Sudah didalam bis, Kirana masih terdiam, matanya menatap jendela, ia tahu bahwa nanti ibunya pasti akan memarahinya karena ia tidak pulang bersama Andra, namun ia juga punya pilihan, tidak mungkin ia memilih pulang bersama Andra sedangkan Farhan sudah berbohong pada teman - temannya hanya demi ia, hanya untuk bisa mengantarnya pulang.
"Kenapa? Takut dimarahin ibu?" Tanya Farhan sambil menoleh Kirana yang duduk disebelah kirinya.
Kirana mengangguk, "Pasti ibu bakal marah - marah sama aku!"
"Yang penting, aku ga berbuat macam - macam sama kamu. Aku cuma ingin kamu selamat sampai dirumah."
"Aku tau, kamu emang baik dan pengertian. Makanya dari dulu, aku ga pernah nyesal bisa jadi pacar kamu." Ungkap Kirana.
Farhan tersenyum, ia pun merasa Kirana juga wanita yang sangat pengertian kepadanya.
"Anggap aja hari ini adalah hari terakhir kebersamaan kita, sebelum kamu menikah." Tutur Farhan dengan wajah sedih. Air matanya mulai menggenang diujung pelupuk mata, namun ia berusaha mengedip - ngedipkan matanya, agar tidak sampai menetes ke pipi.
"Makasih ya, udah bikin aku bahagia hari ini! Aku ga akan pernah bisa lupa sama kamu." Ucap Kirana.
"Jangan begitu! Justru kamu harus melupakan aku!"
"Entahlah, aku belum bisa memastikan apakah aku bisa atau tidak melupakan kamu."
Ketidakyakinan Kirana membuat Farhan pun tak yakin kalau dirinya bisa melupakan Kirana dan semua kenangan tentangnya.
Kirana tertidur, kepalanya bersandar ke jendela bus. Farhan memperhatikan wanita yang masih di cintainya ini. Ia akan berusaha merelakan Kirana menikah dengan orang lain, walau hatinya terluka.
Drrttt... Drrttt...
Handphone Farhan berbunyi, Mama meneleponnya.
"Assalamualaikum, Ma..."
"Waalaikumsalam, kamu lagi dimana?"
"Aku lagi di jalan pulang. Astagfirullah, aku lupa membelikan Mama oleh - oleh."
"Ga usah, Mama cuma mau tanya. Kamu benar pulang bareng Kirana?"
"Iy-iyya... Mama kok tahu?"
"Ibu Ranti datang kesini, dia menuduh kamu, katanya kamu sengaja mengikuti Kirana menyusul ke Bandung."
"Aku ga sengaja ketemu Kirana disini."
Kirana terbangun dari tidurnya, karena ia mendengar namanya disebut.
"Terus, kenapa harus kamu yang menemani dia pulang? Bukannya dia kesana sama calon suaminya?"
"Nanti aja deh Ma, aku jelasinnya dirumah. Karena aku takut Mama salah pengertian. Pokoknya yang jelas, aku sama Kirana ga berbuat macam - macam, Mama tenang aja ya!"
"Oke, Mama percaya sama kamu."
"Alhamdulillah, ya sudah ya Ma. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Farhan menutup teleponnya. Kirana bertanya pada Farhan tentang apa yang dibicarakan oleh Mamanya, dari ucapan Mamanya Farhan tersebut sudah dapat diketahui bahwa Ibunya Kirana sudah tahu kalau Kirana pulang bersama Farhan, karena Andra sudah pasti menelepon Ibunya Kirana.
Kirana melihat handphone miliknya, ternyata baterainya habis, "pasti ibu udah neleponin aku nih, tapi hp-ku mati." Ucap Kirana.
"Yaudah, nanti begitu sampai dirumah, kamu jelaskan semua ya!"
"Pastinya!"
Mereka masih berada didalam bus menuju Jakarta, di tengah perjalanan pada saat sedang macet tiba - tiba bus terhenti, Pak Supir pun panik dan berusaha menghidupkan mesinnya kembali, namun tidak bisa. Karena Kirana dan Farhan merasa gerah, akhirnya mereka turun dari bus, mereka duduk disebuah warung sambil membeli makanan dan minuman. Niat hati ingin cepat sampai dirumah, namun kenyataan berkata lain. Mereka harus menunggu mesin bus kembali menyala.
Sudah satu jam lebih supir dan juga kondekturnya mencoba memperbaiki bus namun belum juga ada titik terang. Kirana sudah lelah, ingin kembali memejamkan mata namun tidak mungkin ia tidur didalam warung.
"Kamu nyesal ya tadi ga pulang bersama Andra? Kalau kamu pulang bareng Andra, kamu ga akan begini." Ucap Farhan.
"Aku ga bilang kalau aku nyesal. Udah deh kamu jangan mikir macam - macam! Malah aku mau bilang terima kasih sama kamu."
"Untuk apa?"
"Karena kamu udah ada sebagai pelindung aku. Makasih ya!"
Farhan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Ia senang, ini adalah saat - saat terakhir sebelum Kirana resmi menjadi milik orang lain, ia masih bisa membahagiakannya.
Hari sudah malam, ibunya Kirana benar - benar mengkhawatirkannya, berkali - kali ia dihubungi namun tak ada jawaban. Ia takut terjadi apa - apa dengan Putrinya itu. Andra juga menelepon calon mertuanya berkali - kali untuk memastikan apakah Kirana sudah sampai dirumah, namun benar - benar tidak ada kabar dari Kirana.
Akhirnya bus sudah bisa diperbaiki, mesinnya sudah nyala kembali, para penumpang kembali menaiki bus tersebut. Kirana dan Farhan juga segera naik. Mereka bisa bernafas lega, akhirnya perjalanannya dilanjutkan.
Sudah masuk waktu dini hari, mereka sudah sampai di Jakarta. Mereka turun di pull bus, lalu memesan taxi online. Tak lama menunggu, akhirnya taxinya datang, lalu mereka segera naik. Dalam perjalanan menuju kerumah, Kirana dilanda rasa cemas.
Tok ... Tok ... Tok ...
Kirana mengetuk pintu rumahnya, ibu langsung berlari membukakannya.
"Kiran, Ya Allah... Kamu ga kenapa - napa kan?" Ucap Ibu sambil memegangi wajah Kirana.
"Nggak Bu, aku baik - baik aja." Jawab Kirana sambil masuk kedalam rumah
"Farhan ga jahatin kamu kan?" Tanya Ibu sambil mengajak Kirana duduk di sofa.
"Nggak! Malah dia nolongin aku."
"Nolong gimana?" Tanya Ayah, yang juga cemas dengan anaknya sulungnya ini.
Ibu beranjak kedapur, lalu membuatkan Kirana secangkir teh manis untuk menghangatkan perutnya. Kirana menceritakan kejadiannya yang sebenarnya kepada Ayah dan Ibu.
"Yaudah, lain kali kamu jangan mau kalau diajak pergi sama laki - laki kecuali dia udah jadi suami kamu!" Pesan Ayah.
"Iya, Yah! Karena kan aku pikir, Andra bersama keluarganya. Kalau aku tau dari awal keluarganya ga jadi pergi, aku ga akan mau diajak!" Ucap Kirana dengan wajah kesal.
Selesai bercerita pada Ayah dan Ibunya, Kirana naik keatas kamarnya, ia sudah rindu kamar, rindu tidur dikasur empuknya. Ia pun langsung merebahkan tubuhnya.
Diwaktu yang sama, Farhan pun dicecar dengan berbagai pertanyaan oleh Mamanya, Mamanya tidak ingin ia sampai dituduh berbuat yang macam - macam terhadap Kirana. Setelah Farhan menceritakan semuanya pada Mama, Mamanya pun mengerti dan ia salut kepada sang anak, sudah bisa menjaga hawa nafsunya untuk tidak berbuat hal - hal yang dilarang agama.
Karena berita Kirana pergi menginap bersama Farhan telah terdengar kemana - mana, Mamanya Farhan kembali berpesan padanya untuk menjauhi Kirana, karena Kirana sebentar lagi juga akan menikah, jangan sampai Farhan disebut - sebut sebagai orang ketiga dalam hubungan Kirana dan calon suaminya.
***
Keesokan harinya, Andra datang menemui Kirana, ia meminta maaf pada calon istrinya tersebut. Orang tua Kirana tetap menginginkan mereka berdua menikah, agar tidak terjadi terulang kejadian seperti kemarin.
"Yaudah, kalian saling memaafkan kesalahan masing - masing ya!" Titah Ibu yang menginginkan mereka akur, agar pernikahan mereka berlangsung dengan lancar. Karena mulai sekarang, mereka harus mempersiapkan acara pernikahan mereka, namun Kirana masih tak banyak bicara, ia belum juga bisa menerima bahwa Andra adalah calon suaminya.
Andra berkali - kali bicara dan meminta maaf pada Kirana dan sebagai permohonan maafnya, ia akan membelikan satu unit mobil untuk Kirana sebelum acara pernikahan nanti. Namun itu tak membuat Kirana bergeming, ia masih saja bersikap dingin.
Tiba - tiba saja Andra menanyakan perihal cincin yang tidak ada juga di jari manisnya Kirana, lalu Kirana melirik ibunya.
"Maaf Andra, cincinnya hilang pas selesai acara lamaran itu, mungkin karena kebesaran di jari Kirana, sampai lepas, kami semua sudah berusaha mencari, tapi tidak ditemukan." Ungkap Ibu.
Andra kecewa, mengapa Kirana tak berterus terang padanya, Kirana seolah menutup - nutupi karena merasa tidak enak kalau sampai Andra tahu bahwa cincin permberiannya itu hilang. Kini semua sudah terungkap.
"Baiklah, nanti cincinnya aku belikan lagi yang ukurannya pas, sesuai jari Kirana." Tutur Andra yang memilih tetap tenang, walau sebenarnya ia kecewa, sedangkan Ibu merasa lega karena sudah mengungkapkan perihal cincin yang hilang pada calon mantunya tersebut.