Chereads / Big Man : The Greatest Mr. Tonny Ayres / Chapter 49 - 49. King of Kings

Chapter 49 - 49. King of Kings

Langkah kakinya tegas menapaki jalan yang mereka lalui. Bukannya tak mau menghantar Rumi sampai ke rumahnya, tetapi gadis itu lah yang keras kepala. Selepas keluar dari kawasan hutan, Rumi bersikeras untuk pulang dengan caranya sendiri. Naik bus dengan alasan tidak ingin banyak merepotkan mereka lagi. Meksipun di sini, sebenarnya Rumi lah yang banyak direpotkan oleh mereka. Informasi yang digali, seharga dengan nyawanya, tetapi Rumi tak menyadari hal itu. Jika salah dalam berbicara, bisa-bisa dia anggap sebagai mata-mata dari pasar gelap atau semacamnya. Rumi terlalu polos dan bodoh.

"Maafin gue," ucap seseorang dari sisinya. Bisa ditebak, Genta tak akan tega meninggalkan Rumi pulang berjalan kaki seorang diri. Setidaknya dia akan menghantarkan sampai halte bus di depan sana. Meksipun pada akhirnya, Genta akan mencari taksi atau menelpon pamannya lagi.

"Kenapa harus minta maaf? Lo gak melakukan kesalahan apapun." Rumi meliriknya. Sejenak saja, dia bisa melihat raut wajah penuh penyesalan di dalam sana. Genta benar-benar merasa sudah banyak merepotkan Rumi.

"Seharusnya gue tidak bercerita sama paman gue, maka lo gak perlu datang ke sini. Lo pasti bingung dan terkejut dengan semuanya." Genta menyimpulkan.

Rumi hanya diam. Terkejut? Bingung? Tentu saja tidak! Milik Black Wolf jauh lebih mengejutkan dari markas rahasia milik Dobbin Knight.

"Gue yang ingin datang sendiri, bukan lo yang memaksa." Rumi menyahut. Membuat pembelaan, tetapi bukan untuk dirinya. Namun, untuk Genta. "Jadi bukan salah lo. Itu murni keinginan gue. Jika gue gak mau, gue bisa menolak tadi."

Genta menoleh. Ditatapnya wajah Rumi dari samping. Pamannya sejenak berbisik tadi, Pak Darius sepertinya sedikit mencurigai Rumi. Gadis itu memang tak banyak bicara. Namun, dari ekspresi wajah dan tatapan matanya, Rumi sedang menyembunyikan sesuatu.

"Luca Salvatore adalah milik seorang penjahat internasional yang lari ke Indonesia." Genta memulai. Padahal Rumi diam tak memberi pertanyaan apapun. Sekarang karena kalimatnya, Rumi menoleh dan menatap ke arah Genta. "Dia bukan penjahat biasa. Namun kelas kakap. Dia tidak mudah dikalahkan. Jadi, pistol yang ada di rumahmu mungkin adalah tanda bahaya." Pemuda itu mengimbuhkan. Hanya ada anggukan kepala dari Rumi. Gadis itu paham, sangat paham. Genta tidak harus menjelaskan. Mr. Tonny memang penjahat kelas kakap. Dia bukan penjahat biasa yang bekerja tanpa perhitungan yang matang. Segala bentuk seni kejahatan adalah bagian dari hidupnya.

"Apa yang lo katakan pada Pak Darius tadi? Mungkin dia tidak percaya bahwa itu adalah milik—"

"Dia mempercayai gue," sahut Rumi. Memotong. "Dia hanya tanya, kemana pistolnya pergi sekarang. Dia tidak peduli dengan asal muasal pistol itu ada."

"Lo jawab apa?" tanya Genta lagi.

"Seperti yang gue ceritakan waktu itu. Seseorang menyuruhku untuk datang tanpa tahu siapa itu. Jadi aku tidak melihat wajahnya."

Percakapan di antara keduanya terhenti sejenak. Rumi diam, sembari menatap jalanan yang ada di depannya. Langkah demi langkah diciptakan dengan segala pertanyaan yang sedang menggunung di dalam kepalanya.

Rumi tahu, dimana dia bisa mendapat jawaban yang tepat atas semua yang ada di dalam kepalannya. Namun, entah mengapa, nafsunya hilang begitu saja. Dia hanya ingin pulang ke rumah, beristirahat dan meliburkan diri untuk sejenak. Tanpa melakukan apapun. Toh juga, sekolahnya sudah selesai. Tinggal menunggu nilai saja.

"Kira-kira ... kejahatan sebesar apa yang sudah dilakukan oleh pemiliknya? Kenapa polisi Indonesia, detektif, dan interpol bekerja sama untuk menangkapnya. Mereka bahkan membentuk Dobbin Knight." Rumi menoleh. Menatap Genta yang tersenyum tipis.

"Dari yang aku dengar, kasus terakhirnya adalah peradangan manusia dan perbudakan seks di Timur Tengah. Korbannya ada berpuluh-puluh. Tujuh di antaranya adalah gadis muda dan anak kecil setara usia dengan kita atau sedikit lebih muda yang mati dalam pertempuran antara pihak kepolisian dengan penjahatnya."

Rumi terhenti. Begitu juga dengan Genta. Kini mereka saling menatap satu sama lain. "Korbannya anak kecil? Kenapa mereka melakukan itu?" tanya Rumi. Matanya berkaca-kaca. Mendengar fakta yang mengejutkan. Ternyata kisah begitu benar-benar ada di dunia nyata. Bukan hanya di dalam film atau novel bergenre action dan dark romance yang pernah dia baca.

"Anak-anak dan gadis itu dijadikan budak, wanita seks, atau diambil organ tubuhnya untuk dijual dengan harga yang tinggi. Di luar sana, pasti banyak yang membutuhkan itu. Bagi mereka, orang-orang yang bekerja di pasar gelap dan perdagangan ilegal adalah seorang Pahlawan. Memberikan apa yang diminta tanpa risiko hukum yang datang. Itulah mengapa, mereka bukan manusia, Rumi. Mereka tidak sama dengan kita."

Rumi diam. Kalimat Genta mengerikan untuk dibuat bayangan. Kepalanya berkelahi dengan apapun yang ada di dalam ingatannya. Sekarang nama Mr. Tonny Ayres menguasai kewarasannya. Dia juga bekerja sekejam itu? Pastinya. Dia adalah bosnya. Mungkin cara kerjanya jauh lebih mengerikan.

... To be continued ....