"Anak siapa yang ada dalam kandunganmu?" Jenson mengatupkan giginya saat dia menginterogasi Christabella.
Dia sangat marah di dalam hatinya, tapi di permukaan Jenson masih berusaha menekan semua amarahnya agar tidak meluap-luap.
Christabella yang baru saja sadar dan ingatan tentang Gavin masih belum menempel kembali dalam pikirannya, menatap Jenson heran.
"Memangnya aku pernah berhubungan dengan siapa lagi kalau bukan kamu? Bukankah kita suami istri?"
Christabella mencoba menekan kesedihan di dalam hatinya saat dia mengatakan itu. Karena saat ini yang ada dalam pikirannya adalah hanya Jenson yang selama ini ada dalam hidupnya.
Jenson menyipitkan matanya dengan tajam dan dia menarik sudut bibir tipisnya ke atas, membuat wajah dinginnya semakin terlihat mendominasi.
"Christabella, kita memang suami istri, tapi apa kamu lupa kalau aku bahkan tidak ada sama sekali di hatimu? Aku jadi curiga kalau itu bukan anakku."
Christabella menggigit bibirnya dengan keras saat mendapat tuduhan itu. Bersamaan hal itu, sepasang mata obsidiannya berkilat sedih dengan mata yang berkaca-kaca.
"Apa maksudmu Jenson? Aku bahkan tidak ingat siapa lagi laki-laki yang ada dalam hidupku selain kamu."
Jenson tertegun sesaat, jejak kemarahan di dalam matanya perlahan menghilang.
"Benarkah obat itu bekerja dengan baik? Christabella bahkan tidak ingat siapa kekasihnya." Batin Jenson.
"Jenson, aku istrimu dan aku sedang hamil anakmu. Kenapa kamu tidak bahagia seperti pasangan pada umumnya? Apa salahku?"
Christabella tergugu dalam pemikiran itu.
Obat yang diberikan Antonie benar-benar melupakan segalanya tentang Gavin dan hanya ada ingatan tentang Jenson dalam pikirannya saat ini.
Melihat Christabella terisak dan ingatan penjelasan Dokter Andrew tentang janinnya yang lemah, membuat Jenson luluh.
Dia mengesampingkan kemarahan sekaligus kecurigaannya dan duduk di tepi ranjang Christabella.
"Baiklah, maafkan aku!"
Jenson mengulurkan tangannya untuk memeluk Christabella yang menangis terisak.
Christabella mengangguk dan dia berubah menjadi perempuan yang begitu mudah memaafkan.
Jenson mengelus lembut puncak kepala Christabella sebelum kemudian mengecup keningnya.
"Jangan menangis! Kata dokter itu tidak baik untuk janinmu."
Christabella sekali lagi mengangguk dan dia berkata, "Jenson, kamu suamiku dan mana mungkin aku berani mengkhianatimu? Jadi, berhenti berpikir bahwa ini bukan anakmu."
Jenson hanya mengangguk sebelum dia memeluk Christabella sekali lagi.
"Sepertinya dia memang tidak mengingat apapun selain aku." Gumam Jenson dalam hati.
"Apa kamu lapar? Aku bisa menyuruh pelayan mengambilkan makanan untukmu."
"Ya, aku sangat lapar, tapi bagaimana kalau aku mual lagi?"
Jenson mendesah dan dia menatap Christabella dengan iba.
"Biasanya orang hamil menginginkan sesuatu, apa yang kamu inginkan sekarang? Siapa tahu itu membuatmu tidak mual."
"Jus jeruk sepertinya sangat segar."
Jenson mengangguk sebelum dia menekan tombol untuk memanggil pelayan di sisi ranjang Christabella.
Tak lama setelahnya, pelayan datang dan Jenson memberitahunya untuk membuatkan jes jeruk.
Begitu pelayan membawakan jus jeruk dan beberapa lembar roti, Christabella tampak bersemangat untuk memakan semuanya. Dia seperti tidak makan dan minum selama berbulan-bulan.
Jenson tersenyum tipis mendapati istrinya begitu lahap saat makan. Meski di dalam hatinya dia masih ragu apakah itu anaknya apa bukan.
"Sudah lebih enakan?"
Christabella mengangguk saat dirinya tidak merasa mual begitu memakan semuanya.
"Kalau begitu bolehkah aku pergi sebentar? Ada beberapa pekerjaan yang harus aku urus."
"Pergilah! Tapi jangan pulang terlalu malam okey, entah kenapa aku jadi ingin lebih banyak waktu bersamamu."
Jenson hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Setelahnya dia mencium kening Christabella sebelum pergi.
Begitu keluar dari kamar, Jenson memanggil Antonie untuk datang ke ruangan kerja pribadinya.
"Ya Tuan, ada apa?"
"Berapa lama obat itu bekerja? Christabella sama sekali belum mengingat apa-apa kecuali aku."
"Dua atau tiga jam lagi, Tuan."
Jenson mendesah dengan gelisah.
"Dia hamil Antonie, itu artinya dia tidak akan bisa memakai obat itu lagi. Ingatannya akan segera pulih."
"Apa saya harus konsultasikan dengan Dokter Andrew, Tuan?"
Jenson menggeleng.
"Tidak perlu, tapi panggil Dokter Andrew lagi besok untuk melakukan tes DNA pada janin Christabella. Entah kenapa aku masih ragu kalau itu anakku, bisa saja itu milik Gavin Thompson kan?"
"Baik Tuan, apa ada lagi?"
"Pindahkan semua pekerjaan kantorku ke villa."
"Baik Tuan."
"Kamu boleh pergi."
Antonie mengangguk dan dia berbalik pergi.
Jenson mengusap bagian tengah alisnya dan menyandarkan punggungnya. Entah kenapa dia jadi tidak sabar menanti hari esok untuk tes DNA janin Christabella.
Meski tentu saja dia berharap itu anaknya.
***
Jenson kembali ke kamar Christabella saat hari sudah malam, tapi dia tidak mendapati Christabella di kamarnya.
Dia sedikit panik dan mencari Christabella dari semua sisi kamar, tapi ternyata Christabella sedang berada di balkon dengan sebotol anggur di tangannya.
Tentu saja Jenson sangat terkejut. Dia dengan marah mengambil botol anggur dari tangan Christabella dan membuangnya.
"Christabella, apa yang kamu lakukan?"
Christabella tertawa melihat kemarahan Jenson.
"Aku ingin bersenang-senang untuk diriku sendiri, kenapa kamu marah?"
"Ingat kamu sedang hamil!" Decih Jenson marah.
"Bukankah kamu tadi meragukannya? Kamu pikir ini anak siapa? Gavin Thompson?" christabella kembali terkekeh meski sebenarnya hatinya sangat sakit saat mengingat itu.
Obat yang Antonie berikan efeknya sudah hilang, jadi dia tentu saja mengingat semuanya bahkan saat Gavin terkapar di tanah demi menyelamatkan dirinya.
"Jenson, apa maumu ha? Untuk apa kamu mencariku jauh-jauh di Cape Town dan menyerang Gavin kalau kamu tidak bisa percaya padaku?"
"Christabella, kau..."
Christabella tertawa sebelum dia mengaku kalau dia sudah ingat semuanya.
"Kamu terkejut aku sudah ingat semuanya?"
Jenson kehilangan kata-katanya.
"Jenson, kalau kamu tidak percaya ini anakmu, biarkan aku pergi dan tolong jangan mencariku! Aku juga berhak bahagia kan?"
Christabella berubah menyedihkan dengan air mata yang membanjiri pipinya.
Jenson sangat sakit melihatnya dan dia mendekat untuk menyeka air mata Christabella atau memeluknya.
Tapi, Christabella menolaknya mentah-mentah.
"Jangan sentuh aku!"
"Christabella, bagaimana kalau aku ingin bahagia bersamamu? Dia pasti anakku kan? Karena dokter bilang aku belum bisa melakukan tes DNA terhadap janin itu, jadi aku mohon penjelasanmu!"
Christabella tertawa di sela isak tangisnya.
"Kamu pikir aku perempuan seperti apa sehingga kamu meragukan janin ini bukan anakmu Jens? Ingatlah kalau aku bukan Liora yang dengan mudah dihamili kekasihnya tanpa perlu menikah."
Jenson seolah dirinya tertampar keras.
"Jenson Alex, asal kamu tahu kalau selama lima tahun aku berpacaran dengan Gavin Thompson hal yang paling keji yang pernah kulakukan adalah hanya berciuman dengannya. Terserah kamu percaya apa tidak."
Jenson semakin merasa bersalah, kenapa dirinya langsung menyimpulkan Christabella sekeji itu?
"Baiklah, maafkan aku Christabella!"
Christabella menyeringai.
"Aku akan memaafkanmu, asalkan suruh anak buahmu untuk menolong Gavin dan memberinya perawatan di rumah sakit terbaik."
"Shit!" umpat Jenson dalam hati.
"Kenapa kau terlihat sangat keberatan?"