Chapter 10 : Hawa Dingin.
_Likenzo_
Malam sudah tiba dengan gelapnya malam menyelimuti, dibarengi kabut yang menyeruak membuat hawa sekitar rumah tersebut terasa dingin. Dilihatnya jam dinding di kamar Febbe. Sudah pukul 10.00 malam.
Kenzo melirik ke arah gadis yang sudah tertidur di atas ranjang. Dengan dengusan kecil Kenzo berdiri menatapnya hati hati.
"Dia sudah tidur kan?" Gumam Kenzo bergerak hati hati mengibas angin di atas wajah Febee yang terlelap.
"Huhh.. Syukurlah, aku bisa pulang." Gumamnya lagi lalu keluar kamar.
Sebelum itu Kenzo menyempatkan menyelimuti tubuh Febbe yang hanya terbalut piayama sutra lalu mematikan lampu kamar dan menyisakan lampu tidur saja.
Di tangga. Kenzo menuruni anak tangga dengan terburu buru hendak pulang. Banyak dari para maid yang sudah mulai sepi, melihat suasana rumah Febbe membuatnya mengingat masa masa dia menjadi anak tunggal bernama Novella.
"Vella!"
Kenzo repleks menoleh saat lengannya tiba tiba dicekal dari samping. Matanya molotot kaget saat melihat siapa orang tersebut.
"Morgan.." Lirik Kenzo dengan gerakan tubuh kaku.
Morgan tersenyum. Dia pria tampan dengan setelan kemeja hitam dilipat sesikut. Wibawanya tak terelakan membuat Kenzo sedikit merinding, tentu ia masih ingat pasti siapa sosok pria tampan di depannya ini.
"Kau.."
"Aku merindukan mu sayang." Morgan dengan cepat memeluk tubuh Kenzo.
Pria tampan itu memeluk erat sembari menghirup aroma keringat di tubuh Kenzo. "Le-Lepaskan!"
Morgan terlihat sedikit tersentak saat Kenzo mendorongnya dengan kasar, entah apa yang terjadi dengan mereka berdua tapi para Maid yang melihatnya hanya menyembunyikan tatapan aneh pada Kenzo.
"Kenapa?" Tanya Morgan dengan wajah sedih hendak mendekat.
"Berhenti di situ!" Larang Kenzo.
Morgan terus menatap Kenzo dengan ekspresi sedihnya, seakan ia baru pertama kali melihat orang yang dia sayangi terpisah beribu ribu tahun.
"Sayang, kenapa kau meninggalkan ku malam itu? Kenapa kau biarkan aku kedinginan saat itu? Apa karena kini tubuh mu sudah bukan wanita, makanya kau tak ingin bersama ku lagi?" Tanya Morgan.
Kenzo memutar bola matanya malas. "Hentikan Morgan, percuma. Kau tahu? Kehidupan ku dengan mu sudah usai saat portal sialan itu memindahkan jiwa ku pada raga ini. Jadi sebaiknya, kau cari saja orang lain yang bisa kau ganggu." Jawab Kenzo.
"Tidak Vella, kau Novella Istri-"
"Morgan tidak punya Istri, yang punya Istri itu adalah Pangeran Yoon-Sang palsu. Dan Istri dari Pangeran Yoon-Sang palsu adalah Metafosa, bukan Novella apalagi Kenzo. Paham!"
"Tidak sayang, kau pasti ingat kita punya anak." Elak Morgan.
"Anak kita sudah mati!" Jawab Kenzo.
Setelah mengatakan kalimat menohok itu Kenzo segera berjalan cepat meninggalkan tempat yang ia pijak sekarang. Akan sangat berbahaya jika dirinya terus berada di tempat ini, otaknya bisa gila.
"Vellaa!"
"Novella!"
Teriakan Morgan yang memanggil nama asli Kenzo tak didengar sedikitpun. Kenzo seperti sengaja menulikan pendengarannya untuk ini, tapi di sini terlihat Kenzo berhenti sesaat saat seorang supir mencegatnya.
"Ada apa?" Tanya Kenzo pada si supir pribadi kediaman keluarga Febee.
"Saya dapat pesan dari Nonna Febee untuk mengantarkan Tuan pulang." Jawabnya.
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Kau urus saja Nonna mu untuk tidak mengganggu ku, kepala ku rasanya pusing mengurusinya." Kata Kenzo lalu berjalan menuju sepedanya terparkir.
Di perjalanan Febee menggayuh sepeda dengan tidak santai, banyak kendaraan mendahului sepedanya melaju. Ini bukan yang pertama kalinya Febee menyuruh Kenzo untuk menemani tidur, kebetulan saja kejadiaan laknat itu terjadi tanpa kesadaran yang penuh.
"Sial! Kenapa aku bisa dengan gampang menyentuh Febee? Jika begini.. Arghh aku pasti akan semakin sulit lepas darinya."
"Cik! Lagi pula kenapa hidup ku selalu berganti raga? Kenapa tidak Tuhan hapus saja ingatan ku? Dengan begitu aku bisa hidup tanpa memandang gender." Monolog Kenzo.
**
Di rumah Kenzo baru saja sampai. Ia memarkirkan sepedanya di pekarangan, di depan sana sudah ada Lidia yang menunggunya di depan pintu.
Kenzo menghampirinya. "Maap aku lama mengantar Febee. Kau tidak papakan? Aku janji lain kali akan melihat waktu lebih baik lagi." Ujar Kenzo merasa bersalah pada Lidia.
"Tidak papa, aku senang bisa menjaga Juna." Sahut Lidia tersenyum ramah.
Kenzo tersenyum tipis menanggapinya, dilirik arah samping kiri terlihat gedung tinggi bertuliskan KFC. Kenzo punya ide untuk itu. "Lidia," Panggil Kenzo.
"Ya?"
Kenzo menatao Lidia serius. "Apa Juna yang sedang tidur akan baik baik saja jika di tinggalkan di rumah sendirian?" Tanya Kenzo.
**
Di sinilah mereka, terduduk berdua di sebuah kursi meja restoran ayam. Lidia awalnya sedikit bingung saat Kenzo mengajaknya makan di tempat ini, padahal waktu sudah menunjukan pukul 11 malam.
"Kenapa kau mengajak ku kesini Bos?" Tanya Lidia heran sendiri. Masalahnya tempat seperti ini tidak cocok dengan keadaan dompetnya yang kritis.
"Hanya ingin mengajak mu makan malam, sebagai tebusan permintaan maap karena membuat mu repot menjaga adik ku." Jawab Kenzo.
Di atas meja mereka kini sudah terhidang banyak sekali makanan. Dari Ayam goreng, kentang goreng hingga burger chessee sampai minuman bersoda.
"Tapi.. Ini banyak sekali, saya tidak punya cukup uang membayarnya Bos." Kata Lidia merasa ini terlalu berlebihan.
"Sudah makan saja yang ada di meja, soal bayaran biar aku yang menanggungnya." Kenzo.
"Tapi Bos-"
"Makan saja Lidia. Lagi pula makanan yang sudah dipesan tidak akan bisa di kembalikan ke penjual, kau ini berisik sekali." Komend Kenzo menatap tajam Lidia.
Gadis SMA itu terlihat menunduk diam, mungkin malu karena dia sudah banyak sekali bicara.
25 minute momend later..
Makanan di atas meja hampit semuanya habis. Kenzo melihat Lidia dengan serius di depannya. Sedangkan gadis itu masih sibuk memakan makanannya, bahkan yang dari tadi makan banyak adalah dirinya. Kenzo sendiri hanya baru memakan satu potong ayam saja, membiarkan Lidia sendiri yang menghabiskan makanan.
"Euuuuukkk.. Hahh..." Lidia tak punya malunya bersendawa keras setelah menghabiskan semua menu. "Ukk!" Berakhir cekukan.
Kenzo tersenyum tipis dan menggeleng kepala melihatnya, ada ternyata gadis petakilan sepertinya. Melihat Lidia membuat Kenzo seperti melihat dirinya di masa lalu yang notabennya sama sama petakilan.
"Maap Bos hehe.." Ujar Lidia meminta maap merasa malu.
"Tidak apa apa," Jawab Kenzo. "Ouh iya, aku mengajak mu kesini karena ingin mengatakan sesuatu pada mu." Lanjutnya.
Lidia mengambil tisu di atas meja untuk mengelap mulutnya yang berantakan sehabis makan. "Apa Bos?"
"Aku tahu mungkin ini terdengar aneh dan aku tahu semua ini tidak ada sangkut pautnya dengan mu tapi.." Kenzo menatap Lidia ragu ragu.
"Tapi apa?" Lidia penasaran.
"Apa kau bisa membantu ku menemui seseorang?" Pinta Kenzo.
"Hah?"
"Maksud ku, aku ingin kau menemui seseorang di alamat yang ku berikan nanti. Kau cukup sampaikan pesan singkat pada orang itu dan berikan surat ini padanya." Jelas Kenzo.
"Memangnya dia siapa Bos? Apa dia selingkuhan mu?" celetuk Lidia.
'Pukk!'
Dengan sadis Kenzo menyentil dahi Lidia dengan keras, gadis ini masih sempat sempatnya berpikir kotor. "Dasar bodoh, dengarkan dulu!" Kesal Kenzo.
Lidia mengusap dahinya pelan, sedikit rasa linu tapi tak terlalu sakit. Bosnya ini galak sekali, akan sangat aneh jika lelaki typekal Bosnya ini punya pacar se possesive kakak tingkatnya, Febbe.
"Ya maap Bos," Lidia nyengir.
"Dengar, intinya aku ingin kau membantu ku kali ini. Kau berikan surat ini," Kenzo menyodorkan se amplop surat dengan pita hijau.
"Ini apa?" Tanya Lidia.
"Kau tak perlu tahu apa itu, tugas mu hanya memberikan surat ini pada alamat yang ku sebutkan nanti. Bilang padanya bahwa pengirim surat ini sekarang masih sangat baik baik saja. Setelah itu kau bisa pergi, sebagai gantinya kau akan ku beri uang-"
"Berapa?" Tanya Lidia tiba tiba bersemangat.
Kenzo memutar bola mata malas lalu berdecih. "Sudah ku bilang dengarkan!" Kenzo marah marah.
Lidia kembali manggut manggut. "Maap hehe.. Lanjutkan." Sahutnya.
"200 $." Jawab Kenzo.
"200 $ itu berapa Bos?" Tanya Lidia yang buta mata uang dolar asing.
"Sekitar 2 juta lebih." Jawab Kenzo.
"Kenapa Bos tidak kirim surat itu sendiri? Kan sayang Bos kalau hanya sekedar membayar ku untuk mengirim surat saja. Tapi karena ini sudah menjadi rejeki saya, saya terima." Kikik Lidia langsung mengambil surat tersebut.
"Hemm.." Kenzo tak menjawabnya.
"Btw Bos. Memangnya siapa yang ingin Bos kirimi surat?" Tanya Lidia masih dengan penasarannya.
Kenzo melirik jendela di sebelahnya, melihat ke arah luar sana dengan sorot pandangan pedih. "Bukan siapa siapa, hanya kerabat lama." Jawab Kenzo dibalas anggukan kecil dari Lidia.
"Ayah dan Ibu.." lirih Kenzo selanjutnya.