"Kirana!" Ibu memanggil Kirana yang masih ada didalam kamarnya. Kirana membukakan pintu, ia baru bangun tidur, karena ini adalah hari minggu jadi ia bisa bangun siang.
"Kenapa, Bu?" Tanya Kirana sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Cepetan mandi, ada calon suami kamu!"
"Hah, calon suami?" Kirana kaget, ia berpikir, siapa calon suaminya?
"Iya, ayo cepat!" Perintah ibu sambil menarik tangan Kirana.
"Iya Bu!"
Kirana langsung beranjak kedalam kamar mandi. Setelah selesai mandi, ia mengeringkan rambutnya, memakai dress berwarna biru, lalu ia turun kebawah.
"Sini Kirana!" Ucap Ibu.
Kirana masih belum melihat siapa laki-laki yang ibu maksud. Setelah Kirana sudah berada di ruang tamu, ia melihat Andra beserta keluarganya, betapa terkejutnya Kirana, ternyata yang ibu maksud calon suaminya adalah Andra.
"Kiran, jadi kamu udah siap kan nikah dua bulan lagi?" Tanya Ibu. Kirana masih berdiri dihadapan mereka, ia masih bingung dengan rencana ibu yang tiba - tiba ingin menikahkan dirinya dengan Andra yang belum lama dikenalnya.
"Nikah dua bulan lagi?" Tanya Kirana tercengang.
"Iya, kalian kan udah saling kenal." Tutur Ibu.
Kirana ingin menyampaikan ketidaksetujuannya namun tidak enak dihadapan Andra dan keluarganya. Semua mata tertuju pada Kirana yang masih bergeming.
"Kiran, sini duduk!" Ucap Ibu sambil bergeser ke sebelah kanan, mempersilahkan Kirana duduk disebelah kirinya.
"Andra mau melamar kamu minggu depan, kamu siap kan?" Tanya Ibu.
"Kok secepat ini?" Kirana balik bertanya sambil merapikan rambut panjangnya kebelakang telinga.
"Kalian kan sudah saling kenal, Andra sudah siap menikah, kamu juga sudah siap menikah. Ya sudah, untuk apa berlama-lama?" Terang ibu.
Ada hal - hal yang ibu belum mengerti, ibu tidak mengerti masalah perasaan yang tidak dapat dipaksa. Dulu, mungkin ibu dan ayah bisa dinikahkan karena perjodohan, rumah tangganya langgeng sampai sekarang, cinta juga datang dengan sendirinya setelah menikah. Tapi jika Kirana juga disamakan seperti itu, belum tentu mereka bisa membangun cinta, belum tentu rumah tangganya akan bertahan lama.
Kirana masih juga terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Ibu, ayah dan keluarga Andra sedang merencanakan hari pernikahan mereka. Andra menatap Kirana yang duduk berhadapan dengannya.
"Heiii..." Sapa Andra.
Kirana tersenyum pada Andra.
"Kenapa sih?" Tanya Andra.
Kirana menggelengkan kepalanya, sambil menjawab lirih. "Ga apa-apa!"
"Ngobrol diluar yuk!" Ajak Andra sambil berdiri, lalu Kirana pun ikut berdiri, lalu berjalan dibelakang Andra.
Mereka duduk berdua dibangku halaman rumah Kirana, namun mata Kirana tetap saja memandang rumah Farhan yang tampak sepi, motor Farhan terlihat ada digarasi rumahnya.
"Aku seneng banget lho, begitu Mama kamu ngasih lampu hijau untuk aku melamar kamu!" Tutur Andra sambil menoleh ke arah Kirana yang duduk disebelah kirinya.
"Emang Mamaku bilang gimana?" Tanya Kirana sambil menatap wajah Andra.
"Mama kamu bilang, kamu sudah siap menikah dan aku dipersilahkan untuk melamar kamu secepatnya."
"Oh..." Seketika Kirana menatap langit yang mendung, netranya mulai berkaca tapi ia masih mampu menahan airnya untuk tidak keluar. Kirana siap menikah jika Farhan yang melamarnya, bukan Andra. Ia hanya menginginkan Farhan.
"Apa nggak terlalu cepat ya, dua bulan lagi? Sedangkan, kita kan baru kenal." Ucap Kirana yang menundukkan kepalanya.
"Mama kamu lho yang nyuruh dua bulan lagi."
Kini Kirana tahu, karena rencana pernikahan Kirana dan Farhan yang tadinya sebentar lagi akan dilaksanakan itu telah batal, kini Mama mencari pengganti Farhan untuk tetap menikahi Kirana dua bulan kemudian, karena Mama sudah memesan penata rias, dekorasi, dan cathering. Padahal jika semua dibatalkan pun tidak jadi masalah, justru Kirana menginginkan waktu yang lebih lama untuk membuka hatinya pada pria lain, karena semua wanita menginginkan menikah sekali untuk seumur hidup, pastinya tidak asal pilih pasangan, apalagi pasangan yang tidak di cintai, tidak akan bisa jadi pilihan.
"Sekarang, kamu mau tanya-tanya apa sama aku? Biar kita lebih kenal dekat." Ujar Andra.
"Aku ga yakin kalau kamu suka sama aku, karena kita kan baru kenal." Tutur Kirana.
"Dari awal kita kenal, aku udah ada rasa sama kamu."
Kirana tak begitu percaya dengan omongan Andra, karena mereka baru pertama bertemu diacara pesta pernikahan, paling hanya rasa kagum yang tercipta, kalau untuk rasa cinta, pastinya belum ada.
"Buktinya, ketika ibumu mau minta aku untuk menikahi kamu, aku langsung bersedia."
Tiba-tiba Kirana mendengar suara pintu rumah Farhan terbuka, ia menoleh kerumah Farhan, benar saja Farhan keluar dari rumahnya. Farhan melihat Kirana yang sedang duduk bersama laki-laki yang tak dikenalnya. Ada rasa cemburu didalam hati Farhan ketika melihat wanita yang pernah menemaninya itu bersama laki-laki lain, tapi Farhan berusaha menepis semua itu. Farhan mengeluarkan motornya, lalu ia pergi.
Kirana yang dari tadi pandangannya masih mengarah pada Farhan membuat Andra curiga.
"Siapa sih itu?" Tanya Andra yang membuatnya penasaran karena pandangan mata Kirana mengikuti gerak gerik Farhan.
"Tetangga."
"Tetangga baru?"
"Oh nggak, tetangga lama."
"Ngeliatinnya sampai kayak gitu, kayak baru pertama ngeliat aja!"
Kirana tersenyum getir pada Andra. Andra tak tahu bahwa laki - laki itu adalah laki - laki yang Kirana harapkan untuk menikahinya, laki - laki yang Kirana harapkan untuk jadi imamnya dan ayah dari anak - anaknya.
Farhan membeli minuman boba dipinggir jalan, lalu ia menyendiri ditaman yang tak jauh dari rumahnya. Ia memikirkan Kirana, ia belum bisa benar - benar melupakannya, namun ia harus membuang semua rasa itu. Ia harus bisa melupakan wanita yang sejak kecil menemaninya. Farhan membuka handphone-nya, lalu ia membuka galeri di handphone-nya, ia menghapus semua foto - foto bersama Kirana, dari foto ketika mereka kecil hingga dewasa. Farhan juga menghapus foto - foto Kirana di sosial media, nomor handphone Kirana juga tak luput dari perhatiannya, semua tentang Kirana yang ada di handphone-nya sudah ia hapus, kini yang tersisa tinggal kenangan bersama Kirana dihatinya, yang harus ia hapuskan juga.
Waktu sudah sore, Farhan mengendarai motornya untuk kembali kerumah. Setelah sampai didepan rumahnya, ia melihat laki-laki yang tak lain adalah Andra itu keluar dari rumah Kirana. Andra dan keluarganya pamit pulang. Kirana, Ibu dan ayahnya mengantar sampai luar rumah. Kirana menatap Farhan yang memberhentikan motor didepan rumah, lalu memasukkannya kedalam garasi. Farhan tahu kalau Kirana menatapnya, tapi Farhan pura - pura tak melihatnya. Farhan pura - pura cuek, tak peduli pada Kirana.
Begitu Andra pulang, Kirana masih saja melihat kerumah Farhan yang sudah tertutup pintunya. Kirana berharap Farhan keluar lagi untuk menemuinya.
"Yuk masuk!" Ajak ibu.
Kirana duduk diruang tamu, membuka handphone-nya, membuka aplikasi whatsapp, mungkin saja ada status Farhan disana, namun tak ada karena nomornya sudah dihapus oleh Farhan, bahkan foto profilnya pun sudah tidak ada, itu artinya nomor handphone Kirana sudah diblokir oleh Farhan.
[Hei]
Kirana mencoba mengirimkan pesan pada Farhan, namun hanya centang satu, ia tahu bahwa Farhan telah memblokir nomor handphone-nya. Kirana berlari kekamarnya, ia mengunci pintunya, lalu merebahkan tubuhnya sambil menangis. Ia belum sanggup untuk berpisah dengan Farhan dan menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
Kirana mencoba menelepon Farhan.
"Hallo..."
"Ini siapa?"
Kirana terdiam mendengar jawaban Farhan, yang seolah lupa dengan nomor handphone dan suaranya.
"Menurut kamu siapa?"
"Iya aku tau, ada apa lagi?"
"Kenapa nomor aku di blokir di whatsapp?"
"Kan emang harus, karena kita udah bukan siapa - siapa."
"Tapi kan kamu bilang, kita tetap akan berteman baik, kamu lupa ya pernah bilang begitu?"
"Iya, maaf!"
"Maaf apa?"
"Maaf aku ga bisa jadi teman baik kamu."
"Asal kamu tau, aku tuh ga bisa ngelupain kamu."
"Harus bisa!"
"Ga bisa, Farhan!"
"Kan udah ada laki - laki yang tadi sama kamu, dia ganteng, badannya besar, bermobil pula, kurang apa coba?"
"Oh, maksud kamu Andra? Aku ga suka sama dia."
"Terus, kenapa dia dan keluarganya datang kerumah kamu?"
"Mama mau jodohin aku sama dia."
Kirana tak bisa menahan isak tangisnya.
"Udah jangan nangis! Mungkin dia emang yang terbaik untuk kamu!"
Farhan mencoba menenangkan hati Kirana, padahal hatinya pun terluka. Namun ia masih bisa menahan untuk tidak mengeluarkan air mata.