"Em ... Bu Lina, apa gak sebaiknya enak-enaknya malam saja—"
"Apa? Malem?" Kedua mata Lina membulat sempurna.
Bara sebenarnya tak bersungguh-sungguh dalam bicaranya. Mengajak melakukan enak-enak di malam hari itu bukan karena ia benar-benar ingin melakunannya, melainkan hanya untuk mendunda.
Gak mungkin Bara sudi melakukannya dengan seorang wanita paruh baya yang jelek. Melakukan dengan Amartha yang cantiknya luar biasa aja dia ogah-ogahan. Ya, semua itu karena trauma.
Namun, saat trauma itu hilang, Bara malah berpisah dengan Amartha.
Lina terkejut dengan penuturan Bara. Tak disangka Bara yang tadi menolaknya, malah mengajak melakukan enak-enak nanti malam.
"Apa kau sungguh-sungguh ingin melakukanya nanti malam, Sayang?" tanya Lina lagi untuk memperjelas.
"Tentu saja aku sungguh-sungguh Bu—"
"Ah, Sayang— mbok jangan manggil aku Bu— kita 'kan sekarang sudah jadi sepasang kekasih—"