Setelah menjalani operasi dan menginap di rumah sakit beberapa Minggu. Kini akhirnya mereka berhasil keluar dari rumah sakit dalam kondisi Alisha sudah lebih sehat dari sebelumnya.
"Ayo kita pulang..." Ajak Erick sembari membantu sang istri berjalan dan sambil membawakan tas-tas yang sebelumnya mereka bawa.
"Ayo Sen..." Erick tak lupa mengajak Arsen juga. Hingga pada akhirnya mereka sampai di dalam mobil yang dimana sudah disiapkan oleh Erick tadi pagi.
Sekarang sudah sedikit siang. Cuaca sedikit panas, jadi Erick menyuruh Alisha agar cepat-cepat masuk ke dalam mobil dan segera menuju ke rumah agar bisa secepatnya beristirahat.
"Aku seneng deh... Akhirnya Aku sembuh juga dari penyakit itu, ya meskipun gak seluruhnya tapi Aku seneng banget..." Alisha tersenyum panjang lebar sepanjang jalan.
"Arsen juga seneng lihat Mamah sehat kayak gini." Arsen juga merasa bahagia melihat kondisi Mamahnya jauh lebih baik dari sebelumnya yang ada di dalam rumah sakit.
"Iya Sayang.... Terima kasih ya kamu sudah mau merawat Mamah kemarin, Mamah bangga sama Kamu." Alisha mengelus pucuk kepala Arsen yang duduk di jok belakang, sedangkan Alisha duduk di depan disamping suami.
"Sama-sama Mah..."
Senyuman terlihat jelas di wajah mereka berdua, namun tidak dengan Erick. Ia malah menunjukkan raut wajah datar tanpa ada reaksi Apapun setelah menyadari Istrinya sembuh.
"Pah? Papah kenapa diam saja?" tanya Alisha terheran-heran terhadap suaminya yang sejak tadi tidak ikut mengobrol bersama Anaknya dan juga dirinya di dalam mobil.
Dan disepanjang jalan pun Erick hanya diam saja. Dan Alisha baru menyadari hal itu. "Papah nggak seneng lihat Mamah sembuh?"
Seketika mendengar pertanyaan itu dari Alisha membuat Erick langsung menggelengkan kepala cepat.
"Tidak, bukan seperti itu...."
Elak Erick karena memang benar adanya jika bukan itu yang ada dipikiran Erick saat ini. Melainkan masalah lain yang belum bisa ia jelaskan kepada istrinya, kali ini dirinya dibuat bingung benar-benar bingung mau menjelaskannya dari mana lebih dulu.
"Lalu, kenapa dari tadi Papah diam saja?" tanya Alisha tak tahu masalah apa pun yang telah terjadi yang saat ini sedang dihadapi oleh suaminya.
"Heum... Ya nggak papa sih." Erick bahkan kehabisan alasan untuk menjawab pertanyaan dari Alisha. Ia bingung saat ini. Waktu yang ia janjikan kepada Orang-orang itu sudah berakhir dalam Minggu ini. Lalu setelah ini apa yang akan dia lakukan?
"Papah kenapa sih?" batin Alisha terheran-heran karena sejak beberapa Minggu yang lalu sikap dan sifat suaminya sangat berbeda dari hari-hari sebelumnya. Namun Alisha tidak ambil pusing. Ia percaya kepada suaminya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Sesampainya didepan rumah. Mereka langsung saja turun dari dalam mobil. Dan lebih mengejutkannya lagi, Alisha melihat ada dua orang laki-laki sudah berdiri tegap di depan rumahnya.
Begitu pun juga dengan Erick, dia sangat terkejut dengan hal itu. Keberadaan mereka ada di rumahnya pasti akan membuat kacau suasana.
"Mampu, sekarang semuanya akan hancur dalam beberapa detik kemudian." Batin Erick.
"Pah, mereka siapa? Apakah Papah menyewa bodyguard baru?" tanya Alisha melihat tubuh dua pria di depannya itu sangat kekar dan lebih tepatnya lebih menyerupai bodyguard.
"Tapi untuk apa Papah menyewa bodyguard?" pertanyaan itu kembali muncul dari mulut Alisha.
"Heh! Cukup ya, Kami ini bukan bodyguard Kalian, sekarang kalian angkat kaki dari rumah ini!!"
Tegas salah satu dari pria berbadan tegas di depan mereka. Alisha sangat bingung. Siapa mereka, kenapa mereka malah menyuruh Alisha dan keluarganya pergi dari rumah mereka sendiri?
"Siapa kalian, dan ada hak apa kalian mengusir kami dari rumah kami sendiri?" tanya Alisha tak kalah tegasnya.
Erick hanya mampu terdiam saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun dari mulutnya. Karena ia sendiri sudah tahu apa yang akan terjadi setelah ini.
Arsen pun sama. Dia tidak tahu apa-apa namun ia harus menyaksikan segala kebingungan yang ada di dalam otaknya kali ini. Namun mau tidak mau dirinya hanya diam saja dan tidak boleh ikut campur urusan dewasa.
"Kami tentu saja punya hak atas rumah ini sebab rumah ini sudah mejadi rumah Kami!!"
Mendengar apa yang barusan Alisha dengarkan tentu saja ia sangat terkejut dengan semua itu.
Bagaimana bisa rumah ini milik mereka? Sedangkan rumah ini masih atas nama dirinya dan tidak ada kata Alisha menjual rumah ini kepada siapa pun.
"Bagaimana bisa? Ini rumah saya, dan saya tidak pernah menjual rumah ini kepada siapapun itu." Alisha berkata tegas tetapi Orang itu tidak lupa membawa bukti-bukti yang akan ditunjukkan kepada Alisha.
"Tolong Anda baca dengan cermat ya, agar tidak terjadi kesalahpahaman seperti ini lagi kedepannya."
Salah satu orang itu memberikan sebuah map kepada Alisha, dari situ Erick sudah menggelengkan kepalanya. Kali ini apa yang ia lakukan ia akui semuanya salah dan setelah ini, Erick berjanji akan menerima semua apapun yang akan terjadi.
Alisha masih saja bingung atas map itu. Maka ia tidak ambil pusing, akhirnya Alisha mengambil dan membacanya. Dan saat itu juga betapa terkejutnya Alisha membaca isi map tersebut yang menyatakan bahwa rumah ini telah dijual kepada dua pria di depannya.
"DI JUAL!" Alisha melotot tak percaya. Badannya kaku tak berdaya. Namun ia masih bisa mengontrol diri agar tidak sampai ambruk seperti kemarin yang membuatnya down kembali.
"PAH! KENAPA PAPAH MENJUAL RUMAH INI TANPA SEPENGETAHUAN AKU?" tanya Alisha begitu keras sehingga membuat Erick tidak mampu menjawab semuanya.
"KAMU TAHU? RUMAH INI ADALAH SATU-SATUNYA PENINGGALAN ORANG TUA AKU!!!" Alisha masih benar-benar tidak percaya dengan apa yang telah dilakukan oleh suaminya itu.
Bahkan suaminya tidak bilang apa-apa kepadanya jika rumah ini sudah dijual. Betapa sakitnya hati Alisha ketika semua kenangan yang ada di dalam rumah ini bersama keluarganya dulu sebelum hilang saat mereka kecelakaan maut saat perjalanan ke luar kota.
Belum lagi kenangan semua perjuangan dari angka 0 hingga sekarang ini yang ia perjuangkan bersama Erick. Kini semuanya telah direngkuh dengan mudahnya.
"Maaf..."
Hanya itu yang mampu dikatakan oleh Erick di depan istrinya. Tidak berdaya dan tidak tahu lagi mau menjawab apa.
Alisha membanting pandangan matanya ke arah lain dengan dengusan nafas tak karuan akibat kesal terhadap suaminya sendiri. Ini baru pertama kalinya Alisha marah besar kepada suaminya sendiri seperti ini.
"Sudah-sudah... Tidak ada waktu lagi buat kalian bicara di sini, Sekarang kalian cepat pergi dari sini."
Nada mengusir dari mereka pun akhirnya keluar. Dan salah satu dari mereka ada yang masuk ke dalam rumah itu. Dan keluar sambil membawa beberapa tas yang diduga itu isi semua pakaian.
"Cepat kalian pergi dari sini, bawa semua baju-baju itu..."
Tas-tas itu dibanting di depan mata Alisha yang sudah banjir air mata. Maka dengan tangan yang gemetar, alisha mengambilnya.
"Ayo Arsen, kita pergi dari sini." Alisha menarik tangan Arsen dan membawanya pergi. Lagian tidak ada gunanya juga ia ada di sini.
"Tapi Mah...-
Arsen menggantungkan ucapannya karena melihat dari tatapan mata mamahnya saja sudah menunjukkan bahwa menyuruhnya untuk diam.
"ALISHA TUNGGU!!"
Erick mengejar langkah Alisha dan Arsen. Karena Erick tidak mau kehilangan mereka seperti ia kehilangan semua harta yang telah ia perjuangan.
Bersambung....