HAPPY READING AND HAPPY WRITING
Oars diam melamun sepanjang perjalanan setelah ia usai mengantar Madeleine ke kamar kaisar Lurie III. Pikirannya tertuju pada Madeleine dan kaisarnya. Jauh didalam sudut hatinya yang terdalam, perasaannya sedikit tak rela bila Madeleine pergi ke kamar maharaja. Perasaan apa ini.
"...Oars"
"Ksatria Oars"
Suara yang lumayan kencang memanggil namanya membuat Oars sedikit terkesiap.
"Apa yang anda pikirkan sampai pilar akan anda tabrak?"
"Ahh bukan apa apa Duke barnold"
"Apa anda hendak ke kamar kaisar?"
Oars mengalihkan pembicaraannya dengan bertanya. Ia menatap duke Barnold yang hendak ke arah sebaliknya dengan langkahnya.
"Ya, ada yang harus saya bicarakan dengan yang mulia"
"Maafkan saya duke, tapi lebih baik jika anda berkunjung di lain waktu jika tak terlalu mendesak karena yang mulia saat ini tengah kedatangan tamu penting"
Duke Barnold menatap Oars yang menampilkan senyumannya yang menawan. Senyum Oars mengisyaratkan makna yang lebih dalam pada duke Barnold yang diterima dengan baik oleh pria itu yang balas tersenyum.
"Ahh baiklah, saya mengerti"
Duke Barnold mengurungkan niatnya yang hendak menemui sang kaisar.
"Jangan sampai menabrak pilarnya, Ksatria Oars..."
"Terima kasih duke.."
----------
Madeleine mendongakan wajahnya untuk menatap kaisar Lurie III yang juga menatap dirinya. Ekspresinya tergambar jelas tengah menanti jawaban apa yang akan dikatakan oleh Madeleine.
"Anda orang yang sangat peka ya yang mulia.."
Madeleine tersenyum kecil, ia kembali meneguk alkohol digelasnya.
"Maaf saya terlalu lancang untuk ukuran rakyat jelata biasa yang menyukai anda"
"Tapi saya tak memiliki niat untuk mundur dalam mendekati anda"
Kaisar Lurie III terlihat terkejut namun kembali menetralkan ekspresi wajahnya. Ia mengangkat gelasnya begitupun dengan Madeleine yang mengerti sang kaisar yang ingin bersulang.
Sudah dua gelas yang dirinya minum namun rasanya bagai satu botol. Kepalanya terasa pusing dan perutnya mulai merasakan mual. Bagaimana dengan kaisar Lurie III yang sudah minum untuk yang ke- entah berapa gelas yang sudah di minumnya.
Kadar alkohol di dalamnya mungkin lebih banyak dari kebanyakan alkohol yang ia minum di bar tempatnya. Matanya menatap ke depan menatap kaisar Lurie III yang masih terus melanjutkan minumnya.
Mungkin dirinya terlalu bersemangat karena ini adalah pengalaman pertamanya mabuk. Madeleine bahkan sulit untuk percaya jika seorang kaisar dari negri besar ini memiliki pengalaman mabuk pertamanya dengan dirinya.
Suara gelas yang beradu dengan meja membuat kesadarannya kembali dari lamunan singkatnya. Ia menatap kaisar Lurie III di depannya yang menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Helaan nafas keluar dari mulut sang kaisar.
"Anda sudah mabuk yang mulia"
Tangannya memijat pangkal hidungnya berusaha mengurangi rasa sakit kepala yang kini menderanya.
"Jadi ini rasanya.."
"Apa anda mengatakan sesuatu?"
Madeleine berusaha menajamkan telinganya di tengah rasa sakit yang mendera kepalanya juga. Gumaman sang kaisar tak dapat telinganya dengar dengan jelas.
"Tidak.. hanya saja aku merasa sangat,"
"...Bebas?"
Madeleine bisa merasakan jika sang kaisar kini tengah tersenyum.
"Ini memang kelebihan yang dimiliki alkohol, itu salah satu penyebab minuman ini digemari oleh hampir semua kalangan meskipun harganya bisa untuk makan selama seminggu"
"Apa kau pernah kelaparan hanya untuk ini?"
Madeleine tersenyum kecil lalu menggeleng.
"Setidaknya saya masih dalam batas kewarasan, dan memiliki sesuatu untuk menahan kewarasan saya"
"Apa sesuatu itu?"
Tatapan mata Madeleine beralih ke arah gelas yang berada di tangannya, ia menatap dalam cairan merah itu yang terdapat bayangan seseorang di dalamnya.
"Seseorang yang sangat penting dan juga kehadiran yang sangat saya nantikan"
"Betapa beruntungnya.."
Madeleine tersenyum kecil mendengarnya, ia mengusap perutnya sekali.
"Bukankah anda lebih beruntung dari saya?"
"Ya, aku memang lebih beruntung karena memiliki segalanya sejak aku dilahirkan. Semuanya.."
"...Kecuali kasih sayang"
Kalimat terakhir yang diucapkan maharaja tak dapat Madeleine dengar dengan jelas.
"Kenapa kami harus menerima ini?"
'Apa?'
Madeleine menatap kaisar di depannya yang ternyata sudah memejamkan matanya. Helaan nafas keluar dari mulutnya, ia sudah berhasil menyelesaikan tugasnya. Oars, entah apa yang akan direncanakannya setelah dirinya membuat kaisar dalam kondisi seperti ini.
Ia menyimpan gelas yang dipegangnya ke atas meja. Dengan langkah yang terhuyung huyung ia memapah sang kaisar agar terbaring diatas kasur. Nafasnya sedikit terengah, ia menatap sekali kaisar Lurie III yang terlihat begitu polos saat tertidur.
Madeleine segera berdiri dan hendak meninggalkan kamar kaisar. Namun baru saja satu langkah dirinya pergi, tangan sang kaisar memegang tangannya membuat Madeleine menghentikan langkahnya.
"Tolong.."
Madeleine dengan perlahan berusaha melepas tangan kaisar Lurie III yang dalam tidurnya tengah mengigau. Matanya menatap wajah kaisar Lurie III yang terlihat cemas dalam tidurnya, entah apa yang pria itu cemaskan, entah mimpi apa yang sedang ia mimpikan dalam tidurnya.
Tangannya perlahan terangkat berniat untuk mengusap peluh keringat yang membasahi dahi dan wajahnya. Namun mata itu terbuka dan memperlihatkan warna abu abu dan menatap wajah Madeleine dengan pipi merahnya akibat mabuk yang penuh dengan keringat.
Mata Madelien membelalak terkejut, dirinya sekarang seperti seorang pencuri yang sudah tertangkap basah. Ia kembali menarik kembali tangannya dan menatap ke samping.
"Ma-maafkan saya yang mulia"
Hening, tak ada jawaban sama sekali.
"Kalau begitu, saya pamit untuk pergi dulu yang mulia, terima kasih atas undangan minumannya"
Dadanya bergemuruh akibat jantungnya yang berdetak dengan cepat. Begitu kalimat pamitan yang sudah ia ucapkan selesai, kaisar Lurie III tak kunjung melepaskan tangannya. Bisa ia rasakan jika manik mata abu abu itu masih mengintainya bagai mangsa.
"Madeliene.."
"I-iya yang mulia"
Madeleine mendadak gugup dan tegang di saat bersamaan, apa yang akan raja ini lakukan padanya. Sebisa mungkin ia menatap fokus mata itu dengan fokus.
"Terima kasih"
Kaisar Lurie III tersenyum tulus membuat Madeleine semakin dilanda rasa bersalah.
'Ini hanya tugas untuk membantu Oars, Madeleine! sadarlah, kau tidak akan bertemu lagi dengan orang ini setelah ini!'
Itulah yang dikatakan hatinya saat ini untuk menenangkan rasa bersalahnya. Tatapan mata itu dan senyuman tulus itu semakin membuat rasa bersalah menggelayutinya. Kebohongan yang telah dirinya lakukan apa setara dengan kebaikan yang ia lakukan pada orang ini nantinya?
Tangan Madeleine terangkat untuk mengelus rahang tegas itu perlahan, ia menundukan wajahnya menyembunyikan raut wajah yang sangat berantakan.
"Maaf.."
Gumam Madeleine lirih,
Waktu bergerak dengan lambat di sekitarnya, udara begitu dingin malam itu hingga mampu membuat Madeleine kehilangan akal sehatnya ketika menerima semua itu. Begitu nyaman dan berbeda. Dirinya seharusnya tidak terbawa suasana dan dapat mengendalikan dirinya karena ia tak terlalu mabuk, tapi kenapa ia begitu menikmati semua sentuhan ini dan menginginkan hal yang lebih.
Besok mungkin dirinya akan menyesal dan merutuki tindakan yang ia ambil karena tak dapat menolak pesonanya.
----------
"Tidak!!!!!"
-
-
-
tbc