Jihan berada di sebuah tempat duduk. Ia melihat ke cermin dengan wajah lesu. Meski wajahnya di make up dengan sangat cantik namun kedua matanya kosong. Entah bagaimana lagi. Perasaan dan hatinya serasa sudah kosong. Sepi dan tidak tahu harus pergi ke mana lagi. Ia juga merasa bingung sekali.
Jihan sudah tidak bisa menangis lagi. Perasaannya sudah kebal terhadap kesakitan yang selama ini ia hadapi. Ia juga sangat benci dengan dirinya sendiri. Ia benci kalau harus menangis. Jadi ia bertekad untuk tidak menangis lagi. Sebenarnya hatinya sudah sangat benci sekali dengan sang ayah. Teringat saat malam itu. Ia berada di sebuah hotel namun tiba-tiba sang ayah datang dan membawa paksa Jihan dengan kasar.
Jihan di bawa masuk ke mobil lalu ia di masukkan ke dalam club' ini dengan paksa dan ayahnya bilang ia akan di pertemukan oleh seorang pria yang kaya raya. Jihan sama sekali tidak tahu pria itu. Sudah pasti pria itu adalah pria hidung belang.
"Ya Tuhan, aku harus bagaimana lagi. Aku sudah kabur beberapa kali namun tetap saja ayah menemukan keberadaan ku. Aku harus bagaimana?" tanya Jihan di dalam hati. Ia sangat frustasi sekali. Kedua tangannya mengacak rambut yang terurai dengan kacau.
"Bagaimana juga dengan Aslan? Ya Tuhan. Maafkan aku Aslan. Aku tidak bisa menghubungimu. Karena ponselku ada di tangan ayah," ucap Jihan dalam hati. Air matanya hampir menetes tapi ia berkedip-kedip agar air mata itu tidak menetes.
Tiba-tiba seseorang membuka pintu. Pria sebagai teman dari sang ayah mengatakan kepada Jihan untuk bersiap-siap karena sebentar lagi dirinya akan bertemu dengan orang penting.
"Baiklah, aku akan bersiap-siap." Jawab Jihan lalu menghadap ke cermin. Berpura-pura menggunakan lipstick.
Kini Jihan hanya bisa pasrah. Sudah pasti malam ini ia akan menjadi santapan lezat pria hidung belang. Ingin sekali Jihan mengakhiri hidupnya. Tetapi itu semua tidak akan mungkin. Karena kini tujuan hidupnya adalah menata hidup yang baik dan mencari sang ibu yang sama sekali ia tidak pernah bertemu.
Kini setelah beberapa menit. Pintu di buka oleh sang ayah. Jihan terdiam dengan wajah datar.
"Bagaimana anakku? Apa kau sudah siap? Pelanggan ini pernah memesanmu dan dia memesanmu kembali dengan dana yang begitu banyak. Nanti ayah akan memberikan kau setengahnya. Tenang saja, sayang," seru Jack dengan wajah bahagia karena menemukan tambang uangnya.
Jihan hanya terdiam seolah patung pajangan. Tangan sang ayah menyentuh pipi Jihan dengan lembut. Jihan sama sekali tidak sudi. Ia melempar tangan Jack dengan kasar.
"Kau selalu kurang ajar denganku," ucap Jack dengan sinis.
Jihan hanya membuang muka. Ingin sekali rasanya bisa menghilang dari hadapan sang ayah. Ia benar-benar muak sekali dengan sikap sang ayah. Selama ini ia selalu di perlakukan seperti ini. Layaknya barang bagi sang ayah. Jihan di perjual belikan kepada para lelaki hidung belang.
Kini sang ayah Jack menggandeng tangan Jihan dengan erat. Bahkan sedikit menarik Jihan. Keduanya keluar dari ruangan kecil dan mereka sekarang penuh dengan cahaya lampu warna warnai. Suara musik sangat keras di dengar oleh telinga. Bau yang menyengat dari wewangian para perempuan dan laki laki membuat Jihan serasa sesak nafas. Ia berkali-kali mengipasi hidungnya dengan telapak tangannya. Bau perempuan yang sok cantik dan lelaki yang sudah tau namun ingin terlihat muda. Jihan benar-benar pusing berada di tempat ramai seperti ini. Setelah Jihan dan Jack melewati kerumunan orang. Kini ia menaiki tangga lalu menuju ke salah satu jalan yang sempit dengan tembok berwarna merah merona. Lalu ia di dekatkan di depan pintu.
"Ingat! Jangan macam-macam! Kau harus sopan dengan pelanggan ini. Karena dia membayar dua kali lipat dari biasanya. Kau mengerti?" ucap Jack di dekat telinga Jihan.
Jihan yang membuat rambutnya terurai membuang sedikit rambutnya ke pundak belakang. Ia hanya bisa menatap sang ayah dengan tatapan tajam.
"Pergi sana cepat," seru Jack mendorong pundak Jihan dengan keras saat pintu di buka. Kini pintu di tutup rapat oleh Jack. Lalu Jack menyeringai dengan penuh kemenangan. Ia membayangkan bagaimana cara menghabiskan uang yang begitu banyak yang telah di terima.
"Memang banyak untungnya mempunyai anak yang bisa di andalkan, hm!" ucap Jack dengan lirih lalu berjalan sombong.
Sementara Jihan berjalan dengan pelan memasuki kamar yang bernuansa elegan. Lampu yang sangat terang begitu membuat seisi ruangan tampak nyata di depan mata. Barang-barang yang ada di ruangan kamar ini sangat mewah. Jihan berdiri di ruang tengah dengan tv yang cukup besar. Ia masih terpana dengan apa saja yang ada di depannya. Sementara di belakangnya telah ada seorang pria berumur lima puluh tahun dengan wajah terlihat bersih. Ia memakai jas dengan sangat rapi.
"Ternyata sangat mudah menemukan kau kembali," seru pria itu melipat kedua tangannya di depan dada. Tubuhnya sangat gagah meski umurnya sudah banyak.
Jihan mendengar suara itu dengan kaget. Ia tahu siapa pria di belakangnya itu. Kini ia berbalik badan dan matanya melihat dengan jelas wajah pria itu tersenyum sinis.
"Pak Walikota," ucap Jihan lalu menunduk. Ia pasti akan di siksa habis habisan karena waktu itu ia kabur dari kamar dan membuat obat tidur untuk walikota. Ia juga membawa uang sang walikota.
"Kau kaget atau takut melihatku, Hm?"
"Aku berjanji akan mengembalikan uang yang aku bawa," ucap Jihan dengan lirih.
"Hahaha dasar gadis lugu. Uang hanya sekecil itu saja kau masih memikirkannya. Jangan seperti itu Jihan. Mungkin bagimu memang uang yang kau bawa jumlahnya banyak tapi kau tidak usah mengembalikan uang itu. Aku bahkan sudah memberikan uang untuk Jack ayahmu. Asalkan malam ini kau bisa membuatku menjadi seorang raja. Kau pasti bisa melakukannya kan?" kata walikota itu lalu mendekat kepada Jihan. Tetapi pria tua itu bahkan belum menyentuh Jihan. Ia malah di pukul oleh tangan yang keras dari belakang. Pukulan di tengkuknya membuat walikota langsung pingsan saat itu juga. Mata Jihan membelalak melihat walikota tersungkur lalu seperti tertidur dengan nyenyak.
Jihan lalu melihat seorang di depannya yang ternyata adalah Aslan. Pria yang selama ini ia khawatirkan itu tersenyum dengan sangat lucu bagi Jihan.
"Kau?" seru Jihan.
"Iya aku ada di sini untuk menyelamatkanmu," kata Aslan dengan sombongnya. Tapi itu membuat Jihan tertawa kecil.
"Bagaimana kau bisa masuk ke dalam kamar ini?" tanya Jihan dengan tidak percaya. Ia melihat ke sekeliling.
"Seorang teman tidak akan membiarkan temannya mengalami hal buruk dan aku sudah pasti akan menyelamatkanmu dari semua bahaya. Kau tidak perlu memikirkan bagaimana aku melakukannya. Kau pasti tidak akan bisa melakukan seperti yang aku lakukan," jawab Aslan dengan percaya diri. Jihan tertawa mendengar penjelasan itu.
Kini keduanya langsung keluar dari kamar itu melalui jendela. Aslan membantu Jihan melompat dari jendela ke genteng yang cukup tinggi dan kini Saatnya melompat ke tanah yang tinggi. Aslan yang sudah berada di bawah terus mengamati Jihan agar Jihan bisa melompat ke ketinggian. Jihan akhirnya bisa namun ia jatuh di tanah itu. Aslan membantu Jihan dengan untuk berdiri dan kini keduanya masuk ke dalam mobil sport Aslan.