Tak berapa lama, sosok Radit kembali muncul dari balik pintu kamarnya dan membawa sesuatu keluar, Radit berjalan mendekati Angga dan berkata singkat sambil menyodorkan sesuatu, "Nih…" ucap Radit singkat dan menyodorkan sesuatu itu kearah Angga. Angga menatap benda yang disodorkan Radit dengan bingung dan raut wajah bertanya-tanya. Apa maksud Radit menyodorkan benda ini padanya?
"Apa ini?" tanya Angga akhirnya mampu membuka suara setelah ia hanya diam menatap benda yang Radit sodorkan, tanpa mengambilnya sama sekali. Ia bingung apa maksud Radit memberikan benda itu terhadapnya?
"Kamu serius tidak tahu ini apa?" tanya Radit dengan wajah tak santai, matanya melotot tak percaya. Apakah mungkin Angga sebodoh itu hingga tak tahu apa nama benda yang ia sodorkan ini? Sungguh tak dapat dipercaya! Ternyata Angga tidak sepintar yang ia kira.
"Tahu." jawab Angga singkat dan mengangguk kecil, tanda bahwa ia tahu apa benda yang dipegang oleh Radit itu.
"Terus?" tanya Radit ikut-ikutan tidak paham dengan maksud Angga. Jikalau Angga tahu, kenapa ia bertanya lagi ini apa? Katanya sudah tahu kan? Sungguh Radit jadi ikut bingung.
"Terus apa?" tanya Angga lagi semakin tidak paham dengan maksud Radit. Ia masih belum mengambil benda itu dari tangan Radit. Radit pun tidak menurunkan tangannya, apalagi menaruh benda itu, Radit masih menggenggamnya dengan erat. Seakan-akan benda yang ia pegang itu sangatlah berharga.
"Kalau sudah tahu apa yang kupegang ini, kenapa nanya lagi ini apa?" tanya Radit pada Angga dengan raut wajah kesal yang ditahan-tahan. Kenapa jadi muter-muter begini pertanyaannya? Radit jadi merasa pusing sendiri, padahal ia hanya berniat menghibur Angga agar tidak jenuh. Tapi kenapa ia malah dibuat pusing karena Angga?
"Iya aku tahu apa benda yang kamu pegang itu. Maksudku, untuk apa kamu berikan ini padaku?" tanya Angga masih belum mengerti apa maksud Radit memberikan benda itu padanya. Memangnya Radit mau ia melakukan apa dengan benda itu?
"Ini pancing, ya untuk mancing lah! Masa untuk masak? Pertanyaanmu itu sangat konyol Angga." ucap Radit dengan nada kesal meledak-ledak. Astaga! Sebodoh inikah adiknya? Sudah tahu ini pancing, sudah jelas bahwa ia menyuruh Angga untuk memancing ikan kan? Kenapa harus bertanya ini untuk apa? Tidak kah ada pertanyaan yang lebih konyol lagi selain itu?
"Iya Radit, aku tahu pancing ini untuk memancing ikan. Tapi yang aku tidak mengerti kenapa kamu menyuruhku memancing? Untuk apa? Apa tujuannya?" tanya Angga lagi masih belum memahami apa maksud terselubung Radit menyuruhnya memancing. Rasanya tak mungkin Radit menyuruhnya memancing tanpa alasan kan? Pasti Radit punya alasan sendiri mengapa menyuruhnya memancing, Angga yakin itu.
"Memangnya memancing harus ada tujuannya? Ya tujuannya agar kamu bisa mendapatkan ikan gratis, dan kamu bisa memasaknya, jadi kamu irit biaya untuk membeli lauk." ucap Radit dengan nada sedikit ketus. Sebenarnya Radit tidak benar-benar kesal dengan Angga, tapi ia hanya tak habis pikir dengan Angga kenapa semuanya harus beralasan? Radit hanya memiliki maksud baik untuk membuat Angga tidak jenuh. Tapi apakah itu salah?
"Hanya itukah alasannya kamu menyuruhku memancing Radit?" tanya Angga menatap Radit dengan tatapan sedikit curiga. Tak mungkin itu alasannya, pasti ada alasan lain, pikirnya dalam hati. Ia tahu Radit adalah orang yang penuh pertimbangan. Pasti Radit mempunyai maksud terselubung menyuruhnya memancing. Sebenarnya ia tidak percaya dengan alasan Radit itu.
"Tidak. Tentu saja bukan itu alasannya." ucap Radit menahan kekesalannya yang sudah diujung tanduk. Apakah Angga ini memang benar-benar bodoh? Bahkan ia tak peka dengan perasaannya sendiri, perasaan yang ia rasakan.
"Lalu apa alasannya?" tanya Angga lagi masih belum mengambil pancing itu dari tangan Radit. Sepertinya Radit sudah sangat kesal kepadanya karena tak kunjung mengambil pancingnya. Apakah Radit pegal memegang pancing itu?
"HHHHhhhhhh… Alasannya aku ingin kamu memancing karena kamu terlihat sangat letih dan jenuh kan? Maka dari itu aku menyuruhmu memancing, kali saja dengan melihat pantai rasa penatmu hilang. Karena pengalamanku sendiri, aku tenang jika melihat ombak yang menggulung-gulung menabrak karang. Rasanya sangat puas." ucap Radit sedikit bisa meredakan kekesalannya. Ia sebenarnya memang tidak kesal, hanya saja ia tak habis pikir jika Angga akan melontarkan pertanyaan sekonyol itu padanya. membuatnya sedikit emosi menjelaskannya.
"Lah iya ya… Kamu tahu darimana kalau aku suka memancing? Dan perlu kamu tahu, aku juga suka dengan pantai. Rasanya memang sangat tenang jika berada di pantai. Kita bisa bebas teriak-teriak sekerasnya tanpa ada yang memprotes kita. Dan pantai adalah tempat pertama yang akan ku kunjungi jika pikiranku sedang buyar dan berantakan." jujur Angga pada Radit tentang definisi pantai baginya. Pantai memang suatu tempat yang sangat berharga bagi Angga dan mampu menenangkan pikiran Angga disaat ia merasa kacau.
"Ya tahu lah! Menebak saja. Masa mungkin anak nelayan tidak suka pantai dan tidak suka memancing? Rasanya sangat mustahil. Aku hanya berpikir bahwa kamu suka memancing, sama sepertiku. Yasudah sana mancing." ucap Radit yang mengusir Angga dari hadapannya dan menyerahkan pancing itu lebih dekat kearah Angga, agar segera diambil oleh Angga. Radit sudah pegal memegang pancing itu sejak tadi, dan itu salah satu yang memicunya untuk emosi pada Angga.
"Iya, iya ini aku berangkat memancing sebentar lagi. Terima kasih pinjaman pancingnya." ucap Angga menerima pancing itu dengan senang hati. Sungguh! Radit seperti Dewa penyelamatnya di keadaannya yang bagaimanapun Radit selalu ada dan membuatnya merasa tidak sendirian di kota orang. Ia sangat bersyukur memiliki teman sebaik Radit, Radit memang memiliki hati sebaik malaikat. Bagaimana caranya ia bisa membalas kebaikan Radit?
"Kenapa tidak sekarang saja? Kamu ingin ditemani olehku?" tanya Radit dengan nada bercanda dan mengedipkan sebelah matanya menggoda Angga. Ia sangat senang membuat Angga kesal, namun ia sendiri tidak suka jika ia dibuat kesal oleh siapapun. Apakah itu bisa dikatakan dirinya sangat egois?
"Tentu saja tidak. Aku tidak berharap ditemani olehmu. Lagipula aku tahu jika kamu sedang lelah pulang dari bekerja kan? Aku tidak ingin mengganggu jam istirahatmu Radit. Diberikan pinjaman pancing ini saja aku sudah sangat senang dan bersyukur. Kamu sangat baik padaku, kamu sangat peduli padaku, kamu memiliki hati seperti malaikat." ucap Angga memuji Radit. Jangan salah, ia tak sekedar memuji, ia memang mengatakan apa adanya, karea memang begitulah kenyataannya.
"Berhentilah memujiku seperti itu Angga. Nanti kepalaku besar, dan helmku tidak muat." ucap Radit tersenyum tipis. Memang banyak yang sering memujinya baik, ini bukan pertama kalinya ia mendapat pujian dari seseorang.
"Aku mengatakan yang sebenarnya, aku tidak memujimu." sahut Angga setengah tertawa. Sungguh! Radit ini sangat kocak hidupnya. Radit memang mampu menghiburnya dan membuat moodnya membaik.
"Kamu bisa berenang kan?" tanya Radit tiba-tiba mengalihkan pembicaraan.
"Bisa, kenapa?" tanya Angga mendadak bingung dengan pertanyaan Radit itu.
"Baguslah! Jadi aku tak perlu khawatir jika nantinya kamu tenggelam karena terseret-seret ombak." ucap Radit langsung tertawa terbahak-bahak setelah mengatakan itu. Ia puas mengerjai Angga. Sepertinya Angga sudah sangat-sangat kesal sekarang.
"Sialan!" ucap Angga setengah berteriak memaki Radit yang sudah masuk ke dalam kamarnya tanpa rasa bersalah sama sekali.