Natasha tampak melangkah menuju ke jalan, setelah melihat Jimmy memasuki mobil dan siap melaju. Ia hanya ingin menyaksikan Merry berlalu. Perlahan kendaraan yang dikemudikan Jimmy menghilang di balik tikungan jalan.
Seketika, Natasha teringat surat dari Diego sehingga ia segera melangkah kembali masuk rumah. Batinnya sudah tidak sabar untuk membaca isi surat itu. Namun, sebelum membaca surat dari Diego tersebut, ia terlebih dulu menyimpan buku tabungan yang diberikan Merry kepadanya, tadi. Natasha menuju kamar, kemudian membuka lemari. Ditariknya sebuah laci, kemudian tangannya meraih dompet berwarna hitam.
Natasha sejenak menatap perhiasan emas pemberian Merry juga, saat mengunjungi rumah wanita lanjut usia itu. Saat Natasha memohon sebuah pengakuan atas keberadaan Jordan, darah daging Diego. Tatapan Natasha lantas beralih ke buku tabungan kemudian menyimpan semuanya menjadi satu di dalam dompet dan memasukkannya lagi ke laci lemari.
Usai menyimpan semua harta pemberian Merry di lemari, Natasha menuju sisi jendela. Dia mengamati pemandangan di luar rumah yang menampakkan hari menjelang petang. Ia lantas mengurungkan niat untuk membaca isi surat dari Diego dan memilih untuk membersihkan badan terlebih dahulu, kemudian mengambil Jordan yang ia titipkan pada pemilik kontrakan sejak siang tadi.
***
Natasha duduk sendirian di gazebo depan rumah kontrakannya sembari menggenggam selembar kertas berisi kabar dari Diego. Ia sengaja duduk di sana sendirian karena sang buah hati telah tertidur. Sesekali Natasha tersenyum saat laki-laki yang dicintainya mengatakan dalam surat, jika dalam keadaan baik-baik saja. Bahkan, Diego menasihati Natasha agar tidak memasukkan dalam hati, sikap Kathy yang selalu menatapnya dengan penuh kebencian.
"Natasha! Sedang apa sendirian di situ? Boleh ikut duduk, gak?" teriak pemilik kontrakan yang baru saja keluar dari rumahnya.
"Boleh, Nyonya. Kemarilah!" sahut Natasha sambil tersenyum ke arah pemilik rumah kontrakan tersebut.
Tak selang berapa lama, pemilik rumah kontrakan tersebut menghampiri Natasha. Suasana menjelang malam itu begitu hangat, meskipun Natasha didera kerinduan terhadap Diego. Namun, surat dari laki-laki yang dicintainya itu setidaknya sedikit mengobati rasa rindunya.
"Surat dari siapa?" tanya wanita pemilik kontrakan dengan tatapan penasaran.
"Dari ayahnya Jordan, Nyonya," sahut Natasha dengan sedikit malu-malu.
"Apa yang dikatakannya dalam surat?" Lagi-lagi pemilik kontrakan itu ingin tahu.
"Tuan Diego mengatakan jika sangat rindu dengan anaknya, Nyonya. Dia juga mengatakan jika ingin berkunjung ke sini. Itu yang dia katakan," terang Natasha kemudian.
"Syukur deh. Terus kapan mau ke sini?" selidiknya lagi pada Natasha.
"Belum tau, Nyonya. Tuan Diego sangat sibuk."
Obrolan keduanya berlanjut dan terasa hangat membuat Natasha merasa terhibur, setidaknya dia tidak merasa kesepian karena Jordan telah terlelap. Natasha lantas menatap ke arah pagar rumah kontrakannya. Dia sedikit menajamkan penglihatan saat merasa ada seseorang yang mengintip di balik tembok pagar.
"Nyonya, boleh minta tolong melihat siapa tadi yang mengintip di luar pagar! Mungkin, Nyonya kenal?" ujar Natasha.
"Ah, kamu ada-ada saja, Natasha! Mana mungkin ada seseorang yang mengintip di pagar?" tukas pemilik kontrakan.
"Ya udah, Nyonya. Biar saya sendiri yang melihatnya!" ujar Natasha sedikit merasa kesal.
Natasha lantas bangkit dari duduk, kemudian melangkah menuju pagar. Seketika dia tersentak mendapati suami pemilik kedai yang menjadi langganan di laundry Natasha.
Natasha lantas pelan-pelan membalikkan badan dan kembali menuju gazebo. Dia bermaksud menyembunyikan hal yang dilihatnya agar pemilik rumah kontrakan tidak heboh. Natasha memasang wajah tenang dan segera duduk lagi di gazebo.
"Ternyata saya salah liat, Nyonya. Benar yang Nyonya katakan, tidak ada siapa-siapa di sana," ucap Natasha kemudian.
"Makanya, kamu jangan sembarangan menyimpulkan. Mungkin saja itu tadi bayangan pepohonan," sindir pemilik kontrakan.
"Iya, Nyonya, sepertinya saya juga harus segera memeriksakan mata," balas Natasha yang batinnya telah merasakan ketakutan. Hanya saja ia tetap berusaha tenang karena tak ingin membuat pemilik kontrakan ikut merasa cemas.
"Iya, buruan periksa sebelum kenapa-napa."
"Siap, Nyonya. Baiklah, karena takut Jordan terbangun, saya mau pamit masuk rumah, ya, Nyonya."
"Oke, Natasha. Aku pun juga mau masuk rumah juga."
Natasha segera masuk rumah dan bergegas mengecek pintu dan semua jendela. Dia harus memastikan semua dalam keadaan terkunci.
Ia lantas memasuki kamar, kemudian merebahkan badan di ranjang. Dia membaca lagi surat dari laki-laki yang dicintainya. Kemudian mendekapnya dan menjadikan selembar kertas tersebut menjadi teman tidurnya.
***
Sejak Diego memutuskan agar Jordan diasuh oleh Natasha saja, wanita itu kembali menggeluti pekerjaannya. Bukan menjadi perawat, pengasuh anak ataupun asisten dokter, melainkan menjahit, laundry dan juga membuat kue jika ada pesanan. Hal itu mau tak mau dilakukan Natasha untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin besar, saat Jordan beranjak tumbuh besar.
Suasana menjelang sore hari, tetapi Natasha masih sibuk di depan mesin jahit. Dia sepertinya tak kenal lelah untuk segera menyelesaikan baju pesanan pelanggannya itu. Sejenak, dia menghentikan mesin jahit untuk menuju dapur mengambil air minum. Namun, indera pendengarannya seperti mendengar mesin mobil yang berhenti di halaman.
"Siapa yang datang? Apa laki-laki itu lagi? Untung Jordan aku titipkan di rumah Nyonya Gea," gumam Natasha berpikiran jika Jimmy yang datang ke rumah kontrakannya.
Tok, tok, tok!
Suara ketukan pintu dari luar semakin membuat jantung Natasha berdegup hebat. Ia ragu untuk melangkah mendekati pintu karena tidak ada panggilan di sana. Natasha takut jika tiba-tiba membuka pintu dan mendapati Jimmy yang datang.
"Siapa?" tanya Natasha dengan bibir gemetar.
"Aku Diego. Bukalah pintunya!" Natasha menghela napas lega, meskipun detak jantungnya justru semakin berdegup tak keruan. Ia lantas menghampiri pintu dan membukanya.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Diego begitu jarak keduanya semakin dekat.
"Sa-saya, baik-baik saja, Tuan," balas Natasha dengan terbata-bata karena masih merasa terkejut. Kedatangan ayah biologis anaknya itu terasa begitu tiba-tiba bagi Natasha, karena baru beberapa Minggu yang lalu menerima surat dari laki-laki tersebut.
"Boleh, aku masuk?" Diego lantas mengutarakan keinginannya untuk masuk rumah Natasha.
"Boleh-boleh, silahkan, Tuan!" balas Natasha. Mereka lantas berjalan beriringan untuk memasuki rumah kontrakan sederhana itu.
Natasha lantas mempersilakan Diego untuk duduk di ruang tamu, rumah kontrakannya yang sempit. Sesaat kemudian Natasha pun menemani duduk sebentar.
"Saya buatkan minum dulu, Tuan. Apakah Tuan juga sudah makan siang?" tanya Natasha sebelum beranjak ke dapur.
"Ke mana Jordan?" Diego tidak menjawab pertanyaan Natasha dan justru bertanya keberadaan Jordan.
"Dia saya titipkan di rumah pemilik kontrakan ini, Tuan. Karena saya sedang sibuk."
"Oh begitu."
"Baiklah, Tuan, saya tinggal ke dapur sebentar."
Natasha melangkah ke dapur dan segera membuatkan minuman untuk Diego. Saat sedang beraktivitas di situ, pemilik kontrakan datang dengan tergopoh-gopoh.
"Nyonya Gea, apa Jordan rewel?" tanya Natasha yang raut wajahnya begitu semringah.
"Wajahmu tampak malu-malu, Natasha. Apakah itu ayahnya Jordan yang datang?" tanya pemilik kontrakan bernada menggoda Natasha.
"Apa-apaan sih, Nyonya?" sangkal Natasha yang tak mampu menyembunyikan semburat merah di pipi.
"Baiklah, aku akan pulang dulu, Natasha. Aku akan menjaga Jordan selagi kamu berbicara dengan ayahnya Jordan itu."
"Sebentar lagi, Jordan saya ambil, Nyonya," ujar Natasha.
"Berbicaralah dengan santai sama dia, Natasha. Tenanglah, aku akan menjaga Jordan."
"Terima kasih, Nyonya."
Natasha sejenak mengantarkan minuman yang telah selesai dibuat untuk Diego. Hanya sebentar, wanita itupun kembali ke dapur lagi dan leluasa memasak untuk Diego yang sepertinya belum makan siang.
***
Natasha meminta Diego untuk makan makanan yang telah dimasaknya. Makanan itu tentu saja menu favorit laki-laki itu.
Diego lantas menikmati menu favoritnya yang dimasak Natasha. Tentu saja ia makan bersama dengan Natasha satu meja. Sesekali orang nomor satu di sebuah perusahaan itu menatap Natasha yang masih tampak cantik, meskipun hanya berdandan ala kadarnya. Bahkan pakaian yang dikenakan Natasha sangat sederhana sekali.
"Tuan, jangan menatap saya seperti itu! Saya malu," ujar Natasha yang sadar diperhatikan sedemikian rupa oleh Diego. Seketika wajah Natasha menunduk dengan keadaan merona.
"Jangan memanggilku Tuan! Panggil diriku dengan sebutan yang biasa saja!" balas Diego sembari meletakkan sendok. Sesaat kemudian laki-laki itu bangkit dari duduk dan mendekati Natasha.
Diego meraih dan menggenggam kedua lengan Natasha.
"Tak merindukan anak kita, aku juga merindukanmu," ujar Diego membuat batin Natasha semakin gugup.
Natasha beringsut melepaskan pelan genggaman tangan Diego di lengannya. Ia lantas mendongak, menatap lekat wajah ayah biologis sang anak. Sorot mata Natasha juga menyimpan kerinduan yang tak dapat disembunyikan lagi.