kecil. Gak papa, Kak Arga latihan mental aja dulu."

Mau tak mau aku mengiyakan. Ya minimal aku bisa mengurangi reaksi membatu setiap kali bertemu.

Tepat kupikir semuanya baik-baik saja dan sebentar lagi kami akan bertemu atau ke luar, ada sesuatu yang lembut, halus, dan tak kasat mata melayang di udara. Normalnya aku tak tahu, tetapi alarm bahayaku berdering.

Aku ingin memperingati Nata, tapi aku baru sadar Nata sudah di sebelah kakiku.

"Nata!"

"Sepertinya kami dapat tamu yang menyebalkan."

*

TBC