Chereads / Surga Mimpi / Chapter 8 - Makan-Makan

Chapter 8 - Makan-Makan

Siapa sangka kami malah tidur seharian lebih. Ketika kami terbangun, aku diberitahu oleh Kiara kalau sudah tiga puluh jam berlalu. Aku tidak tahu karena suasana sekitar tak begitu berubah. Kupikir kami tidur petang hari lalu bangun pas paginya. Itu dugaan wajar mengingat matahari bersinar masih malu-malu dan embun pagi yang tampak samar di tumbuhan-tumbuhan. Siapa kira kami sudah terlelap begitu lamanya.

Sungguh aneh melihat matahari saat bangun di dalam dunia mimpi atau lebih tepatnya kata dewi itu bagian terdalam alam bawah sadar. Selain itu, normalnya kami akan kelaparan kalau tak mengisi perut apapun selama lebih dari satu hari, tetapi sama sekali tak terasa lapar. Sebaliknya menyegarkan sekali saat bangun.

Mengecek status, ternyata itu memulihkan EXP. Jadi, bisa melihat EXP asli kami. Untukku, nilai EXP aslinya ada 1500.

"Tapi Nata udah terbiasa makan pagi. Ayo kita cari makanan buat sarapan!" Makan tak masalah, tetapi sepertinya Nata mempedulikan kebiasaan sarapan seperti yang disebutkan.

Aku tentu tidak bisa menolak permintaannya. Makanankah? Terakhir kami makan monster slime. Lalu apakah kami perlu mengambil tantangan sama lagi untuk makan? Tidak ... tidak!

Ini hutan terdekat. Tempat sebelumnya cukup membuat gerah, tetapi untuk alasan aneh di sini lebih menyejukkan. Seolah-olah kami telah melewati perbatasan. Kami mungkin bisa menemukan beberapa bahan makanan atau minimal buah-buahan.

Jadi, kami coba berkeliling.

Sambil berjalan-jalan, kami melanjutkan percakapan kemarin yang sempat tertunda.

"Eh, Gio punya skill apa?"

"Eh? Kenapa gue harus kasih tahu? Nyembunyiin skill itu penting lho. Gue ingetin yah ke kalian setelah ini harus nyembunyiin skill. Siapa tahu ada orang lain kek kita nyerang. Kalau dia tahu kita punya skill apa, pasti dia bakal cari tahu tentang skillnya di ikon Pemandu Skill terus nyari kelemahan."

Memang benar yang dikatakan Gio. Ada beberapa potensi bahaya. Tidak hanya takut diserang monster, kemungkinan diserang orang lain juga. Dewi itu sudah pernah bilang kalau ada cukup banyak orang yang mengacau. Makanya dia meminta beberapa orang untuk membantunya. Aku baru tahu untuk lebih mengenal cara kerja skill ada ikonnya juga, tetapi saat aku mencari sekilas, tak ada penjelasan untuk skill Justice Hero (Michael).

Jika skill kami terbuka dan orang lain jadi bisa menemukan kelemahannya, itu kondisi yang sangat buruk. Seperti skill terkuatku. Aku belum mempelajarinya dan belum benar-benar paham, tetapi ada efek counter yang cukup parah. Aku bisa dihilangkan tau.

Gio mungkin lebih pinter dari perkiraanku. Sangat tidak cocok dengan penampilannya seperti anak kecil yang menggemaskan berusia sepuluh tahun.

"Tapi gue punya skill sama skill Analysis ama skill Invisible."

"Eh? Tadi bilangnya jangan dikasih tahu, tapi malah dikasih tahu sendiri."

"Gak papa, cuma kalian. Lagian kalian sudah bantuin gue."

"Oh ya, kalau punya skill Tak Terlihat bukannya bisa kabur dengan mudah buat lawan monster itu?"

Aku memikirkan ini ketika dia menyebutkan nama skillnya. Dari namanya saja, jelas itu skill yang bisa membuat diri tak tampak. Seharusnya ini skill yang menguntungkan dalam pelarian. Mengapa dia tak menggunakannya?

"Percuma. Kayaknya gue dilacak pake sihir presefsinya. Jadi, gue tetap disembur sama lava panas. EXP gue hampir habis, tetap aja dikejer-kejer. Untung ketemu kalian."

Menurut perkiraan Gio melalui skill Analisisnya, ada yang dinamakan sihir presefsi. Kebanyakkan monster level menengah ke atas memiliki ini. Kegunaannya adalah mirip mata ganda. Kalau mata normal tidak berfungsi dengan baik, cukup pake sihir presefsi yang bisa melihat lebih jelas dan sudut penglihatan bisa mencapai 360 derajat.

Itu keren! Karena itu sihir, kemungkinan besar kami bisa mempelajarinya nanti.

Karena itulah, meskipun Gio sudah membuatnya tak terlihat, keberadaannya masih bisa dilacak dan berakhir terus dikejar-kejar monster itu sambil disembur lahar panas.

"Btw, gue pengen ikut kalian. Boleh gak?"

"Boleh kok. Lebih banyak orang lebih baik. Iya, kan, Kak Arga?"

"Eh? Ah, iya."

Aku tidak tahu harus merespons apa. Tidak ada orang yang mau berteman denganku selain Nata, tetapi dia bilang mengikuti. Pasti karena Nata! Aku yakin itu.

Jadi, aku tidak punya pilihan lain selain mengiyakan.

"Ya udah, deh. Kalau gitu, gue diizininkan, yah? Eh, kalau gitu sebutannya party dong?"

"Party? Oh, kek petualang yang saling berkelompok gitu, kan, kalau mau ngebasmi monster?"

"Lu tau. Benar! Tapi kita belum tahu keahlian khusus masing-masing sih."

"Bisa belajar. Entar juga ketahuan kita bisa apa aja."

Tidak sadar setelah mengobrol panjang, akhirnya kami sampai di tempat tujuan.

***

Ini hutan yang subur!

Gambaran singkatnya seperti itu. Pepohonan ada di mana-mana, teracak, kemungkinan ini tak ditanami secara sengaja. Ini pasti semacam hutan alami yang dibuat oleh dewi itu.

Ada banyak jenis pohon yang bisa ditemui. Dari jenis pepohonan yang hanya ditumbuhi daun saja sampai pohon-pohon menggelantungan buah-buahan yang ranum. Tak kurang dari tumbuhan merambat juga seperti buah strawberry yang tersebar luas di depan mata kami. Jujur, aku belum pernah melihatnya secara langsung dan ini benar-benar ... menggiurkan.

Warnanya yang cerah merah merona diterpa cahaya fajar pagi, kuyakin siapapun bisa berjatuhan air liur melihat pemandangan indah nan menggiurkan ini. Belum lagi ini luas seolah-olah kami bisa memetiknya tanpa batas.

"Kalian kenapa diam aja? Enak lho." Gio saja jadi mendadak bersemangat. Aku tidak tahu entah sejak kapan dia sudah berjongkok, mengambil beberapa strawberry dan satu persatu memakannya.

Kami mengikutinya. Memetik beberapa dan langsung makan di tempat. Katanya lebih enak kalau makan di tempatnya langsung, tapi kupikir sama saja. Aku hanya meniru perilaku mereka.

"Ya ampun, Nata enggak nyangka bisa makan strawberry sebanyak ini. Sekarang Nata bisa makan sepuasnya." Nata sangat bersemangat. Kalau seperti ini, dia seperti anak kecil yang akan antusias jika menemukan hal baru. Matanya berbinar dan mulutnya tak berhenti mengunyah.

Aku tak bisa seantusias itu. Enak sih, tetapi rasanya agak kurang. Apakah karena lidahku ini lidah Indonesia? Atau norak? Makan buah-buahan yang jarang ini tidak begitu menarik di lidah. Tapi penampilannya sangat cantik.

Karena itu, aku berdiri dan melangkah ke pepohonan buah-buahan lainnya. Pohon yang kupilih ini adalah pohon jambu ... jambu jenis apa ini? Warnanya merah seperti apel. Rasanya seperti apa, yah? Aku akan tahu setelah mencobanya.

Tapi buah-buahan itu bergelantungan di dahan yang tinggi. Tidak ada pilihan. Aku harus memanjatnya!

Untung saja aku bisa memanjat. Ternyata ini bisa jadi skill dasar bertahan hidup. Tidak begitu susah karena dahannya cukup banyak dan kokoh.

Setelah berada di atas, aku melirik ke bawah. Cukup tinggi, tapi aku bukan penakut. Selain itu, jambu ini lebih penting. Warna merahnya seolah menantang untuk disantap. Aku memetik salah satu yang seukuran kepalan tinju dan langsung tes menggigitnya.

Secara tak terduga, ini empuk dan manis. Belum lagi aku baru sadar aroma jambu ini sangat harum. Aromanya mirip bunga mawar yang ditanami Nata di rumahnya.

"Apa nama jambu ini?" Aku bertanya lagi setelah mengeluarkan ponsel.

<>

Oh, begitu. Ya, pengetahuanku masih kurang terutama untuk makanan. Siapa peduli dengan detail seperti itu? Tapi karena aku rasanya agak memperlakukan dewi ini mirip google, sepertinya tak apa bertanya terus.

Apapun namanya, jelasnya ini enak. Seperti yang disebutnya. Tidak ada biji yang berarti volume dagingnya sama dengan ukurannya. Kadang-kadang ada jenis buah-buahan yang besar, tetapi yang besar itu bijinya.

Sangat empuk dan air yang muncrat setiap satu kali gigitan, benar-benar manis. Aromanya yang harum seolah menambah napsu makan.

"Oi, Kak Arga! Bagi-bagi dong sama kita."

Mengintip ke bawah, entah sejak kapan mereka ada di sana. Apakah mereka sudah bosan makan strawberry dan sekarang beralih ingin makan jambu juga? Mereka tidak membawa apapun di tangan.

Aku tak menjawab. Sesuai permintaan, kujatuhkan beberapa jambu yang masak. Tapi mereka teriak aku harus mengambilnya lebih banyak lagi. Padahal aku sendiri dua saja cukup, tapi ... oke.

***

"Woah, Nata benaran puas! Enggak pernah Nata makan banyak buah-buahan sekaligus kek gini."

"Njir lu cewek napsu makannya gede juga. Strawberry, jambu, apel, jeruk, sampe semangka lu makan semuanya."

"Alah. Kek Gio enggak aja."

"Tapi gak sebanyak lu."

"Tetap aja. Tapi Kak Arga cuma makan jambu doang?"

"Iya."

Entah berapa jam berlalu. Kami menghabiskan waktu berkeliling hutan yang luas ini. Tidak apa-apa karena hutan ini pun masuk ke dalam domainku.

Seolah tak makan bertahun-tahun, kami memetik apapun buah-buahan yang dilewati. Walaupun kubilang begitu, faktanya hanya mereka saja yang makan. Aku hanya makan dua buah jambu tadi saja. Sementara mereka, semuanya dicicipi terutama Nata. Informasi baru kalau Nata ini benar-benar rakus padahal kami sama sekali tak merasakan lapar.

Banyak hal yang kami temui sewaktu berkeliling.

Tidak hanya pohon-pohonan yang menggelantungkan buah-buahan ranum, tumbuhan lain juga tumbuh di sini bahkan banyak jenis tumbuhan yang tidak kuketahui. Banyak juga bunga-bunga liar di mana-mana dari biasa saja sampai beracun. Aku tahu karena hampir tak sengaja memegang salah satu bunga beracun. Untung saja Kiara langsung mengeluarkan peringatan dan aku bisa terhindar dari masalah.

Binatang juga ada di sini. Ada banyak sangkar burung di beberapa pepohonan rindang. Tadi juga sempat bertemu rusa yang melarikan diri saat melihat kami dan beberapa sapi sedang memakan rumput. Apakah ada hewan berbahaya seperti ular? Aku sudah bertanya dan jawabannya adalah tidak. Makhluk berbahaya dikelompokkan ke dalam monster dan dipindahkan ke lokasi khusus yang ditandai untuk tantangan atau lomba. Jadi, tidak perlu cemas seperti dipatok ular.

Kami juga menemukan sungai yang airnya mengalir dengan jernih. Natalah yang paling bersemangat bahkan dia hampir ingin mencemburkan diri. Untung aku bisa menahannya dengan cepat. Kami tak punya pakaian ganti dan berbahaya langsung mandi saja di depan kami.

Sekarang kami sedang beristirahat, duduk di salah pohon besar yang disebut beringin.

Jadi teringat kalau di film-film horor pohon beringin ada penunggunya, tetapi seperti yang dikatakan dewi itu, semua makhluk berbahaya dimasukkan dalam monster dan ditempatkan khusus. Bahkan sejenis hantu atau sebutannya Undead pun tak terkecuali.

"Balik, yuk!" Pada usulan Nata, aku mengangguk. Tapi ... tunggu sebentar!

"Kalian tunggu di sini! Aku ada perlu sebentar."

"Eh? Kak Arga mau ke ma-"

Suara Nata menghilang tepat ketika aku berpindah lokasi.

Apa yang kulakukan? Aku mengambil tantangan sendiri. Sebelumnya aku sudah mengintip kira-kira jenis monster apa dan di level mana yang ingin kukalahkan. Ini karena Kiara terus mendesakku untuk cepat naik level. Lagipula, aku tak semudah itu untuk mati bukan?

<>

Aku yakin tak malas dan apa-apaan itu menyamakan kemalasan dengan kecurangan? Kalimat yang ambigu. Tapi sepertinya ini ada hubungannya dengan kebalikan dari keadilan adalah kecurangan. Kalau kemalasan disetarakan dengan kecurangan, efeknya akan aktif maksudmu? Mengerikan. Padahal kami hanya tidur lebih lama dan makan saja. Jangan sebut itu kemalasan!

Tinggalkan itu sebentar.

Sekarang mereka aman di sana jadi aku tak perlu takut mereka terluka ketika berjauhan seperti ini.

*

TBC