Chereads / Big Man : The Greatest Mr. Tonny Ayres / Chapter 48 - 48. Darius : Dobbin Knight

Chapter 48 - 48. Darius : Dobbin Knight

Darius memperhatikan segala langkah Rumi yang berjalan meninggalkan area markas di tengah hutan. Ditemani beberapa anak buahnya menghantarkan. Tak mungkin Rumi ingat dengan jalan setapak yang baru saja dilalui olehnya tadi. Bahkan, Genta yang berjalan di sisinya pun nampak linglung dan kikuk.

"Anda yakin Rumi mengetahui sesuatu, Pak?" Seseorang menyela fokusnya. Anak buah yang paling muda, tahun pertama, belum siap terjun ke lapangan seorang diri, Bagas.

"Hm, dia pasti tahu sesuatu. Dia menyembunyikan sesuatu dari kita. Terus awasi dia dan ...." Ucapannya terhenti kala suara ketukan pintu datang menyela. Membuyarkan suasana ruangan yang hanya berisi beberapa orang saja. "Masuk." Darius mempersilakan. Satu lagi anak buah datang, lengkap dengan senjata dan rompi anti peluru yang dipakainya. Dia datang jauh-jauh dari perbatasan area Dobbin Knight.

"Kenapa datang? Tugasmu belum selesai." Darius memulai. Menatap anak buahnya. Pria itu tiba-tiba saja menyerahkannya gulungan kertas dengan pita hitam bergaris emas di atasnya.

"Black Wolf?" Dia menebak. Pita ini hanya dimiliki oleh Hawtorn dan Black Wolf, organisasi legendaris di Las Vegas yang begitu terkenal sampai ke penjuru dunia. Meksipun tahu tentang semua hal yang dilakukan oleh Hawtorn dan Black Wolf ataupun semua yang berhubungan dengan organisasi itu, tetapi tidak ada yang berhasil menangkap basah kejahatan yang mereka lakukan. Bahkan pasar gelap yang dikuasi oleh mereka saja tak pernah terendus ke permukaan oleh pihak kepolisian atau detektif ternama sekalipun. Seperti menjaga area singa dengan membawa banyak daging, tetapi singanya tak cukup lapar untuk datang dan masuk ke dalam perangkap.

Darius menerima itu. Membukanya. Hanya ada beberapa kata di dalamnya. Berbahasa Inggris, menuliskan waktu dan tempat pertemuan.

"Mr. Tonny Ayres meminta untuk bertemu?" tanyanya sembari menatap anak buahnya yang membawa ini. "Kau serius? Dia datang sendiri?"

Pria itu menggelengkan kepalanya. "Pengacaranya datang bersama dua anak buahnya, Pak. Katanya, jika ingin tahu tentang Luca Salvatore, Anda harus datang ke tempat itu dengan jam yang sesuai."

Darius diam sejenak. Sebelum akhirnya menoleh ke arah layar televisi yang terhubung dengan kamera pengawas di luar sana. Memperlihatkan bagaimana Rumi pergi bersama Genta.

"Dia mengawasi kita?" tanyanya melirih. Tidak berbicara dengan siapapun, dia sedang bergumul dengan dirinya sendiri. "Gadis itu ...." Darius kembali menatap ke arah Bagas. "Informasi pasal Luca Salvatore ditemukan, siapa saja yang tahu?"

Bagas menggelengkan kepalanya dengan ragu. "Hanya tim kita, Pak Arzan, dan dua remaja itu."

Darius mengerutkan keningnya. Memutar tubuhnya. Kembali menatap layar televisi yang ada di depannya. Terus mencoba membaca suasana aneh yang terjadi sekarang.

"Ada apa, Pak? Ada yang aneh?"

Darius mengangguk. "Kau tahu siapa itu Tonny Ayres?" tanyanya pada Bagas.

"Hm, setidaknya saya pernah mendengar tentang Hawtorn dan Black Wolf, maka itu juga menyingung pasal Mr. Tonny Ayres. Dia pemiliknya."

Darius manggut-manggut. Anak magang yang ulet, Bagas pandai memahami keadaan. "Dia adalah musuh secara terang-terangan. Mr. Tonny Ayres selalu menghindari Dobbin Knight dan apapun yang berhubungan dengan operasi interpol. Kita seperti kucing dan anjing. Kita adalah musuh, Bagas. Mr. Tonny Ayres bukan tipe orang yang gegabah sampai-sampai memanggil kita untuk datang padanya."

Bagas menatap bosnya. "Lalu? Kenapa tiba-tiba dia memanggil dan meminta bertemu?"

Darius mencoba untuk menarik kedua sisi bibirnya. Tersenyum seringai. "Bukankah ini kebetulan yang luar biasa? Luca Salvatore ditemukan, itu adalah lambang belati iblis. Kisah legenda pertama kali yang dimulai oleh Hawtorn pada masa kepemimpinan kakek dari Mr. Tonny Ayres. Belati iblis populer saat itu. Segala macam bentuk perdagangan ilegal selalu menyertakan lambang itu. Hingga semuanya tenggelam seakan hilang begitu saja."

"Belati iblis sudah tidak populer lagi, Pak. Itu yang aku dengar." Bagas menyahut. Mengeluarkan ilmu yang ada di dalam memorinya. "Aku salah?"

"Hm. Kau salah ...." Darius menoleh. Menatap Bagas. Menepuk ringan pundaknya. "Itu tidak pernah hilang, hanya air menutupinya. Kita terlalu amatir untuk menyelam ke dasarnya. Jadi banyak pihak yang menganggap bahwa belati iblis sudah tidak ada. Nyatanya itu masih bergerak dengan lancar. Hanya saja, semuanya berada di bawah bayang-bayang yang gelap. Semuanya terbukti dengan penangkapan beberapa anak buah Halwart di timur tengah. Sisanya adalah tugas kita setelah dia dilaporkan menginjak tanah Indonesia."

Bagas kini mulai mengerti. Mengangguk-angguk dengan paham. "Lalu apa hubungannya dengan panggilan dari Mr. Tonny Ayres?"

"Dia pasti mendengar kabar pasal Luca Salvatore ditemukan dan KIA menangani kasusnya. Entah dari siapa, caranya bermain benar-benar di luar dugaan kita." Darius menarik kursi dan duduk di sana. Bagas melakukan hal yang sama. Berbincang dengan nyaman.

"Setelah mendengar Luca Salvatore, dia membuat janji temu ... kira-kira apa yang ingin dia katakan?" tanya Darius, bermain teka-teki dengan pemuda di depannya. "Mungkinkah ... Rumi adalah mata-mata dan Luca Salvatore adalah milik Mr. Tonny bukannya Halwart?"

Bagas diam sejenak. Menatap bosnya yang masih nampak bingung dengan kalimatnya sendiri. Semua kemungkinan bisa saja terjadi.

"Namun, Mr. Tonny Ayres tidak akan mengangkat bocah polos dan bodoh seperti Rumi untuk bergabung dengan Hawtorn. Itu sangat tidak mungkin."

"Bagaimana jika seseorang di antara kita menjadi pengkhianat dan melaporkan pada Mr. Tonny? Itu jauh lebih mungkin, Pak." Bagas membuat kesimpulan dengan caranya. "Luca Salvatore bocor karena informasi darinya."

Darius menghela nafasnya kasar. "Periksa identitas Rumi dan dapatkan semua tentang dia. Juga, lakukan hal yang sama pada Genta dan Arzan. Aku mulai mencurigai mereka, meskipun Arzan adalah temanku. Kita harus tetap waspada. Nanti malam, aku akan datang menemui Mr. Tonny sesuai janji. Aku akan membawa dua anak buah terbaik, jadi sisanya tolong urus di markas."

Bagas mengangguk dengan mantap. "Siap, Pak!"

... Bersambung ...