Genta membawa Rumi ke sebuah tempat yang asing untuk gadis itu. Rumi tidak pernah melihat tempat seperti ini sebelumnya. Benar-benar tertutup. Mungkin hanya ada orang-orang tertentu yang boleh masuk ke dalam ruangan ini. Bukan penjara, bukan juga kantor polisi besar yang dimasuki oleh orang-orang berwenang. Ini seperti markas yang tersembunyi.
Rumi menatap sekelilingnya. Tak ada apapun, bahkan Genta menunggu di luar sana. Tak boleh masuk ke dalam ruangan ini. Rumi disuruh menunggu, tanpa tahu siapa yang sedang dia tunggu.
Beberapa saat kemudian, pintu diketuk dengan nyata. Namun, tidak perlu mendapat persetujuan dari Rumi, seseorang masuk ke dalam ruangan. Membawa dua cup kopi yang masih mengepulkan asap di udara. Sekarang kopi racikan Arabika menari-nari di dalam lubang hidung Rumi. Ruangan yang sempit, udara minum dengan cahaya yang berasal dari string gantung di tengah ruangan membuat aroma arabika seakan menjadi pengharum utama di sini.
"Rumi Nathalia," ucapnya. Duduk di depan Rumi selepas meletakkan cup kopi untuk menemani pembicaraan mereka. "Aku tidak tahu kamu akan datang secepat ini, Nak." Dia tersenyum di bagian akhir kalimatnya. Mengulurkan tangan kemudian. Mengajak berkenalan. "Namaku Ario Darius. Kamu bisa memanggilku Pak Rio atau Pak Dar. Semuanya sama saja." Dia memulai.
Selepas menyebutkan nama. Lembar kertas dengan gambar yang sama diberikan pada Rumi. Pria berkumis tebal ini, pasti tak suka basa-basi. Tak ingin mengulur banyak waktu. Mungkin misinya begitu penting.
"Ini adalah Luca Salvatore." Pria itu menyebutkan nama dengan cara yang khas. Melihat ujung jarinya tertuju pada gembar pistol yang ada di dalam gambar, tentunya pria itu sedang menyebutkan nama pistolnya. "Seperti nama orang bukan?" tanyanya tertawa. "Aku belajar bahasa Itali dengan baik." Dia terkekeh lagi. Seperti sudah tidak waras.
"Bapak ini siapa?" Rumi bertanya dengan pandangan mata yang polos. Membuat pria di depannya diam sejenak. Gadis ini pandai mencuri keadaan.
"Rio atau Dar," jawabnya. "Aku pemimpin sebuah tim kepolisian internasional yang bersifat rahasia. Aku sedang mencari seseorang berdasarkan jejak yang ditinggalkan." Dia mempersingkat. Seakan tahu, banyak berbicara tentang kepolisian internasional dan segala misi yang dia punya, tak akan mendapat hasil yang bagus. Lagian, Rumi juga tak akan paham akan hal itu. "Seperti detektif Conan mungkin?" katanya lagi. Tawa menyertai untuk kedua kalinya. Dia kocak, tetapi itu caranya untuk mendekati informan yang masih muda. Dia tak ingin menakuti Rumi, meksipun tahu, wajah Rumi tak mengisyaratkan begitu. Dia datang dengan cara sukarela tanpa paksaan. Dia bukan narapidana juga.
"Salah satu misiku adalah menangkap seorang penjahat. Dia melakukan perdagangan manusia beberapa pekan lalu." Ia mulai menjelaskan. Mendorong kertas itu mendekati Rumi. "Jejaknya hilang, seperti dugaan, dia pasti punya koneksi di sini. Jadi seseorang pasti melindunginya. Kami hampir menyerah sebab berhubungan dengan salah satu agen Luca Salvatore."
"Apa itu Luca Salvatore?" Rumi masih menatap dengan polos. "Juga, apa hubungan dengan pistol itu? Genta bilang itu Baretta 92 buatan Italia. Itu tak sengaja ada di rumahku. Peninggalan kakekku. Sudah Genta katakan bukan, Pak?"
Dar mengangguk dengan mantap. "Genta sudah menjelaskan. Namun, aku tahu kamu tidak mengerti. Juga, Genta hanya bisa memberikan informasi sekilas yang dia dengar dari kamu. Jadi, aku meminta kamu datang sendiri."
Ia menjeda sejenak. Rumi hanya manggut-manggut.
"Ini bukan sembarang senjata api, ini juga bukan Baretta 92. Genta salah menduga. Untung saja dia berbicara dengan pamannya, lalu pamannya berbicara dengan kita. Saat aku mencoba untuk mendeskripsikan apa Genta lihat dan menambhakan satu simbol ini ...." Dar menunjuk ke arah sisi gagang pistol. Di sana ada simbol aneh yang tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Mirip lingkaran abstrak dengan gambar belati di sana. Belatinya seperti tertelan oleh asap yang tak tentu bentuknya.
"Ini adalah lambang belati iblis, Nak. Sebuah legenda yang meluas di sisi Las Vegas beberapa puluh tahun silam. Sebuah organisasi besar menggunakan ini untuk menguji dunia. Menguasai pasar gelap dan menjadi raja di antara para raja penjahat."
Kini bayangan Rumi hanya ada nama Mr. Tonny Ayres. Dialah pemilik pistolnya.
"Maksudmu, pemiliknya adalah pemuja iblis atau semacamnya? Seperti memberi sesajen dan tumbal?"
Pak Dar mengangguk. "Itulah bahasa awamnya. Aku tidak perlu menceritakan bagaimana mereka bekerja. Itu seperti rahasia umum, Nak. Yang terpenting adalah ... aku harus tahu dimana pistol ini berada sekarang?"
Gadis itu kembali diam. Tak bisa menjawab apapun.
"Genta bilang, kamu sudah mengembalikkan pada yang punya. Siapa yang punya?"
Rumi masih diam. Sekarang menundukkan kepalanya. Tak mungkin jika dia bilang Mr. Tonny adalah pemilik pistol itu. Nyatanya, semuanya akan kacau saja. Dia butuh waktu untuk berpikir. Mau tetap melindungi pria itu atau mengkhianatinya.
"Rumi ... dimana pria yang memiliki pistolnya? Dia harus segera ditangkap."
... To be continued ...