Berbahagialah kita sebagai manusia. Karena Tuhan telah menakdirkan kita untuk hidup berpasang-pasangan.
Semuanya tidak selalu berjalan mulus seperti apa yang kita harapkan memang, tapi jika kita terus berusaha dan berdoa, Tuhan pasti memberikan apa yang kita inginkan.
Buah kesabaran seorang Abel tampaknya akan segera membuahkan hasil. Hanya tinggal menghitung hari ia akan resmi menjadi istri Danish. Segala persiapan yang mendadak mereka lakukan dengan begitu cepat.
Sebuah pernikahan yang dilaksanakan di rumah sakit bedah nomor 1 di Indonesia akan dilaksanakan. Pernikahan sederhana di dalam ruangan bedah yang selalu Abel impikan semasa hidupnya.
Sementara itu, resepsi pernikahan akan diadakan bulan depan. Hal ini karena keluarga Sinatria ingin mengundang banyak relasi yang mereka kenal. Tentu saja Abel setuju dengan hal itu, lagi pula ia juga ingin mengundang kakak dan kakak iparnya ke acara pernikahan mereka.
"Jadi kamu mau pilih gaun yang mana, Bel? Semuanya udah kamu pilih, tinggal gaun saja," ucap Nadya. Di tangan wanita itu kini terdapat sebuah majalah berisikan katalog gaun pernikahan.
Abel menggeleng. Ia merasa tidak pandai dalam memilih pakaian. Sedari dulu, setiap ada acara penting ia selalu meminta saran ibunya dalam berpakaian.
"Bagaimana kalau yang ini?" tanya Nadya. Gadis itu menunjuk sebuah gaun berwarna putih dengan aksen pita panjang di bagian belakang.
"Gak akan ribet? Nanti kalau aku ribet gimana?" tanya balik Abel.
"Sepertinya gak deh, ini cukup simple menurut aku. Selain itu, tampak dari depan gaunnya juga terlihat elegan."
Abel merebut katalog yang ada di tangan Nadya dan mulai melihat-lihat kembali. "Tunggu, aku masih mau pilih. Besok aku kabari," ucap Abel.
"Benar ya? Tiga hari lagi acaranya dimulai, aku cuman nemu penjahit yang sanggup mengerjakan ini selama 2 hari," jelas Nadya.
Abel mengangguk. "Iya, aku pasti pilih gaun dengan cepat."
....
Hari ini adalah harinya. Hari di mana sepasang kekasih akan mengucapkan janjinya untuk terus bersama sehidup semati dalam sebuah perjanjian yang sangat sakral. Janji sakral yang tidak bisa diucapkan begitu saja oleh siapa pun.
Tidak banyak orang yang berada di dalam ruangan tersebut. Hanya beberapa keluarga dan teman dekat mereka sajalah yang mereka undang.
Setelah mengucap janji, mereka berdua kini resmi menjadi sepasang suami istri. Semua yang ada di dalam ruangan akhirnya bisa ikut berbahagia atas kebahagiaan mereka berdua.
Jihan yang sedari tadi berdiri di sudut ruangan akhirnya memberanikan diri untuk berjalan mendekati kedua mempelai. "Selamat ya atas pernikahan kalian," ucap Jihan memeluk Danish dan juga Abel secara bergantian.
"Terima kasih, Jihan. Semoga kamu dapat yang lebih baik dari aku," jawab Danish dengan senyuman.
Jihan ikut tersenyum mendengar ucapan tersebut. "Sore ini aku memutuskan untuk kembali ke Australia. Abel, aku titip Danish ya sama kamu," ucap Jihan kembali.
Abel mengangguk. "Pasti aku jagain, kalau perlu aku rantai tangannya biar tetap aman," kelakar Abel yang membuat ketiganya tertawa.
"Kak, foto berempat yuk! Buat kenang-kenangan!" ajak Lusi yang baru saja menghampiri ketiganya.
"Ayok, boleh," ujar Abel setuju.
Beberapa foto pun mereka ambil menggunakan kamera dan juga ponsel.
"Abel!!!" panggil Nadya kegirangan menghampiri sahabatnya itu. Pelukan erat pun diberikan oleh Nadya padanya. "Selamat ya!!! Aku doakan semoga kalian berdua selalu bahagia setiap harinya dan menua bersama di rumah," ucap Nadya.
Setelah itu, Nadya beralih menghampiri Danish dan menjabat laki-laki tersebut. "Titip Abel ya, jangan pernah sakiti dia!" ancam Nadya.
"Tenang aja, aku pasti jaga Abel," sahut Danish dengan sungguh-sungguh.
Diam-diam, Abel melirik ke arah mertuanya yang duduk di sebelah mereka. Perasaan takut terkadang menyelimuti diri Abel. Namun, melihat raut wajah gembira Danu dan Daniar pada hari itu membuat Abel berhasil menyingkirkan rasa takutnya.
....
Setelah acara selesai, Danish langsung membawa istrinya ke rumah yang ia beli waktu itu. Jujur saja, Abel belum pernah di bawa ke sini oleh Danish. Dan ini merupakan saat yang paling tepat.
Rumah mewah dan megah itu kini sudah diisi dengan berbagai macam furniture mewah dan siap ditempati. Tidak hanya itu saja, Danish juga sudah mempekerjakan 2 orang satpam dan 3 asisten rumah tangga untuk mengurus rumah tersebut.
"Sayang, katanya kita pulang ke rumah aku. Tapi kok arahnya malah ke sini?" tanya Abel bingung. Pengantin baru itu kini tengah berpegangan tangan di dalam mobil dengan salah satu tangan Danish mengemudikan mobil.
Danish hanya tersenyum mendengar suara istrinya. "Nanti kamu lihat aja sendiri," jawabnya.
Abel pun menuruti ucapan suaminya. Ia tidak bertanya apa pun lagi pada Danish dan memilih untuk diam seolah menghafal jalan.
Beberapa saat kemudian, Danish menghentikan mobilnya di depan sebuah pagar besar berwarna hitam yang menjulang tinggi ke atas. Tidak lama, seorang satpam membukakan pagar tersebut untuk mereka.
"Selamat sore, Tuan dan Nyonya," sapa satpam tersebut. Danish mengangguk kecil dan kembali menjalankan mobil tersebut menuju depan rumah.
Sementara itu, Abel mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dilihatnya rumah besar, kolam renang, taman indah dan juga beberapa burung juga kelinci di sana. "Sayang ini rumah siapa?" tanya Abel takut.
"Ini rumah kamu, sayang. Kan tadi aku bilang kita pulang ke rumah kamu, ya ini rumah kamu." Jawaban Danish membuat Abel semakin kebingungan.
Begitu menghentikan mobilnya di depan rumah, Danish menatap Abel dengan matanya yang meneduhkan. "Jangan bengong, sayang. Ini seriusan rumah kamu."
Abel menganga tidak percaya. Tangannya dengan cepat memeluk tubuh Danish. "Terima kasih banyak, sayangggg... kamu--ah!!! Aku gak tau harus ngomong apa," ucap Abel bingung.
"Cium aku aja udah cukup kok," celetuk Danish.
Tanpa aba-aba, Abel pun langsung mencium bibir Danish singkat. Ah! Enaknya menjadi pasangan halal dan resmi seperti ini.
....
Jantung Abel bedetak begitu cepat begitu melihat Danish yang berada di atas kasur. Mulai hari ini mereka berdua sudah resmi sebagai pasangan suami istri.
"Sini, Bel. Kita kan sekarang udah resmi," ucap Danish menepuk-nepuk bagian kasur yang kosong di sebelahnya.
Abel berjalan perlahan menuju kasur dengan mengenakan baju yang panjangnya sepaha tanpa menggunakan celana lagi di dalamnya.
Danish yang melihat hal tersebut menarik Abel dengan cepat ke dalam pelukannya. "Kamu mau buat bayi sekarang?" tanya Danish dengan datar.
Abel berusaha menahan tawanya mendengar pertanyaan tersebut. Sepertinya sang suami juga sama dag dig dugnya seperti dia.
"Boleh, lagian umur kita sudah 30, kalau ditunda nanti malah berisiko," jawab Abel dengan ekspresi wajah yang ikut datar.
"Aduh kenapa tegang kayak begini ya?" tanya Danish di dalam hatinya.
Mata Abel terus menatap mata Danish dan mencium lehernya dengan cukup lama. Berusaha memulai malam indah itu tanpa ada kecanggungan di antara keduanya.