Suara kicauan burung dari pekarangan rumah berhasil membuat Danish terbangun. Dilihatnya jam beker digital yang menunjukkan angka 06.17. Tidak lama, Danish memutar badannya untuk melihat wajah sang istri.
"Abel?" Danish membelalakkan matanya begitu melihat Abel yang tidak ada di atas ranjangnya.
Karena tidak ada jawaban dari sang istri, Danish pun segera beranjak dari tempat tidurnya dan mencari Abel di kamar mandi. Namun hasilnya sia-sia. Akhirnya Danish memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan mencari Abel di ruangan lain.
"Abel!" panggil Danish berkali-kali di setiap langkahnya.
Begitu berjalan menuju dapur, Danish akhirnya dapat menghela nafas lega. Dilihatnya sang istri yang tengah menyiapkan sarapan untuknya.
"Kamu benar-benar bikin aku khawatir, tahu gak? Aku kira kamu kabur," kesal Danish dengan bibir yang cemberut.
Abel tertawa cekikikan melihat ekspresi suaminya yang berantakan seperti saat ini. "Kamu lain kali ngaca dulu ya depan cermin sebelum cari aku," kelakar Abel.
Danish memegang wajahnya dan menepuk-nepuknya dengan lembut. Begitu salah satu asisten rumah tangganya melewat, ia pun mencegatnya. "Bi, emangnya aku gak cakep ya kalau wajah baru bangun kayak gini?" tanya Danish dengan polosnya.
Asisten rumah tangga yang bernama Dewi itu ikut terkekeh bersama dengan Abel. "Cakep, Tuan. Tapi lebih baik kalau mau ketemu istri itu mandi dulu, apalagi kalau pasangan suami istri baru seperti ini," godanya.
"Ah, Bibi!" kesal Danish. "Ya udah aku mau mandi dulu, sayang jangan dulu sarapan sampai aku selesai mandi!" lanjut Danish mengancam Abel.
"Iya-iya," jawab Abel yang tidak bisa berhenti tertawa.
....
Setelah selesai sarapan, Abel dan Danish berangkat bekerja bersama. Mulai detik ini Danish berjanji pada dirinya sendiri akan mengantar jemput Abel di rumah sakit. Lagi pula, rumah yang ia beli merupakan tempat yang strategis dan dekat menuju rumah sakit.
"Sayang, hari ini kamu mau makan siang di mana? Nanti biar aku jemput kamu dari rumah sakit," ujar Danish.
Abel mengernyit. "Rumah sakit? Bukannya hari ini kita mau ke Bali ya?" tanya Abel dengan tawa yang tiada henti.
Danish termenung. "Ya ampun sayang, aku lupa kalau seharusnya kita itu honeymoon! Maaf ya, aku terlalu sering bekerja dan jarang banget liburan, makanya aku lupa deh," sesal Danish.
"Gak apa-apa sayang, lagi pula aku sudah siapkan semuanya buat kamu. Bahkan aku juga sudah bawa semua keperluan kita di bagasi," jawab Abel menenangkan.
Danish menghela nafas lega. "Ah, bersyukur banget aku punya istri cekatan kayak kamu, makasih ya sayang," timpal Danish.
Akhirnya, Danish pun memutar balikkan mobilnya menuju bandara. Danish merasa benar-benar seperti orang bodoh tadi itu. Bisa-bisanya ia lupa bahwa hari ini merupakan hari liburnya bersama Abel.
....
Bali selalu mempunyai lukisan Tuhan yang indah di setiap sudutnya. Itulah mengapa Abel dan Danish memutuskan untuk pergi ke Bali dan menikmati hari libur mereka. Sebenarnya, Danish sudah menyiapkan 2 buah tiket keliling Eropa. Hanya saja, ia menunggu waktu yang pas untuk memberitahu Abel.
Pemandangan Bali di sore hari selalu berhasil menarik para pengunjung untuk menghabiskan waktu mereka di pantai. Dan inilah yang dilakukan oleh Danish dan juga Abel sekarang.
"Lucu ya kalau kita punya anak kecil di sini, pasti kita bisa lari-larian kejar dia," ucap Abel. Matanya kini tertuju pada beberapa anak yang berlari-lari menghindari ombak.
Danish mengelus rambut Abel yang tidur di atas dadanya. "Nanti juga 3 tahun lagi kita bisa kayak begitu," jawab Danish menenangkan.
"Kamu mau punya berapa anak?" tanya Abel kembali. Kepalanya mendongak sedikit ke atas.
"Berapa ya?" tanya balik Danish. "Tadinya mau 11 anak, tapi kan udah ada keluarga gen halilintar," canda Danish.
Abel mencubit perut Danish dengan gemas. "Kamu kira rahim aku pabrik donat?"
Danish tertawa mendengar ucapan Abel. "Semaunya kamu aja, asalkan jangan kurang dari 2," lanjut Danish. Kali ini ia serius memberikan jawaban.
"Oke, kita punya 3 anak atau 4 anak nanti," ucap Abel dengan jari yang mulai menghitung.
Danish tersenyum mendengar ucapan Abel dan mencium singkat kening istrinya itu.
Tidak lama, keduanya kembali asyik menikmati pemandangan indah di pelupuk mata mereka. Keduanya terhipnotis begitu saja oleh desiran ombak dan juga perpaduan warna awan jingga dan biru yang indah.
"TOLONG!!!!" Sebuah teriakan yang berasal dari gulungan ombak membuat Abel terkejut dan berdiri.
"Sayang, ada yang tenggelam!" seru Abel menarik tangan Danish.
Danish yang baru saja berdiri mencari orang yang Abel sebutkan tenggelam barusan. "Aduh anak kecil lagi sayang, lagian kenapa renang pas lagi airnya pasang kayak gini sih?" gerutu Danish.
"Aduh sayang, kamu tolong aja anak itu! Jangan menggerutu dulu," suruh Abel.
Akhirnya Danish pun berlari menerjang ombak dan menolong anak tersebut. Karena air pantai saat itu tengah pasang, anak tersebut tergulung ombak cukup cepat sehingga Danish lebih lama menarik anak tersebut dari air.
"Dia gak sadarkan diri!" seru Danish pada akhirnya sambil menggendong seorang anak perempuan berusia sekitar 7 tahunan di tangannya.
"Baringkan dia di atas pasir," suru Abel. Setelah itu, Abel langsung melakukan teknik CPR pada anak tersebut. "Satu... dua... tiga... empat... lima..." Selesai hitungan kelima, Abel memberikan anak tersebut napas buatan melalui mulutnya.
Namun, hasilnya masih saja nihil. Abel pun terus mencoba dan mencoba hingga akhirnya...
"Uhuk... uhuk..." Anak tersebut akhirnya terbatuk dan bernafas.
"Oh god, thank you," lirih Abel dengan lega.
Danish tersenyum memandang istrinya dan mengecup kening Abel dengan cukup lama. "Kamu keren!" bisiknya.
"Nama kamu siapa?" tanya Abel pada gadis kecil itu.
Gadis yang masih lemas itu melirik ke arah Abel dan mulai membuka suara, "Rani."
"Rani, orang tua kamu di mana? Kamu sendirian di sini?" tanya Abel kembali.
Rani kecil menangis tersedu, "Mama sama Papa ada di hotel, tadi aku dilarang untuk ke pantai tapi aku nakal," tangisnya.
Danish mengelus-elus rambut Rani dengan lembut. "Gak usah nangis, nanti Om sama Tante antar ke hotel penginapan kamu ya? Kamu jangan nangis sekarang, tadi Tante Abel sudah tolongin kamu," ujar Danish menangkan.
"Om Danish juga tadi tolongin Rani." Abel memuji balik suaminya dengan senyuman.
"Mereka berdua orang hebat yang tolongin kamu tadi, padahal kamu sudah tergulung ombak cukup jauh." Seorang ibu muda yang menyaksikan kejadian tersebut akhirnya membuka suara. Setelah mereka semua diperlihatkan aksi heroik dari sepasang suami istri baru itu.
Abel melirik pada ibu muda tersebut dan menganggukkan kepalanya dengan senyuman.
Setelah situasi dan kondisi cukup membaik, Abel dan Danish memutuskan untuk mengantarkan Rani pada orang tuanya. Lagi pula hotel tersebut hanya ada di seberang jalan pantai itu saja.