Chereads / Pemuas Nafsu Lelaki Pelangi / Chapter 19 - 19. Bertemu Keluarga Evander

Chapter 19 - 19. Bertemu Keluarga Evander

"Ikut kemana?" tanya Elnara.

"Bertemu keluargaku," jawab Evander.

Elnara terdiam, menunduk ke bawah, memikirkan ajakan Evander yang dadakan. Selama ini dia belum pernah bertamu ke rumah keluarga lelaki manapun, apa dia bisa memberi kesan baik. Apalagi masa lalunya yang kelam membuatnya ragu untuk melangkah.

"Kenapa?" tanya Evander.

"Aku ini mantan wanita malam, apa kau tak malu memperkenalkanku pada keluargamu, pasti keluargamu orang berada," jawab Elnara.

Evander berlutut di bawah kaki Elnara yang menundukkan kepalanya ke bawah.

"Elnara, aku tidak peduli siapa dirimu sebelumnya, jika ada yang menghinamu, biar mereka menghina lelaki berkelainan sepertiku terlebih dahulu," ujar Evander.

"Evan bangunlah, aku mau pergi denganmu, tapi besok aku kerja, bagaimana kalau sore perginya?" tanya Elnara.

"Benarkah?" tanya Evander mempertanyakan jawaban Elnara sekali lagi.

"Loh kok balas tanya?" ucap Elnara.

"Aku tidak ingin ditolak, jadi kau harus jawab iya," kata Evander.

"Iya, puas?" jawab Elnara.

Evander mengangguk, dia mengambil gelang pemberian ibunya, langsung dipakaikan di pergelangan tangan Elnara, seketika Elnara terkejut dan menarik tangannya.

"Ini apa?" tanya Elnara menatap gelang di pergelangan tangannya.

"Gelang pemberian ibuku untuk bidadariku tercinta," jawab Evander.

"Hei, aku belum bilang mau kenapa sudah kau pakaikan?" tanya Elnara.

"Karena kau milikku, lupa?" Evander.

Elnara tersenyum, dia ingat saat Evander memaksanya untuk memgatakan kalau dia milik Evander.

"Iya, tapi gelang ini pasti mahal, aku tak pantas memakainya," ujar Elnara.

"Siapa bilang tak pantas, wanita milik Evander harus memakai gelang itu sebagai hak cipta yang gak bisa diganggu gugat," ujar Evander.

"Oh begitu, baiklah." Elnara menurunkan tangannya, dia memutuskan akan menerima dan memakai gelang pemberian ibunya Evander.

"Elnara, aku antar pulang, aku ingin tahu di mana rumahmu," pinta Evander.

"Oke, ayo!" ajak Elnara.

Evander mengangguk dan tersenyum, dia berdiri, berjalan mengikuti Elnara sambil menggodanya sesekali.

"Ciumanmu saat itu memabukkan, aku ingin lagi," celetuk Evander sambil berjalan beriringan bersama Elnara.

"Evan jangan dibahas," ucap Elnara.

"Elnara seandainya dulu kita bertemu lebih dulu, aku akan menghalalkanmu secepatnya," ujar Evander.

"Apa kau menyesal mengenalku sekarang?" tanya Elnara.

"Tidak, apapun itu sudah takdir, makanya aku ingin segera me ..." Evander ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba anak kecil yang sedang naik sepeda terjatuh di depannya. Elnara segera membantunya bangun. Sementara itu Evander mengamankan sepedanya.

"Kau tak apa-apa dek?" tanya Elnara.

"Tidak Kak, makasih," jawab anak itu.

"Lain kali lebih berhati-hati lagi ya naik sepedanya," saran Evander.

"Baik Kak," jawab anak itu.

Setelah dirasa sudah enakkan anak kecil itu kembali naik sepeda meninggalkan keduanya.

Elnara dan Evander kembali berjalan masuk ke dalam jalan yang sempit, rumah Alif mulai terlihat. Elnara menunjuk ke depan, memberi tahu Evander.

"Itu rumah Alif, anak kecil yang memberiku tempat tinggal," ujar Elnara.

Langkah Evander terhenti. Melihat rumah yang tak layak disebut rumah, lebih mirip gubuk reyot. Bahkan pos sekuriti atau tempat pupuk di rumah besarnya saja lebih bagus dari rumah di depannya ini.

"Elnara kau tinggal di sini?" tanya Evander.

"Iya, memang kenapa?" tanya Elnara.

Evander diam. Dia tak menyangka Elnara meningalkan kehidupannya yang dulu nyaman, melepas semua keserakahaannya dan tawaduk tinggal di gubuk reyot demi kembalinya ke jalan yang benar.

"Aku yakin kau bidadari yang akan membawaku ke surga Elnara," batin Evander.

"Evan ayo, Alif dan adik-adiknya pasti lapar," ajak Elnara.

"Iya bidadariku," jawab Evander.

Mereka berjalan masuk ke rumah Alif, di dalam Alif dan adik-adiknya menyambut mereka berdua dengan gembira, menyalami Elnara dan Evander. Pemandangan ini membuat Evander senang. Dia merasa memiliki istri dan anak. Matanya menatap Elnara yang sibuk bercengkrama dengan adik-adik angkatnya.

"Allah mempertemukanku denganmu Elnara, semoga kita memang ditakdirkan bersama," batin Evander.

Evander dan adik-adik angkat Elnara saling memperkenalkan diri, mereka bersenda gurau, sementara itu Elnara ke dapur memasak untuk mereka semua. Walaupun Elnara tak pandai memasak tapi dia berusaha memasak dengan perkiraannya sendiri.

"Elnara kau masak apa?" tanya Evander yang menghampiri Elnara ke dapur.

"Tumis kangkung dan tempe goreng," jawab Elnara.

"Aku suka tumis kangkung, apalagi buatan Elnaraku," puji Evander.

"Hus ... hus ..., kalau kau di sini tempe bisa gosong, tumis kangkung bisa lodoh, aku gak fokus masaknya," ujar Elnara.

"Itu tandanya cinta," celetuk Evander.

Elnara tersenyum malu-malu.

"Tuh kan, dari malam yang kita lewati itu, kau sudah jatuh hati padaku kan?" tanya Evander.

"Evan, sana! malu banyak anak kecil, jangan ngomong aneh-aneh." Elnara menyuruh Evander keluar dari dapur.

"Oke Bos cantik!" Evander keluar dari dapur, bermain bersama Alif dan adik-adiknya. Dia mulai mengenal Elnara seperti apa dari mereka. Evander sudah mantap untuk memperjuangkan cintanya, meski dia tahu itu tak mudah.

Hari itu Evander bahagia bisa makan malam bersama Elnara dan adik-adik angkatnya. Meskipun lauknya sederhana tapi rasanya nikmat karena dimakan bersama dan penuh rasa bersyukur. Evander akan selalu mengingat hari ini, di mana matanya terbuka, kemiskinan bukan bahan cibiran tapi tempat kita bersyukur, di luar sana masih banyak orang yang jauh lebih kekurangan dari kita.

***

Elnara menghampiri Brian yang duduk di ruang tamu, pamit pulang pada Brian. Dia sudah rapi mengenakan pakaian muslim yang berbeda dari yang dipakainya tadi, Elnara terlihat lebih cantik dan anggun. Pakaian berwarna pink begitu indah dan cocok dipakai Elnara yang berkulit putih dan bibir yang kemerahan tanpa lipstik.

"Elnara kau cantik sekali, mau kemana?" tanya Brian.

"Ada acara pribadi," jawab Elnara tersenyum malu.

"Acara pribadi dengan siapa?" tanya Brian.

"Ada, aku pulang dulu, assalamu'alaikum," ucap Elnara.

"Wa'alaikumsallam," jawab Brian.

Elnara berjalan keluar rumah. Di dalam Brian penasaran, dia ingin tahu siapa yang akan pergi dengan Elnara. Brian mengambil tongkat kruk, berusaha berjalan perlahan mengikuti Elnara sampai depan gerbang. Brian melihat sebuah mobil berhenti di depan Elnara berdiri. Seseorang keluar dari mobil menghampiri Elnara.

"Evander," ucap Brian.

Brian kesal melihat Evander membawa Elnara pergi. Rasa cemburunya yang dulu karena Evander memilih Elnara kini berubah menjadi rasa cemburu karena Elnara dekat dengan Evander.

"Kenapa perasaan ini? aku tidak suka Elnara dekat dengan Evander, apa aku mencintai Elnara?" Pertanyataan-pertanyaan tentang hatinya membuat Brian resah. Dia merasakan perasaan yang tidak pernah dirasakan sebelumnya pada Elnara.

Setengah jam perjalanan, Evander dan Elnara sampai rumah Keluarga Bagaskara. Evander mengajak Elnara masuk ke dalam rumahnya. Awalnya Elnara tak percaya diri, tapi Evander meyakinkannya, membuat Elnara yakin untuk bertemu keluarganya Evander.

Di ruang tamu ayah, ibu dan kakak Evander sedang berkumpul. Mereka sudah menanti kedatangan Evander dan wanita yang akan dikenalkannya.

"Assalamu'alaikum," sapa Evander dan Elnara.

"Wa'alaikumsallam." Hanya Ibu Soraya yang menjawab salam itu.

Evander dan Elnara berjalan menghampiri mereka. Mata Elnara tercengang saat melihat lelaki yang duduk di sofa. Seseorang yang pernah dikenalnya saat menjadi wanita malam. Dia mematung. Mulutnya membisu. Waktu seakan terhenti melihat lelaki itu.