Chereads / Diandra Bagaskara / Chapter 29 - Panik

Chapter 29 - Panik

Reni mulai gelisah, jika akhirnya Dion mengetahui semua yang terjadi pada Diandra, maka semua hal yang dia angan angankan dengan suaminya akan hilang begitu saja. Bagaimana bisa jika hal itu terjadi.

Reni mondar mandir tepat di hadapan Riandi yang ikut mulai merasakan kecemasan, putra sematawayangnya itu memang keterlaluan.

"Mas" Panggil Reni, ia memberhentikan langkahnya tepat di hadapan sang suami yang hanya menatap polos ke arah lantai ruangan dimana Diandra dirawat tersebut.

"Mas" Panggil Reni sekali lagi, saat sama sekali tak di gubris oleh Riandi.

"Apa?" Ucap Riandi yang baru saja tersadar dari lamunannya.

"Bagaimana ini?"

"Aku tidak tahu" Jawab Riandi seadanya, jujur dia juga kini sangat sulit menerima kenyataan pahit ini.

"Kita harus membuat, Dion bertanggung jawab atas ini semua" Ucap Reni, yang kemudian mendapatkan tatapan tajam dari Riandi.

"Apa kau gila?" Tanya Riandi seraya mengeluarkan senyum sinisnya, tidak habis pikir atas apa yang diucapkan istrinya itu.

"Aku tidak gila, ini adalah hal yang harus kita lakukan" Terang Reni " Begini, jika dia menikah dengan Dion hidup kita akan jauh lebih makmur"

"Kau gila?! Dia sudah mengandung anak dari anakmu. Bukan Dion yang harus bertanggung jawab akan hal itu, tetapi putramu" Tegas Riandi, entah mengapa kali ini ia tak setuju dengan keinginan istrinya itu.

"Mas, kita bisa membuat seolah olah dionlah yang melakukan hal itu" Ucap Reni, sangat sangat berharap suaminya itu mau menyetujui permintaan dirinya.

"Tidak! Apa kau gila?! Putramu la yang harus bertanggung jawab akan hal itu ren" Tegas Riandi, Reni hanya mengambil nafasnya dalam dalam.

"Mas, baik putramu ataupuun Diandra, keduanya masih sama sama belia, mereka tak tau bekerja bahkan tak pernah bekerja. Lihat dirimu sekarang? Kau pengangguran, mau dikasih makan apa anak itu" Terang Reni, hal itu membuat pria yang berhadapan dengannya itu hanya bisa terdiam.

Apa yang dikatakan istrinya itu adalah benar, ia kini tak berkerja bahkan sekarang tanggungan Meraka akan bertambah.

"Lagi pula, kau tidak akan menyesali jika harus memberikan Diandra pada Dion. Diandra bukan anak mu, bahkan kau tidak menyukainya, lalu Dion adalah pria yang baik. Bukan hanya dian tepati kita juga akan ditolong oleh Dion" Tegas Reni, lagi lagi ucapan wanita parubayah itu berhasil mengelabui Riandi.

"Kau benar, kita pasti tidak akan mengalami kesulitan macam ini" Ucap Riandi setelah berfikir selama beberapa menit.

"Tentu saja aku benar, kau saja yang tidak mau mendengarkan aku mas, sudah kukatakan. Bahwa ini adalah jalan terbaik untuk kita"

"Lalu bagaimana caranya?" Tanya Riandi.

****

Pagi berlalu, sayup sayup sang matahari mulai muncul dibalik celah celah jendela rumah sakit, kini sang matahari mulai naik tinggi membangunkan sang wanita cantik yang baru saja membuka matanya diatas Bankar rumah sakit itu.

"Pagi" Ucap pria yang sangat ia kenali itu.

"Pak, kenapa bapak berada disini?" Tanya Dian pada Dion, yang entah sejak kapan berada di ruangannya itu.

"Aku ingin menjengukmu" Ucap Dion seraya memasang senyuman indah pada Diandra.

"lalu dimana paman dan bibiku?"

"Meraka pulang sebentar, ada pakaian dan perlengkapan dirimu yang akan dipersiapkan" Terang Dion sejujurnya, bahkan kedua wali Diandra itu menitipkannya pada Dion.

"Oh" Ucap Diandra

"Kenapa bisa ada disini?" Tanya Dion, membuka kembali percakapan Diantara mereka.

"Aku pusing kemarin, lalu aku lupa. Yang aku ingat aku hanya lemas lalu bibi berteriak memanggil paman" Ucap Diandra, sambil menatap dalam manik mata coklat milik Dion.

"apa kau jarang makan?" Ucap Dion yang tiba tiba menanyakan hal itu pada Diandra.

"Iya, tapi itu setelah kepergian mama dan papaku" Ucap Diandra yang sejujurnya, dulu badannya tak sekurus ini. Tapi setelah hal malang itu menimpah diirinya segalanya berubah.

"Pantas saja, kau terkena penyakit lambung"

"Benarkah?" Tanya Diandra dengan mata yang berbinar, berharap yang ia takuti tidak jadi kenyataan.

"Kau ini sakit lambung, mengapa bahagia sekali?" Tanya Dion sambil tertawa kecil menggelengkan kepalanya begitu gemas dengan gadis yang berbaring dihadapannya itu.

"hmm" Diandra kini hanya bisa terdiam, bingung harus menjawab apa, ia tak mungkin mengatakan bahwa ia senang karena hanya sakit lambung bukan hamil.

"Dian, hayolah. Tidak enak dirumah sakit, setelah ini kau harus makan yang banyak" Ucap Dion sambil mencubit tipis hidung mancung milik gadis cantik itu.

"Pak, jika aku makan banyak, aku akan gendut"

"dan Kau akan terlihat lebih cantik" Rayu Dion, hal itu membuat pipi Dian langsung memerah. Dion yang menyaksikan hal itu dibuat senyum senyum sendiri.

"Pak, berhentila menggombalku" ucap Diandra seraya membuang mata indahnya dari mata indah milik Dion.

"Dian, aku benar. Jika kau lebih gendut kau Pasti akan jauh lebih cantik, badan berisi, kulit putih, hidung mancung dan pipi yang tembem akan jauh menambah kecantikan pada dirimu" Ucap Dion, seraya memegangi tangan gadis itu, sementara hati Diandra kini berdegup sangat kencang

"Pak, aku mohon hentikan" Ucap Diandra seraya melepaskan tangan Dion, Dion hanya tertawa kecil merasa lucu dengan tingkah gadis itu.

"Permisi" Ucap salah satu orang dari balik pintu ruang rawat Diandra.

"Ini sarapannya, dan obatnya yang dimakan setelah selesai makan ya. Saya permisi dulu" Ucap Sang suster yang setelah melletakkan makanan Diandra memilih keluar dari ruangan itu.

"Terimakasih sus" Ucap Dion, kemudian mendapatkan anggukan dari suster itu

"Makan dulu biar aku suapin" Ucap Dion seraya mengambil mangkuk yang berisikan bubur khas rumah sakit, Diandra yang melihat bubur ditangan Dion, kini mulai mual mual kembali. Ia sangat tidak menyukai aroma bubur itu, hal itu sontak membuat Dion segera membopong tubuh gadis mungil itu menuju kamar kecil yang berada pada ruangan itu.

"Kau tidak suka makan bubur?" Tanya Dion ditengah kepanikannya, tak ada jawaban dari Diandra, rasanya Diandra hanya ingin segera dijauhkan dari makanan yang diberikan suster tadi.

"Dian, kau baik baik saja?" Tanya Dion, yang kini semakin dibuat tidak tenang, karena wanita itu tidak berhenti henti memuntahkan segala yang ada pada perutnya.

"Pak aku mohon, tolong jauhkan bubur itu dari ruangan ini" Teriak Diandra yang kini sudah tak tahan lagi dengan bau bubur yang khas pada hidungnya, Dion yang dibuat Kalap hanya menganggukkan kepalanya lalu segera berjalan mengambil mangkuk bubur itu dan membuangnya pada tong sampah didepan ruangan Diandra.

Diandra yang tak mencium lagi aroma bubur itu, kini mulai bisa bernafas dengan legah, mualnya mulai berkurang.

"Sudah tidak apa apa?" Tanya Dion, yang masih sama khawatirnya dengan tadi

"Aku tidak apa apa pak"