"Kak Arga dari mana nyulik cewek lain? Kak Arga enggak beneran pengen bikin harem, 'kan? Kak Arga mau kayak tokoh utama kayak di anime-anime itu yang suka ngeharem? Jangan bilang kalau Gio juga bakalan dimasukin ke harem Kak Arga? Ya Gio cowok, tapi dia sekarang jadi cewek-cewek lucu. Kak Arga jawab!"
Begitu aku membawa Lola, Nata langsung menjatuhkan banyak pertanyaan tanpa sempat kujawab satu pun. Nata juga sempat melirik tajam pada Lola membuat Lola agak mundur beberapa langkah dan menunduk. Rasanya seperti Nata sedang cemburu. Tidak, yang suka hanya aku. Nata paling hanya tak suka kalau aku ingin dikelingi banyak wanita.
Dia juga melirik Gio dengan tatapan yang sulit diartikan. Gio membalas dengan ekspresi tak senang.
"Jangan ngadi-ngadi! Gue masih suka sama cewek, sialan."
"Eh? Aku juga suka cewek apalagi yang mungil-mungil imut kayak kamu." Aku, Nata, terutama Gio menoleh kaget pada Lola. Pengakuan macam apa itu? Dia mencoba bercanda, yah? Aku sudah sering melihat orang-orang periang dan ramah itu selalu punya banyak jenis candaan di mana aku tidak bisa menirunya.
"Anjir! Lo lesbi, yah?"
"Tapi kamu suka cewek juga, 'kan?"
"Gue cowok. Gue cuma salah pake ikon Make-Up makanya jadi begini." Sepertinya Gio benar-benar menyesal dengan penampilannya sekarang ini.
Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Lola, tapi senyumannya itu ada makna yang jahat. "Gak papa, kok. Cowok maupun cewek atau cowok jadi cewek enggak masalah buatku. Oh ya, aku punya banyak harem lho sebenarnya. Aku bisa jadiin kamu yang ke 367."
Sekarang Gio menjauh dengan raut ketakutan. Tidak hanya dia, sekarang aku juga merasa agak takut. Ini Lola bilangnya serius atau bercanda sih? Aku buruk dalam membedakan mana gurauan mana pengakuan.
"Sinting! Oi, Arga! Lu nemu cewek serem kek dia di mana sih?"
Aku ingin menjawab, tapi Nata dan Lola sekarang malah tertawa bersamaan. Apalagi ini?
"Hahaha, tenang aja. Aku cuma bercanda kok. Aku suka cowok dan hanya akan mencintai satu cowok, tapi sekarang kami tidak bisa bertemu. Maaf, maaf, itu cuma kebiasaan."
"Sekarang Nata percaya kalau lo ... siapa nama lo?"
"Lola."
"Nah, Lola. Sekarang Nata percaya kalau Lola enggak bakalan jadi haremnya Kak Arga."
"Kenapa sampai begitu? Aku cuma akan menjadi bawahan setia Tuan Arga yang sudah menyelamatkanku dari kutukan dewi."
"Eh? Kutukan? Kutukan apaan?"
"Hmm ... kalian sepertinya belum lama, yah, di sini sampai tentang kutukan aja kalian tidak tahu. Oke, sepertinya aku bisa menceritakan banyak hal."
"Ayo ceritain di dalam!"
Bagaimana mereka langsung menjadi akrab? Padahal Nata sudah mengeluarkan aura permusuhan dan Lola tampak ketakutan. Tapi karena lelucon gila yang dilontarkan Lola hingga membuat Gio merinding, kesalahpahaman antara mereka seolah langsung terselesaikan. Apakah karena mereka sebenarnya memiliki sifat yang sama jadi saling memahami satu sama lain? Aku sama sekali tak paham.
Kami mengajak Lola masuk ke dalam tenda. Ini sudah tengah malam dan cuaca di luar sudah teramat dingin. Tidak ada siapapun yang di luar kecuali kami.
***
"Jadi Kak Arga mendadak pergi tadi mau nyelesain tantangan sendiri terus enggak sengaja malah ketemu monster kutukan kek Lola dan Kak Arga selamatin?"
"Iya, benar. Aku hampir mati lho."
Aku menceritakan semuanya tanpa ada yang berusaha kututupi. Sejak dulu memang hanya pada Nata aku bisa bercerita seperti ini. Kali ini ada orang selain Nata yang mendengar ceritaku. Tapi setelah beberapa bulan bersama Gio, sepertinya aku mulai menganggapnya teman. Entah bagaimana kalau dia.
Lalu Lola menambahkan cerita pengalamannya.
Berdasarkan cerita Lola, dia datang ke sini sekitar lima tahun yang lalu. Kukira dia lebih muda dariku, tapi ternyata dialah yang paling tua di antara kami. Umur aslinya sudah dua puluh tahun. Hanya saja tubuh dan suaranya sama sekali tidak mencerminkan orang dewasa. Memang tidak separah Gio sih.
Dia anak jalanan setelah orang tuanya berpisah saat umurnya sepuluh tahun. Sendirian, luntang lantung di jalan. Seketika aku merasa hidupku masih lebih baik dari padanya.
Pada saat dia baru saja tertidur, dia malah datang ke dunia aneh. Ya, dunia ini. Dunia mimpi yang dikonfirmasi oleh dewi itu sendiri. Bisa bersenang-senang dan tiga permintaan akan dikabulkan.
Permintaannya yang pertama diberikan ilmu tentang sihir untuk mengingatnya secara lengkap dan memberi skill khusus di mana dia bisa menulis sihir yang dibuatnya sendiri. Aku baru tahu kalau sebagian besar sihir di ikon Pemandu Sihir ditulis olehnya.
Lalu permintaan kedua tadinya ingin punya tubuh yang cantik dan terawat. Karena di kehidupan sebelumnya dia dipandang menjijikan, jadi Lola meminta itu. Tapi permintaan itu disuruh ganti karena bisa bebas menentukan penampilan dengan ikon khusus. Permintaan yang ditolak itu diganti dengan disiapkan seorang cowok yang akan mencintainya selama-lamanya.
Untuk permintaan ketiga, dia bilang sengaja dirahasia. Ya, aku tidak minta dia cerita secara lengkap sih. Ini sudah cukup!
Kemudian untuk perubahannya dua tahun lalu ini karena kesalahannya memberikan ego dan hati pada cowok sehubung permintaan nomor dua. Karena termasuk pelanggaran, Lola menerima hukuman dengan diubahnya menjadi monster dan diburu yang lain.
Yang pernah diubah menjadi monster bukan hanya dia saja. Jika seseorang melakukan kesalahan atau pelanggaran, dewi akan segera menghukum. Dewi selalu mengawasi melalui ponsel di tangan kita. Karena itu, tidak ada yang bisa lepas dari tatapannya.
Kebanyakkan monster seperti itu berhasil dibunuh atau berjuang hidup sebagai monster. Untuk bebas secara sepenuhnya, temukan orang yang bisa dijadikan serah terima sumpah setianya. Tapi ini jarang terjadi dan Lola maupun aku termasuk beruntung.
"Bahaya juga sih. Gue dikejar monster berasa kek gak bakalan hidup lagi aja udah berasa berat banget. Ini jadi monster. Kayaknya tempat ini bukan hanya sekadar senang-senang, ada banyak hal-hal berbahaya juga ternyata."
Memang benar. Jika kami ceroboh dan kehilangan nyawa di sini, di kehidupan nyata kami juga akan mati. Itu mengerikan kalau dipikir-pikir!
"Btw, berarti Kak Arga gak dapet apa-apa dong? Kan monsternya gak dikalahin."
Ah, benar juga. Kami bisa mendapatkan poin dan naik level setelah mengalahkan monster. Kali ini aku memilih menyelamatkannya. Tapi pemikiranku itu langsung ditepis Lola.
"Eh? Kata siapa? Nih yah, biar kukasih tau apa keuntungan bisa menyelamatkan monster karena dikutuk. Satu, budak. Kau bisa mendapatkan budak yang setia tanpa takut dikhianati. Karena jika tak menuruti tuannya, budak bisa dapat hukuman tergantung dari tuannya masing-masing. Karena jarang yang sadar makanya ini langka. Kedua, kata siapa enggak dapat poin? Justru poin yang didapatkannya sama dengan poin asliku sebelum jadi monster."
Mendengar penjelasan Lola, aku langsung mengecek status.
Nama: Arga Michael
Tanggal lahir: 07 April 2006
Zodiak: Aries
Jenis kelamin: Laki-laki
Usia: 15 tahun
Gelar: Pahlawan
Level: 30
EXP: 50.000
Skill: NPC Buyer, Creation
Skill Ultimate: Justice Hero
Senjata: Pistol
Nama Budak: Lola Azruwalah
Ras Budak: Medusa
Level: 15
EXP: 25.000
Gelar: Ahli Sihir
Skill: Napas Panas, Napas beracun, Analysis, Alchemy, Matematican, Biology, Chef, Gourmett
Sihir: tingkat raja
Senjata: Tongkat sihir
Kutukan budak: Keadilan
Tiga permintaan:
1. Tidak terpisahkan dengan Nata.
2.
3.
Hey, hey, statusnya jadi menumpang padaku? Tunggu! Budak? Bukannya istilah budak itu terlalu kasar?
Memang benar level dan poinku melonjak drastis, dua kali lipat dari milik Lola. Aku baru tahu dia ada di level lima belas. Ketika masih monster, levelnya dimasukkin ke peringkat C. Setelah kembali ke wujud manusia, rasanya berubah menjadi medusa.
Ngomong-ngomong, skill Lola hampir semuanya di bidang pengetahuan. Sepertinya dia akan jadi benar-benar pintar, tidak hanya di bidang sihir. Mungkin kami bisa belajar darinya nanti.
Namun, istilah yang lebih parah itu di bagian kutukan budak. Maksudnya hanya seperti berpindah dari kutukan monster ke kutukan budak? Jika Lola berbuat curang atau tidak adil, kutukannya akan aktif. Yah, itu pun bahkan berlaku juga untukku.
"Wah, statusnya Kak Arga udah panjang banget. Keren!" Aku membiarkan Nata mengintip. Tidak apa kalau hanya dia, tapi Gio malah ikut-ikutan mengintip.
"Eh? Pahlawan? Wah, serius lo termasuk yang ditawarin jadi pahlawan?"
"Iya. Kamu enggak ditawarin juga?"
"Kagak tuh. Katanya kalau bayi kek gue enggak cocok njir. Kalau di pikir-pikir tuh dewi nyebelin. Gue malah disuruh jadi salah satu pengikut tiga belas pahlawan. Hmm ... kalau gitu, beneran pas. Biarin gue jadi bawahan lo!"
"Eh? Ah, ... teman aja enggak papa."
Canggung kalau dia benar-benar jadi bawahanku. Aku menilai Gio bagian dari kelompok kami.
Kupikir hanya pahlawan saja yang dipanggil, tetapi sepertinya ada beberapa orang yang dipanggil dewi untuk menjadi pengikut pahlawan.
Fakta lainnya, aku baru tahu ada tiga belas pahlawan. Kupikir lebih banyak mengingat dewi itu bilang dia sangat kerepotan.
"Oh ya, aku punya teman dulu juga ada yang pahlawan. Gelarnya Pahlawan Pengampun. Beruntung aku diselamatin sama Pahlawan Keadilan."
"Oh, jadi karena itu kamu langsung paham apa yang aku bilang?"
"Benar. Setiap pahlawan diberi gelar berbeda-beda bergantung pada sifat. Seperti yang pernah dibilang tuan Arga sebelumnya. Karena dia mewakili keadilan, jadi tuan Arga harus selalu berlaku adil dan apapun bentuk kecurangan yang dilakukan di depan matanya akan dimusnahkan. Aku tahu karena temanku pernah jelasin dan aku sudah liat buktinya. Siapapun yang berniat buruk di depannya bisa langsung hilang."
Kurang lebih aku sudah mulai agak paham. Pantas Lola tak begitu kebingungan saat aku menjelaskannya.
Teman pahlawannya mewakili Pahlawan Pengampun. Pengampun berarti hatinya tanpa noda, tidak mendendam. Kebalikkan dari hati yang bersih adalah hati yang kotor. Jadi siapapun yang memiliki niat buruk di depannya akan ditiadakan.
Begitu, benar-benar kemampuan yang memukau. Tapi penggunanya juga terkena efek yang sama. Secara tidak langsung kami dituntut untuk terus berperilaku baik bukan? Bukannya manusia itu adalah tempatnya khilaf? Aku bisa saja lupa, misalnya.
"Gue ngerti. Itu keren! Tapi serem juga. Kalau begitu, ada kebalikannya juga gak?" Gio merespons. Sedangkan Nata dia jadi fokus mendengarkan.
"Kebalikan?"
"Iya, kek misalnya ada yang diberi gelar Raja Iblis Kecurangan atau apalah."
"Pfftt ... hahaha, mana ada kayak gitu. Raja Iblis memang ada, tapi enggak ada gelar kek gitu. Cuma ada kok tiga belas Jenderal Iblis."
Karena virus wibu yang ditularkan Nata, aku tahu dengan istilah-istilah itu. Duh, ternyata ada juga, yah. Apakah dewi itu tidak sepenuhnya berkuasa kalau Raja Iblis saja ada?
"Tidak! Sejak awal mereka berbagi kekuasaan."
Michael langsung merespons. Kau bilang tidak, padahal harusnya iya karena berbagi kekuasaan berarti ada yang sebanding dengan dewi itu. Ah, entahlah. Ribet juga kalau dipikirkan. Aku tidak mau mengganggu orang yang derajatnya lebih tinggi.
Kami banyak bertukar informasi, tetapi intinya Lola telah bergabung dengan kami. Jadi, dengan ini party Pahlawan Keadilan telah terbentuk. Menyebut diri sendiri pahlawan agak memalukan. Aku juga tidak tahu apakah mereka bisa bertahan lama untuk orang sepertiku.
***
Kami belum melakukan hal-hal berarti. Untuk sementara waktu, kami beristirahat. Tidak benar-benar beristirahat. Yang beristirahat hanya aku dan Gio. Sementara Nata dan Lola, katanya mereka akan berkeliling hutan. Lola bilang dia ingin melakukan eksperimen. Cocok dengan penguasa sihir tingkat tinggi sepertinya.
"Kalian harus tahu kalau sebagian besar mantra sihir yang bisa kalian pelajari sesuka hati, itu aku yang tulis."
Dia mengatakannya sendiri. Aku tidak tahu karena belum pernah coba mempelajari sihir, tetapi sepertinya Lola tidak bohong. Dia juga menambahkan kalau kemampuannya bahkan diakui dan diberi izin dewi.
Saat ini aku dan Gio memainkan ponsel, mengecek lebih detail apa saja sih yang ada di ponsel?
Sekilas tampak seperti ponsel normal era modern biasanya. Ada ikon pilihan seperti aplikasi. Seperti Make Up untuk menentukan karakter identitas, Perpustakaan untuk mencari tahu banyak hal (tapi sebenarnya lebih mudah bertanya langsung pada dewi), Pemandu Skill berisi catatan bagaimana cara kerja skill, Status, dan masih banyak lagi.
Ini seperti ponsel normal bahkan untuk aplikasi bawaan seperti kamera, foto, memo, dan sebagainya.
"Anjir! Gue gak nyangka beneran bisa selucu ini." Aku menoleh ke arah Gio. Sepertinya dia sempat mengambil foto diri sendiri soalnya dia tengah memandang foto anak kecil yang imut di ponsel. Ya, itu dia.
Aku tidak tahu bagaimana nasib kami ditukar. Maksudku aku diubah menjadi gadis kecil imut lucu yang menggemaskan. Aneh, tapi mungkin tidak buruk. Orang-orang biasanya lebih suka anak kecil yang menggemaskan? Apalagi aku bisa bilang Gio ini terimut nomor dua setelah Nata dan pakaian berendanya seakan menambah keimutannya.
"Woi, lo pasti mikir yang enggak-enggak tentang gue, 'kan?"
Aku sedikit terkejut. "Eh, enggak. Ngomong-ngomong, kamu beneran enggak ingat pas datang ke sini?" Entah mengapa, aku spontan mengalihkan pembicaraan.
"Serius. Asli tau-tau gue ada di sini. Seingat gue, yah, gue mau kabur pas guru sama murid kesayangannya nyariin gue terus ... keknya gue ketemu cewek cantik ... nah, gue gak ingat apa-apa lagi. Kalau lo? Lo keknya langsung percaya pas bilang kita lagi mimpi, 'kan?
"Benar. Itu karena sebelumnya kami memang mau Lucid Dream."
"Apaan tuh?"
"Mimpi sadar. Mimpi, tapi sadar. Jadi, kita bisa lakuin apa saja dan ingat kalau sedang bermimpi." Aku menjelaskan secara singkat.
"Lho? Kek yang kita alami sekarang dong."
"Beda."
"Beda dari mananya?"
"Katanya, ini alam bawah sadar kita yang paling terdalam. Tahu, kan, bahkan kita bisa mati juga di dunia nyata kalau kita di sini terbunuh? Kalau LD, enggak ada yang seperti itu. Enggak ada yang namanya skill-skill, misi, bahkan ketemu sama orang lain. LD cuma ngandelin imajinasi, ya tergantung orang sih. Intinya beda."
Perbedaannya memang tidak banyak berbeda, tetapi intinya berbeda. Meskipun aku baru sekali berhasil, aku tahu ini sangat berbeda.
"Hmm ... iyain aja, deh. Toh, enggak buruk juga. Kali aja di sini lebih seru."
TING!
Tiba-tiba ada bunyi denting dari ponsel. Kupikir itu seperti pemberitahuan. Aku mengecek dan ada tanda seru di bagian permintaan.
Permintaankah ....
Aku menoleh kembali ke arah Gio. Dia bilang mungkin di sini lebih menyenangkan ... ya, sepertinya kami bisa. Sekurang-kurangnya di sini aku bebas. Aku bisa bersenang-senang, berpertualang sambil berusaha menyelamatkan orang sebagai pahlawan.
"Mau ikut?"
Aku menunjukkannya pemberitahuan itu.
Gio tersenyum. "Mungkin bagus."
Dengan begitu, kami sepakat. Tidak lama Lola dan Nata juga kembali membawa banyak jenis daun-daunan. Setelah mendengar penjelasanku, mereka juga turut bergabung.
Ah, misi pertamaku. Aku penasaran apa yang bisa kutemui di sana. Semoga aku tidak mengacau.
Kami membereskan bekas perkemahan. Aku berpikir untuk meninggalkannya, tetapi Lola mengusulkan agar menyimpannya di kantong perutnya yang merupakan skill bawaannya sebagai monster. Setelah semuanya beres, aku mengklik tombol YA dan seketika kami dipindahkan.
*
TBC