Dengan cepat pemuda itu menahan tubuh Fatma agar tidak terjatuh ke lantai, karena saat itu semua menundukkan kepalanya termasuk Harun yang memejamkan kedua matanya.
" Ummi! Bangun, Ummi! Ummi! Ya Allah!" panggil Ezzar dengan air mata yang telah berlinang.
" Astaughfirullah, Ummi!" panggil Harun.
Dengan cepat pria itu mengambil alih tubuh istrinya dan menepuk-nepuk pipi istrinya dengan pelan.
" Cepat panggil Tante Regina!" kata Harun.
" Sudah, Ba!" ucap Zibran yang memang telah menghubungi Regina sejak melihat Fatma terjatuh tadi.
" Ummi! Masya Allah, kenapa tubuhnya menjadi panas sekali!" kata Harun.
Sementara semua anak-anaknya segera membaca do'a untuk kesembuhan ibu tercinta mereka, walaupun sambil terisak ketakutan.
" Alhamdulillah!" ucap Zabran setelah menyelesaikan makan siang mereka.
" Trima kasih, Kak! Aku jadi merepotkan kakak!" kata Yasmin lembut.
" Aku melarangmu dekat-dekat dengan Zibran!" kata Zabran yang sepertinya masih marah dengan yang terjadi hari ini.
" Iya!" jawab Yasmin pelan.
Percuma juga memberikan penjelasan jika hati suaminya masih terbakar rasa amarah dan...cemburu! Eh, Cem...buru? Apa iya Kak Zab cemburu pada Zib? Ah, itu tidak mungkin! batin Yasmin.
" Istirahatlah! Aku akan membawa piring ini ke bawah!" kata Zabran.
" Iya, Kak!" jawab Yasmin sambil menganggukkan kepalanya.
Zabran membawa kedua piring dan juga gelas yang tadi dipakai mereka berdua untuk makan dan minum untuk diletakkan di atas nampan. Setelah semua masuk ke dalam nampan, dia berdiri dan membawanya keluar, saat dia membuka pintu, di dengarnya suara gaduh di bawah. Dengan sedikit tergesa-gesa, dia menutup pintu dan bergegas menuruni anak tangga.
" Astaughfirullah, Ummi!" kata Zabran yang meletakkan nampannya di atas meja lalu mendekati Fatma.
" Ada apa ini? Kenapa Ummi sampai pingsan?" tanya Zabran yang tidak tahu apa yang terjadi.
Semua tidak menjawab hanya terus merapalkan do'a-do'a untuk Fatma.
" Ba! Tante Regina!" kata Zibran yang datang bersama dengan seorang wanita yang membawa sebuah tas.
" Masya Allah, Fatma?" ucap Regina.
" Tolong istriku, Na!" kata Harun dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
" Letakkan dia, jangan memberinya bantal! Dan tolong kalian menjauh, beri ruang pada Ummi kalian!" kata Regina.
" Ummi, Ba!" kata Fiza dengan terisak-isak.
Harun memeluk putri bungsunya itu dengan erat, jantungnya berdetak sangat kencang. Ya Allah, jika boleh hamba memohon, ambillah nyawa hamba terlebih dahulu, jangan istri hamba! Hamba tidak akan bisa tanpa dia, Ya Robb! do'a Harun dalam hati.
" Kita harus membawa ummi kalian ke rumah sakit! Keadaannya bisa jadi berbahaya!" kata Regina tanpa menutupi apapun.
" Ya Allah, Ummiiiiii!" teriak semua yang ada disana.
" Zib! Kamu ambil mobil! Zah! Bawa pakaian Ummi dan Aba pergi sama Anil! Zar, kamu dirumah jagain Fiza dan Kak Yasmin..."
" Tidak! Ezzar..."
" Cukup! Dengar kata kakakmu!" teriak Harun marah menatap putranya.
" Aba!" gumam Zabran yang terkejut mendengar teriakan Abanya.
" Ayo, Ba! Biar Zab yang bawa Ummi! Tante!" kata Zabran.
" Ayo, Zab! Biar tante yang bawa infusnya!" kata Regina.
Mereka sampai di rumah sakit tidak sampai 10 menit, karena Harun sengaja membangun rumah yang dekat dengan Rumah Sakit karena jaga-jaga jika mengalami keadaan seperti saat ini. Regina langsung membawa Fatma ke ruang IGD yang disana telah siap tim dokter yang telah dihubunginya saat perjalanan.
" Ba!" panggil Zabran yang sangat sedih melihat keadaan ayah sambungnya.
" Ummi pasti akan sembuh, Zab!" kata Harun tanpa melihat putranya.
" Ins Yaa Allah!" jawab Zabran.
" Dia hanya bercanda saja! Biar Aba bangunin!" kata Harun yang berdiri.
" Ba! Ada Tante Regina disana! Kita berdo'a saja! Shalat, yuk!" ajak Zabran.
Harun mengangguk lemah dan mengikuti semua yang Zabran lakukan. Zibran juga mengikuti langkah Aba dan kakaknya menuju ke mushalla rumah sakit. Setelah melakukan shalat sunnah 2 raka'at, mereka bertiga berdo'a dengan sepenuh hati memohon pada Allah SWT untuk kesembuhan Fatma. Cukup lama mereka di sana hingga sebuah panggilan masuk menggetarkan ponsel Zabran. Pria itu berdiri dan keluar dari mushalla sambil melihat siapa yang menghubunginya.
" Assalamu'alaikum, Tante!" sapa Zabran.
" Wa'alaikumsalam, Zab! Apa Aba kamu ada bersamamu?" tanya Regina.
" Aba ada di dalam mushalla! Apakah ada yang penting?" tanya Zabran dengan jantung yang sudah berdebar kencang.
" Apa kalian bisa datang ke ruang tante?" tanya Regina.
" Saya akan kesana!" jawab Zabran yang sudah merasa tidak menentu.
" Baiklah, Tante tunggu!" kata Regina.
" Assalamu'alaikum!" ucap Zabran.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Regina.
Zabran terdiam sejenak menatap ke lantai rumah sakit, pikirannya tidak karuan karena membayangkan apa yang akan dikatakan Tantenya nanti.
" Kak!" sapa Zibran.
" Kak Zab!" panggil Zibran lagi karena Zabran yang hanya diam saja.
" Ada apa?" tanya Zibran saat tatapan mata mereka bertemu.
" Kamu jaga Aba! Kakak ada perlu sebentar!" kata Zab yang pergi tanpa menunggu jawaban Zibran.
Langkah Zabran menuju ruangan Regina terasa lama dan jauh. Berbagai macam dugaan dalam kepalanya melintas silih berganti. Tidak! Ummi akan sembuh! Ummi harus sembuh! Ya Allah kenapa perasaanku tidak enak begini? batin Zabran. Langkahnya terhenti di depan sebuah ruangan dengan nama Regina disana. Tok! Tok!
" Assalamu'alaikum, Tante!" salam Zabran.
" Wa'alaikumsalam! Masuk Zab!" kata Regina dari dalam.
Zabran membuka pintu ruangan Regina dan melihat tantenya itu sedang berdiri di depan sebuah X-Ray Film Viewer. Zabran menutup pintu dan berdiri di depan pintu.
" Duduk Zab!" kata Regina saat melihat Zabran yang berdiri di sudut ruangannya.
" Terima kasih, Tante!" kata Zabran kemudian duduk di kursi di depan meja Regina.
" Tante harus bicara terus terang padamu, karena Tante tidak mau menyembunyikan apapun tentang kesehatan Ummimu!" kata Regina.
" Apa ada yang...salah dengan kesehatan Ummi? Apa Ummi sudah bisa dilihat?" tanya Zabran tidak sabar.
" Ummimu...saat ini sedang koma..."
" Astaughfirullahaladzim! Ummi!" ucap Zabran terkejut.
Airmata yang tidak pernah dia teteskan selama ini, akhirnya menetes di kedua pipinya saat mendengar berita tentang Fatma.
" Apa yang terjadi, Tante?" tanya Zab mengusap pipinya dengan tangannya.
" Jantung Ummimu mengalami masalah dan membuat kesadarannya menghilang!" jelas Regina ( Maaf ya Dokter, author tidak tahu apa ada hubungannya, ini hanya ilusi author saja)
" Apakah...Ummi..."
" Kamu tahu persis apa yang harus kamu lakukan dalam keadaan seperti ini! Tante hanya khawatir pada Abamu!" kata Regina.
" Aba...pasti akan sangat terpukul dan sedih!" kata Zabran menangkup wajahnya.
" Kamu harus bisa membesarkan hati keluargamu! Tante percaya kamu mampu melakukannya!" kata Regina.
" Terima kasih atas semuanya! Zab mohon, tolong bawa kembali Ummi kami! Kami percaya pada Tante dan dokter disini!" kata Zabran.
" Ins Yaa Allah! Tante dan teman-teman Tante akan berusaha sekuat tenaga!" jawab Regina.
Zabran berjalan ke arah toilet yang kebetulan sedang sepi, dia masuk ke dalam salah satu bilik dan menangis dengan tertahan. Dia menyesal kenapa tidak menjadi dokter saja saat ini, kenapa dia tidak pernah memperhatikan kesehatan umminya, kenapa dia hanya mementingkan pekerjaannya saja dan berbagai perkataan mengapa memenuhi pikirannya.