Lanjutan Obrolan Farhan dan Kirana melalui telepon.
"Tapi aku belum bisa secepat ini dipaksa menikah dengan Andra, aku ga suka sama dia, aku dan Andra juga baru kenal."
"Kadang, pilihan orang tua itu yang terbaik untuk anaknya. Pasti laki - laki itu punya karir yang bagus dan keluarga yang harmonis, makanya orang tua kamu setuju, ya kan?"
"Iya, dia seorang dokter gigi."
"Pasti masa depan kamu lebih terjamin, dibanding sama aku."
"Belum tentu. Farhan, please jangan blokir nomor aku, aku pengen kita tetap komunikasi."
Sebenarnya Farhan pun masih tetap ingin berkomunikasi dengan Kirana, tapi ternyata hatinya terlalu sakit untuk tetap bisa jadi sahabat baiknya.
"Kiran!" Ibu memanggilnya.
"Ibuku manggil, udah dulu ya!"
"Iya."
Kirana langsung menutup teleponnya, lalu ia menghapus air matanya, ia tidak ingin Ibunya tahu kalau tadi ia menangis. Ia langsung membuka pintu kamarnya.
"Kamu lagi apa?" Tanya Ibu.
"Tiduran." Jawabnya sambil menunduk, ia tak berani menatap wajah ibunya karena matanya yang masih sembab.
"Kamu abis nangis?" Lanjut Ibu sambil menatapnya.
"Nggak!"
"Kiran, ibu tau kalau kamu abis nangis. Kenapa?"
Kirana duduk diatas tempat tidurnya, disusul ibu yang juga duduk diatas tempat tidur Kirana.
"Aku ga bisa secepat ini menikah sama Andra, aku ga cinta sama Andra, Bu!" Ungkap Kirana.
"Cinta itu bisa datang belakangan setelah menikah! Andra itu laki - laki yang baik. Ibu secepatnya ingin menikahi kamu, biar kamu bisa melupakan Farhan. Ibu ga mau kamu masih berhubungan sama dia!" Tegas Ibu.
Kirana memegang kepala dengan kedua tangannya, seakan semua berat sekali ia terima. "Tapi aku berhak memilih Bu, dengan siapa aku akan menikah!"
"Kamu mau menikah dengan siapa? Ibu ga yakin kalau kamu akan memilih laki - laki selain Farhan. Pasti Farhan lagi, Farhan lagi."
Ibunya benar, memang yang ada dihati dan pikiran Kirana hanya Farhan.
"Ibu mau laki - laki yang terbaik yang akan menjadi mantu ibu, yang akan menjadi imam kamu dan ayah dari cucu - cucu ibu, insya Allah ibu ga salah pilih, insya Allah Andra yang terbaik untuk kamu." Urai Ibu.
Kirana tak bisa menolak lagi, Kirana hanya pasrah dengan keputusan yang dibuat Sang Ibu.
Dikamarnya, Farhan juga masih memikirkan apa yang Kirana ucapkan tadi. Dihadapan Kirana, Farhan hanya berpura - pura tegar, padahal ia pun rapuh. Farhan mengintip dari jendela kamarnya, melihat ke jendela Kirana yang lampunya masih menyala. Cinta mereka amatlah besar, namun mereka tak bisa melawan restu orang tua untuk bisa bersama.
Farhan kembali membuka blokir kontak whatsapp Kirana.
Tok... Tok... Tok...
"Farhan!" Mama memanggilnya, lalu membuka pintunya.
"Iya Ma!"
"Makan dulu yuk!" Ajak Mama, sambil masuk kedalam kamarnya.
"Nanti aja, Ma!"
"Kamu kenapa sih?" Tanya Mama, sambil duduk dihadapan Farhan.
"Ga apa - apa!" Farhan berusaha menyembunyikan kesedihannya.
"Jangan bohong! Mama tau kamu sedang menyimpan kesedihan kan?"
Walau Farhan sudah berusaha menyimpan kesedihannya, menutup - nutupi dari Mamanya, tapi Mamanya tetap tahu, lalu Farhan menganggukkan kepalanya.
"Kenapa?" Cecar Mama.
"Kirana mau nikah."
"Nikah sama siapa?"
"Ga tau, katanya sih dia seorang dokter gigi, dijodohin sama Ibunya."
"Mama tau perasaan kamu seperti apa. Tapi sudah ya, lupakan Kirana! Sekuat - sekuatnya cinta kalian, kalau Allah berkata kalian tidak berjodoh, kalian bisa apa?" Ujar Mama.
"Kamu masih ingat ga, hadits yang artinya ridho Allah itu tergantung dari ridho orang tua, kemurkaan Allah itu tergantung pada kemurkaan orang tua?" Lanjut Mama.
"Iya, Farhan ingat."
"Yaudah, memang sudah seharusnya patuh pada kedua orang tua."
Farhan sudah bisa tersenyum, ia tak terlalu sedih lagi karena kehilangan Kirana, karena sayang tak harus memiliki.
"Ada di Alquran surat Al Baqarah ayat 216. Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu amat baik untukmu, boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal itu amat buruk bagimu, Allah maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui. Itu artinya kita sebagai manusia, tidak tahu apa - apa, mana yang terbaik, mana yang tidak. Mungkin kamu mencintai Kirana tapi dia belum tentu yang terbaik menurut Allah, tapi yang terbaik menurut Allah pasti terbaik juga untuk setiap hambanya." Nasihat Mama yang membuat Farhan semakin tenang.
"Iya, Farhan ngerti, makasih ya Ma! Farhan beruntung banget punya Mama." Farhan memeluk Mamanya.
"Perempuan - perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki - laki yang keji untuk perempuan - perempuan yang keji pula, sedangkan perempuan - perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik pula, itu ada di surat An-Nur ayat 26." Mamanya memberikan nasihatnya lagi.
"Iya, insya Allah Farhan akan berusaha memperbaiki diri, agar jodohnya juga wanita baik - baik." Ucap Farhan.
Beruntung sekali Farhan punya Mama yang bisa menasihatinya dengan lembut, bisa memahami hati anak muda yang sedang dimabuk cinta sepertinya, Mama Lusi bisa menjadi sahabat tempatnya berbagi. Mamanya sayang sekali dengan Farhan karena ia adalah anak laki - laki pertama sebagai pengganti Papanya dirumah, ia selalu berusaha menjadi Kakak yang baik untuk adiknya. Mamanya pun yakin, Farhan akan jadi imam yang baik untuk istrinya kelak, karena didikan mama yang berhati lembut yang membuat anaknya berhati lembut juga, mudah untuk dinasehati dan patuh kepada sang Mama.
Disebrang rumah Farhan, Kirana masih saja termenung. Ia mengambil cincin pemberian Farhan yang disimpan didalam lemari, dipakainya cincin itu. Cincin saksi cinta mereka berdua, lalu Kirana melihat album foto yang berisi fotonya, Farhan dan teman - temannya semasa kecil. Kirana tidak bisa melupakan semua kenangan semasa kecilnya ini. Ia akan terus menyimpan album fotonya ini sampai kapanpun.
Mengenang masa lalunya saja, Kirana sudah bisa tersenyum, sungguh indah, masa - masa kecil yang tak dapat dilupakan, kalau bisa ia ingin saja kembali ke masa itu, bermain penuh canda dan tawa. Kirana beruntung mempunyai sahabat dan pacar seperti Farhan, karena Farhan sangat mewarnai hidupnya. Farhan sosok laki - laki sempurna dimatanya, tak peduli apa kata orang tentang Papanya. Kirana yakin wanita yang akan menemaninya nanti pasti sangat beruntung.
Kirana membuka laptop, menuliskan apa yang sedang ia rasa.
[Saat hati masih sayang
Saat hati masih cinta
Namun harus terpisah oleh keadaan
Kamu yang selalu ada
Selalu mengisi hariku
Menemaniku setiap waktu
Kini harus pergi
Sebelumnya tak pernah aku sesakit ini
Hati masih ingin merajut asmara namun dipaksa berhenti
Namun hatimu beserta kenangannya masih tertinggal disini, masih ada bersamaku.
Aku tak pernah menyesal telah mengenalmu
Aku tak pernah menyesal jadi sahabatmu
Aku tak pernah menyesal pernah menjadi yang istimewa untukmu
Walau perjuanganku untuk tetap bersama telah berakhir, tapi tidak untuk rasa cintaku
Rasa ini akan menetap dalam sanubariku
Kamu akan kusimpan di samudera terdalam
Walau nanti tak lagi jadi yang nomor satu
Tapi aku akan tetap menjadikanmu kenangan terindahku
Tak pernah aku melupakanmu, Muhammad Farhan Faturrahman]
Selesai menulis puisi tentang Farhan, Kirana berusaha memejamkan mata. Ia ingin selalu bersama dengan Farhan, walau hanya di dalam mimpi.