Sementara Bu Ranti, ibunya Nindia ketika menyadari anaknya benar-benar meninggalkan rumah segera berlarian ke jalan. Dia tanya kepada siapa saja yang di temuinya namun tak satu pun yang melihat di mana putrinya itu.
Bu Ranti kembali ke rumah lalu dengan mengendarai motor kembali mencari Nindia ke tempat yang lebih jauh dari rumah.
"Kamu di mana, nak? Ibu tidak benar-benar mengusirmu!" ucap bu Ranti lirih penuh penyesalan.
Sudah beberapa jam bu Ranti berkeliling tapi Nindia tidak juga di temukan. Akhirnya bu Ranti pun pulang menjelang malam berharap anaknya sudah pulang. Tapi rumah tetap kosong.
Bu Ranti membuka laci, di lihatnya kalung liontin milik Nindia. Ada handphone juga di sana. Nindia pergi tidak membawa apa-apa. Di ceknya handphone Nindia. Ketika melihat nomor kontak Ricki, bu Ranti segera menelponnya berkali-kali tapi nomor kontak Ricki tetap tidak bisa di hubungi.
Bu Ranti pun membuka isi chat. Di bacanya satu persatu, ada beberapa group chat. Di sana ada kontak atas nama Rini. Bu Ranti pun mencoba menghubungi Rini. Tapi Rini tidak tahu keberadaan Nindia. Semua teman chat Nindia sudah di hubungi namun tak satu pun yang tahu tentang putri semata wayangnya itu berada. Bu Ranti menjadi sangat frustasi.
"Kamu di mana, nak? Pulanglah . . .Hiks!" bu Ranti tak sanggup menahan air matanya. Karena kelelahan, bu Ranti akhinya tertidur.
Sudah beberapa hari Nindia pergi dari rumah. Bu Ranti tidak putus asa setiap hari selalu mencari putrinya sampai lupa waktu. Akhirnya bu Ranti pun jatuh sakit. Beberapa hari bu Ranti tidak pergi bekerja. Kondisinya pun tidak makin membaik.
Hingga lebih satu minggu, Nindia tidak kunjung pulang ke rumah. Kondisi bu Ranti masih belum membaik. Tiap hari terbaring di kamar, hanya bisa berdoa agar anaknya segera pulang.
Saat masih larut dalam pikiran, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Dengan semangat bu Ranti turun dari kasur dan berlari ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. Dan berharap putrinyalah yang datang.
"Ricki?!" bu Ranti sangat terkejut melihat Ricki yang berdiri di depan pintu.
"Bu, apa kabar? Nindia ada?" tanya Ricki sambil menyalami bu Ranti.
"Nindia. . . " bu Ranti pun mulai berkaca-kaca.
"Kenapa,bu? Nindia baik-baik saja kan, bu?!" Ricki mulai merasakan sesuatu yang tidak enak di hatinya.
"Nindia, pergi dari rumah!" bu Ranti mulai terisak.
"Apa bu, pergi dari rumah? Pergi kemana, bu?" tanya Ricki kaget.
"Ibu sudah mengusirnya, dan dia benar-benar pergi!"
"Apa?" Ricki terkejut bukan main. Jadi Nindia pergi dari rumah. Batinnya.
Bu Ranti pun masuk ke rumah dan duduk di ruang tamu masih sambil menangis.
"Kenapa ibu mengusir Nindia, bu?" Ricki terlihat panik.
"Nindia . . . Nindia ha-mil. hiks!"
"Hamil? Nindia hamil, bu?" Ricki bagai tersambar petir mendengar apa yang Bu Ranti katakan. Dia menarik rambutnya sendiri dengan gusar.
"Dia hamil dan tidak tahu siapa ayah anaknya. Ibu begitu marah, begitu kecewa. Berkali ibu tanya siapa ayah anaknya tapi dia tetap tidak menjawab dan memilih pergi dari rumah!"
"Aku . . .aku ayah anaknya, bu!" Ricki mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. Dia merasa tubuhnya bergetar
"Apa? Jadi kamu yang sudah menghamili Nindia?!" bu Ranti menguncang-guncang tubuh Ricki.
"Iyaa . . ." Ricki pun meneteskan air matanya.
"Kenapa? Kenapa kamu rusak anak ibu, Rick?" bu Ranti terlihat emosi.
"Maafkan Ricki, bu. ." Ricki pun bersimpuh di kaki Bu Ranti.
"Kamu pikir dengan maaf, masalah akan selesai? Nindia telah pergi . . Nindia tidak tahu di mana! hiks hisk !"
"Nindiaaa . . . .!" Ricki hanya bisa menyesali diri.
"Kemana saja kamu selama ini? Kenapa kamu menghilang?" tanya bu Ranti.
Ricki pun menceritakan masalah yang membuat dia meninggalkan Nindia. Saat dia menerima kiriman video yang memperlihatkan Nindia menerima cek dari orang tuanya agar Nindia mau meninggalkan Ricki. Ricki tidak mau mendengar kan pembelaan Nindia yang akhirnya Ricki memutuskan untuk kuliah di luar negri untuk melupakan Nindia.
Semua berawal dari orang tuanya yang menginginkan dia kuliah di luar negeri dan dia yang ingin cepat menikahi Nindia. Namun di tentang orang tuanya. Di tambah hasutan dari temannya yang ingin hubungan Ricki dan Nindia hancur.
Bu Ranti yang mendengar semua penjelasan dari Ricki justru makin tak kuasa menahan kesedihannya. Putri semata wayangnya yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan dukungan darinya selaku orangtua dan keluarga satu-satunya yang di miliki justru mengusirnya, membuat putrinya justru makin terpuruk.
Rasa sesal yang membuat dadanya makin terasa sesak. Tidak seharusnya dia mengusir putrinya itu. Emosi sudah membuatnya kehilangan putri satu-satunya. Kemana lagi dia harus mencari.
"Maafkan aku, bu. Aku akan mencari Nindia kemanapun. Aku tidak akan bisa hidup tenang sebelum menemukannya," ucap Ricki sungguh-sungguh.
"Ibu selalu berpesan padanya, agar dia menjaga dirinya dengan baik. Hanya dia harapan ibu. Ibu sangat emosi saat itu," ucap bu Ranti seraya menghapus airmatanya yang terus keluar.
"Putri ibu tidak bersalah. Aku yang salah, bu! Saat itu aku mabuk hingga tidak bisa menguasai diriku lagi. Seandainya malam itu aku tidak minum minuman itu, mungkin kejadian itu tidak akan sampai terjadi. Nindia tidak akan hamil dan dia masih baik-baik saja saat ini. Tolong jangan salahkan dia, bu." Ricki menatap bu Ranti dengan raut wajah penuh penyesalan.
***
Hampir setiap hari Ricki datang menjemput bu Ranti untuk sama-sama mencari Nindia. Sampai bu Ranti tau kalau Ricki tidak jadi kuliah. Setiap di tanya kenapa tidak kuliah, Ricki akan menjawab nanti saja saat Nindia sudah di temukan.
Bu Ranti tau anak laki-laki di hadapannya ini benar-benar menyayangi putrinya. Mungkin nasib putrinya harus seperti ini, entahlah.
Sejak pencarian putrinya itu, bu Ranti sudah tidak bekerja lagi seperti biasa. Hingga tabungannya makin menipis. Beruntung kekasih putrinya itu mengerti. Ricki sering membawakan sembako ke rumah kadang menyelipkan amplop berisi uang.
Awalnya bu Ranti sempat menolak ,"Terimakasih, Rick. Tapi ibu masih punya uang," tolak bu Ranti saat itu.
"Ibu kan sudah lama tidak bekerja. Anggap saja ini sebagai ungkapan rasa bersalahku, bu. Aku mohon terimalah," Ricki terus memaksa.
"Tapi kamu juga kan tidak bekerja."
"Aku ada sedikit tabungan, bu. Kalau Nindia ketemu, ibu bisa bekerja lagi. Ini hanya untuk saat sementara saja, bu."
Bu Ranti menarik nafasnya dalam-dalam, "Baiklah kalau begitu. Ibu terima ya. Kalau ibu ada rezeki, ibu akan kembalikan."
Dengan terpaksa bu Ranti menerima amplop pemberian dari Ricki.
Aku hanya merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Semua adalah kesalahanku dan Nindia yang harus menanggung akibat dari kesalahanku ini. Aku sungguh-sungguh menyesal. Maafkan aku, Nindia. Aku benar-benar mencintai kamu. Batin Ricki.