Hari ini adalah hari yang tidak ditunggu - tunggu oleh Kirana, karena Andra akan melamarnya. Pagi - pagi rumah Kirana ramai oleh orang - orang yang membantu acara lamaran ini. Kirana tak juga keluar dari kamarnya, ia masih melamun, memikirkan bagaimana masa depannya bersama Andra, apakah ia akan bahagia ataukah sebaliknya?
"Kiran, kamu mau didandanin, ayo siap - siap! Ujar Ibu.
"Iya, Bu!"
Tak lama kemudian datanglah penata rias yang siap merubah wajah Kirana menjadi cantik. Kirana duduk dihadapan cermin didalam kamarnya, ia mulai dirias wajah dan juga rambutnya, lalu ia berganti memakai kebaya berwarna salem, kebaya yang sudah ibu siapkan beberapa hari yang lalu.
Kirana bercermin, melihat dirinya dihadapan cermin, ia merasa wajahnya cantik, kulit wajahnya mulus, dengan hidung yang mancung, alis yang tebal, kulit kuning langsat. Namun sayang, nasib percintaannya tak mulus seperti kulit wajahnya ini.
Hidup memang tak ada yang sempurna seperti yang ada dalam cerita dongeng. Saat kita merasakan kesenangan dalam hidup, kesedihan pun pasti akan menghampiri, begitu pun sebaliknya karena sedih dan bahagia selalu bergantian dalam hidup, itulah yang dinamakan hidup penuh warna. Karena ini di dunia bukan di surga, jadi ujian memang selalu ada. Tinggal bagaimana kita berusaha, berdoa lalu berserah diri pada yang Maha Kuasa atas segala takdirnya.
Namun sepertinya untuk urusan Kirana ini, ia sudah tak bisa memilih mana yang ia inginkan, karena ia harus menuruti perintah Ibunya yang terdapat surga dibawah telapak kakinya. Kirana tidak tahu akan bagaimana kehidupannya setelah ini, karena ia tak diberi pilihan, jadi ia hanya berusaha untuk patuh saja.
Keluarga Andra sudah datang, Kirana diminta untuk turun kebawah. Setelah sudah dibawah, dimulailah acara lamaran, mulai dari pembukaan, penyampaian maksud dan tujuan dari keluarga Andra, setelah itu Kirana menjawab kalau ia menerima lamaran dari Andra, namun hatinya berkata karena terpaksa. Setelah itu Andra memberikan Kirana cincin mas seberat 5 gram, lalu dipakaikan oleh Mamanya Andra di jari manis Kirana. Tak ada senyum manis di wajahnya, keceriaannya pun hilang entah pergi kemana. Cincin yang diberikan Andra kebesaran di jari Kirana, karena calon mertuanya yang membelikannya, jadi terlihat aneh ketika melingkar di jari manisnya.
Diantara para tamu, Kirana melihat sosok Mama Lusi, mamanya Farhan, ia menghadiri proses lamaran Kirana. Kirana membayangkan, andai yang memakaikan cincin ini adalah Mamanya Farhan, tentu akan sangat berbeda ekspresi di wajahnya. Setelah acara selesai, Kirana dan Andra berfoto bersama.
"Kiran, senyum!" Bisik ibu didekat telinganya. Akhirnya Kirana tersenyum dengan sangat terpaksa. Mereka berfoto bersama keluarga masing - masing.
Kirana masih sibuk dengan acaranya, sedangkan Farhan sedang ngobrol dengan Ryan, teman masa kecilnya. Ryan sengaja datang kerumah Farhan untuk menghiburnya, karena ia juga tahu hubungan Farhan dan Kirana yang sudah kandas.
"Mana sih calon suaminya?" Tanya Ryan, lalu ia menyeruput secangkir kopi, mereka berdua duduk di teras rumah Farhan.
"Itu tuh yang pakai batik, yang lagi salam - salaman." Jawab Farhan yang memperhatikan Andra dari rumahnya.
"Oh, oke juga..."
"Pasti dalem hati lo berkata, jauh banget sama Farhan, ya kan? Ngaku deh!" Canda Farhan.
"Nggak! Justru gw mau bilang, ga jauh beda sama lo. Dia ganteng, lo juga ganteng." Puji Ryan untuk sedikit menghibur Farhan yang sedang patah hati.
"Halah!"
"Sensi amat si lo!" Ucap Ryan.
"Ya iyalah, wajar gw sensi, mau ditinggal nikah." Sahut Farhan.
"Cewek kayak Kirana itu banyak, Bro!"
"Yaudah, cariin gw cewek ya!" Pinta Farhan.
"Lo mau yang kayak gimana?"
"Yang cantik, yang baik dan yang solehah." Pinta Farhan.
"Lengkap banget itu mah!"
"Iya dong!"
"Nyerah deh gw kalau suruh nyariin yang kayak gitu!"
Mereka berdua masih ngobrol di teras rumah Farhan, sambil sesekali melihat kerumah Kirana yang masih ramai.
Kirana melihat Farhan dan Ryan sedang asyik ngobrol, namun tak mungkin ia bisa ikut gabung dengan mereka. Ia tahu, pasti Farhan dan Ryan sedang membicarakan tentangnya.
Akhirnya acara lamaran selesai, Kirana membantu ibu beres - beres rumah, karena tamu yang hadir lumayan banyak, ada tetangga, saudara, bahkan teman - teman Kirana pun ikut hadir.
"Cincin kamu mana, Kiran?" Tanya ibu ketika melihat jari manis Kirana tidak ada cincin yang melingkar.
"Oh iya, kok ga ada?" Kirana melihat semua jari - jarinya, tapi memang cincinnya tidak ada.
"Kamu letakkan dimana?" Lanjut Ibu.
"Tadi masih aku pakai, belum aku lepas sama sekali."
"Benar?"
"Iya!"
"Kok bisa hilang?"
"Karena cincinnya masih kebesaran di jari aku, mungkin jatuh."
"Ayo cari!" Perintah Ibu.
Ibu mengerahkan semua anggota keluarga untuk mencari cincin tersebut disekitar rumah, namun tak juga ditemukan.
Ibu curiga bahwa Kirana sengaja membuangnya agar ia tak jadi menikah.
"Udah ya Bu bantu - bantunya, aku capek mau istirahat dikamar." Ujar Kirana.
"Tunggu Kiran!" Ibu menghentikan langkah Kirana.
"Ada apa lagi?"
"Cincinnya sengaja kamu buang ya?" Tegur Ibu.
"Nggak! Aku bener - bener ga tau cincinnya kemana, mungkin jatuh."
"Benar?"
"Iya. Kok ibu ga percaya sama aku?"
"Maaf, ibu pikir sengaja kamu buang."
"Mendingan aku jual dari pada aku buang." Sahut Kirana sambil naik ke kamarnya.
Kirana mencoba mengingat - ingat tentang cincin itu, sepertinya jatuh pada saat ia sedang bersalaman dengan para tamu.
***
"Mana cincin lo? Kan katanya lo udah lamaran." Tanya Elfa, saat mereka sedang makan dikantin.
"Ga tau, cincinnya hilang."
"Hah, kok bisa hilang?" Tanya Siska sambil menuang saos ke mangkuk baksonya.
"Iya, gw juga ga tau!"
"Tapi calon suami lo udah tau?" Tanya Siska lagi, sambil mengaduk es teh manis yang akan diminumnya.
"Belum."
"Hhmmm, jangan - jangan itu artinya lo ga jadi nikah sama dia!" Lontar Elfa, yang asal bicara.
"Masa sih? Gw seneng banget kalau ga jadi nikah sama dia."
Kirana berharap, apa yang Elfa ucapkan itu benar, semoga ini suatu pertanda kalau Andra tidak berjodoh dengannya.
Drrttt... Drrttt...
Handphone Kirana bergetar, ia melihat dilayar ponselnya itu, nama Andra Diraya yang tertera.
"Andra Diraya Irawan. Males banget!" Gerutu Kirana.
"Udah, angkat aja!" Ucap Siska.
"Hallo..."
"Kamu lagi istirahat ya?"
"Iya!"
"Udah makan belum?"
"Ini lagi makan."
"Sama temen - temen?"
"Iya!"
"Oh yaudah deh, aku juga lagi banyak banget pasien. Ini baru istirahat."
"Iya!"
"Met kerja, Sayang... Nanti pulangnya aku jemput ya!"
"Ga usah, aku pulang naik ojek aja. Biasanya juga kan naik ojek."
"Jangan naik motor terus dong! Sekali - kali naik mobil sama aku."
"Yaudah terserah deh!"
"Yaudah, sampai ketemu nanti, byee!"
"Bye!"
Teman - temannya Kirana sudah tahu kalau Kirana mau menikah dengan Andra karena perjodohan orang tuanya, jadi mereka juga memaklumi sikap Kirana yang terkesan cuek pada calon suaminya itu.