Chereads / Seindah Dendam / Chapter 2 - Pihak Bank

Chapter 2 - Pihak Bank

Arsen yang berada di dalam kamar saat ini sedang dilanda ketakutan yang sangat kuat. Mendengar keributan antara Mamahnya dan juga orang tidak dikenal di luar rumah.

Arsen tadi sudah berusaha untuk menghentikan itu semua, namun Mamahnya menyuruhnya masuk ke dalam kamar. Dan sekarang Arsen benar-benar takut.

"Ada apa sebenarnya ini?" Arsen terduduk di atas lantai, menyenderkan kepalanya di dinding, sembari melingkarkan tangannya dikaki yang ia tekuk. Menahan rasa takut dalam dirinya.

"Arsen takut..." Matanya sudah berbinar-binar, air mata sudah berkaca-kaca tercetak jelas di sana, "Papah dimana, Arsen takut..."

Anak kecil berusia 8 tahun harus merasakan rasa takut yang amat dahsyat sekarang ini. Ia memilih untuk mengintip dari balik jendela kamar yang menghubungkan langsung dengan halaman rumah.

Di sana terlihat bahwa Mamahnya masih beradu mulut dengan dua orang pria yang tidak kenal itu. "Mamah menangis?" Arsen melihat jelas bahwa Mamahnya di sana sedang membendung air mata.

Arsen masih saja melihat perdebatan antara orang dewasa itu. Sampai akhirnya Arsen dibuat terkejut, salah satu dari pria itu mendorong tubuh Mamahnya hingga terjatuh. "Mamah..."

Maka secepat kilat Arsen berlari menuju ke lantai bawah sebab kamarnya berada di lantai dua, membuat Arsen harus menuruni anak tangga lebih dulu untuk bisa sampai di halaman rumah.

"Mamah..." Teriakan Arsen langsung memeluk tubuh Mamahnya dari belakang. Sontak membuat wanita paruh baya itu sangat terkejut.

Alisha menatap ke arah sang anak lalu mengecup pucuk kepala Arsen, ia membawa anaknya itu ke dalam dekapan pelukannya. Ia tahu anaknya juga merasakan takut.

"Kamu kenapa balik lagi Sayang? Mamah kan sudah bilang, tunggu di kamar saja..." Mamah Alisha membela kepala anaknya dengan sayang.

Arsen menggelengkan kepalanya. "Arsen nggak mau membiarkan Mamah sendirian di sini, Arsen sedih kalo lihat Mamah nangis."

Anak sekecil Arsen bisa merasakan sedih yang dirasakan Ibunya. "Arsen nggak perlu khawatir ya, Mamah nggak papa kok Nak."

Meskipun perkataan sang Mamah menunjukkan tidak ada apa-apa, namun sebagai seorang anak tentu saja Arsen belum bisa merasakan tenang jika dua pria itu belum kunjung pergi.

"Nggak Mah! Arsen nggak mau melihat Mamah nangis gara-gara orang ini..." Arsen memberanikan diri mendekat ke arah dua pria tidak dikenali itu.

"Kalian orang jahat! Kalian sudah membuat Mamah Arsen menangis!" Arsen memukul kaki dua pria itu secara bergantian.

Dengan tubuh Arsen yang masih kecil dibandingkan dengan tubuh dua pria dihadapannya yang tinggi, membuat Arsen hanya mampu memukul bagian kakinya saja. Tetapi itu bisa membuktikan jika Arsen sangat menyayangi Mamahnya dan tidak mau terjadi apa-apa dengan Mamahnya atas apa yang telah dilakukan dua pria ini.

"Heh! Anak kecil kamu tidak tahu apa-apa, jangan berani-beraninya kamu sama kita!!" Bentakan suara keras dari dua pria berpakaian rapi itu.

"Kalian orang jahat! Awas saja nanti kalo Papah datang, kalian akan kena amukan dari dia!" Arsen pun tak mau kalah dengan mereka.

"Oh iya? Mana Papah kamu itu?" Tanya salah satu dari pria itu dengan nada sinis.

"Sudah-sudah Arsen... Biarkan saja mereka, kamu masih kecil Nak, Mamah nggak mau kamu kenapa-napa." Mamah Alisha langsung menarik tangan anaknya agar berhenti berdebat dengan dua pria kekar didepan mereka.

"Tapi Mah, mereka sudah jahat sama Mamah!" Arsen berusaha membebaskan diri dari pelukan Alisha yang semakin erat.

"Heh! Kita minta kamu dan anak kamu ini segera angkat kaki dari sini! Kenapa masih belum mengertilah juga?" tanya salah satu pria itu.

"Kami nggak akan pernah angkat kaki dari rumah ini karena ini rumah kami, seharusnya kalian yang angkat kaki dari sini..." Alisha berkata tegas.

"Dengerin ya! Suami kamu itu sudah bangkrut dan rumah ini sudah digadaikan ke pihak bank kami, jadi kalian harus angkat kaki dari sini," dua pria itu menatap sinis ke arah Alisha dan juga anaknya.

"Atau jika kalian tidak mau segera angkat kaki dari rumah ini, maka terpaksa kita akan mengusir kalian dari sini." Perkataan sangat tegas dari orang-orang itu.

"Mau sampai kapan pun saya nggak akan mau angkat kaki dari rumah ini!!"

"Tapi kita juga harus menjalankan tugas dari bank, maka terpaksa kita harus mengusir anda dari sini!"

Tania pikir panjang dua orang itu langsung mendekat ke arah Alisha dan juga Arsen. Mereka langsung membawa paksa mereka berdua yang terus memberontak.

"LEPASIN!!"

Alisha berusaha terbebas dari genggaman pria itu, bisa-bisanya mereka menyentuh dirinya tanpa meminta ijin dulu dari Alisha.

"Cepat kalian pergi dari sini..." Pria itu masih saja berusaha membawa mereka berdua keluar dari kawasan rumah sambil menyeret paksa Arsen dan Alisha.

"Mamah..." Arsen dilanda air mata menyaksikan ibunya dibawa paksa oleh laki-laki tak dikenal itu.

"Arsen..." Mamah Alisha berusaha menarik tangan anaknya namun dua pria itu malah memisahkan mereka dengan menyeret Alisha agar keluar lebih dulu dari rumah.

"Lepasin mereka!!"

Seketika teriakan dari seseorang baru datang, sontak mereka semua menoleh ke sumber suara. Itu adalah Erick, suami dari Alisha sekaligus Papah dari Arsen.

"Siapa anda, jangan ikut campur urusan kami."

"Saya Erick Chan Gerald, kalian berdua datang ke sini pasti mencari saya, iya kan?" tanya Erick sudah tidak salah lagi.

Mereka berdua langsung melepaskan cengkraman mereka terhadap anak dan ibu itu. Sehingga Arsen terbebas memeluk sang Mamah dan mendapatkan ketenangan.

"Oh jadi anda yang bernama Erick," mendengar itu membuat Erick menganggukkan kepala saja.

"Iya, kalian untuk apa datang ke sini?" tanya Erick mengangkat sebelah alisnya berusaha menahan sabar dalam hatinya.

"Jadi begini Pak, kami diutus oleh pihak bank untuk menyita rumah ini, dan ini bukti-buktinya." Pria itu menyodorkan map kepada Erick.

Erick menerima itu lalu membacanya. Matanya membulat sempurna, dengusan kesal pun tercetak di sana.

"Anda pasti salah, karena saya tidak pernah menggadaikan rumah ini dan saya tidak pernah menandatangani surat ini." Erick melempar kembali map itu tepat di dada bidang pria di depannya.

"Ini sudah jelas-jelas kalo anda sudah menandatangani surat ini, anda sudah meminjam uang sama kami dan rumah ini sudah menjadi jaminan nya, jika anda tidak mau membayar, maka kalian semua harus angkat kaki dari rumah ini."

"Ck! Menangnya berapa hutang saya sama kamu?" Erick tersenyum sinis.

"1M dan itu harus lunas dalam jangka waktu satu bulan!"

Seketika itu mata Erick membulat sempurna. Apakah yang didengar itu benar? Uang sebanyak itu untuk apa ia perbuat? Erick tidak pernah meminjam uang itu sama sekali.

"Gila ya kamu! Saya tidak pernah meminjam uang sebanyak itu!"

"Tapi di sini tertulis jika yang meminjam adalah Damar Siswanto atas izin Bapak Erick Chan Gerald."

Tangan Erick terus mengepal kuat. "Damar lagi!!"

Bersambung....