Doktor Aldrich Caesar berdiri dengan wajah kaku dan dingin tanpa senyuman sama sekali seperti biasanya. Ia masuk satu menit lebih cepat dan menunggu semua mahasiswa untuk masuk ke dalam ruang kelasnya sambil menghitung dengan jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya.
Dua orang mahasiswi yang memandang tersenyum tersipu menatap manekin hidup itu. Dan Aldrich hanya membalasnya sekilas dengan ujung mata dan dengusan angkuh tak peduli. Chloe Harristian sudah siap dengan buku-bukunya dan semua catatan yang ia persiapkan untuk kelas Doktor Caesar. Tepat setelah jarum detik berada di angka 12, Aldrich memulai pelajarannya.
"Pompeii adalah salah satu dari sekian banyak dan luasnya kekuasaan Romawi di dunia ini dan aku sudah memberikan tugas pada kalian semua soal itu. Jadi aku tak akan membahas soal kota itu lagi, atau ornamen pada kereta yang bahkan tak bisa dianalisis oleh salah satu dari kalian!" ujar Aldrich memulai mukadimahnya.
Usai ia bicara dengan pembukaan seperti itu, semua mahasiswa menoleh pada Chloe yang tak bisa menjawab pertanyaan Doktor Caesar beberapa hari lalu. Chloe baru sadar jika dirinya disindir beberapa menit kemudian setelah semua orang menoleh padanya. Ia lalu mendelik pada Aldrich yang menatapnya dengan sudut mata lalu memulai kembali kuliahnya.
"Salah satu topik selanjutnya dalam silabus kalian bulan ini selain Pompeii adalah Bizantium. Ada yang bisa memberikan aku sedikit gambaran tentang negara ini?" tanya Aldrich pada mahasiswanya. Ia keluar dari mejanya dan berjalan ke depan kelas dengan setelan jas rapi seperti aristokrat.
Beberapa mahasiswa langsung menaikkan tangan mereka ke atas tanda ingin menjawab termasuk Chloe Harristian. Ia sudah membaca bab soal Bizantium yang terkenal dengan perang dengan bangsa Ottoman dalam merebut Konstatinopel. Akan tetapi, Aldrich tak memilih Chloe untuk menjawab. Ia malah memilih salah satu dari dua gadis cantik yang duduk di deretan kursi paling depan.
"Silahkan!" ucap Aldrich mempersilahkan sambil berdiri di depannya memperhatikan. Gadis itu kemudian menjawab dengan percaya diri di hadapan Aldrich.
"Kekaisaran Bizantium, juga disebut sebagai Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium, adalah kelanjutan dari Kekaisaran Romawi di provinsi timurnya selama Zaman Kuno Akhir dan Abad Pertengahan dengan ibu kotanya yang bernama Konstantinopel," jawab mahasiswi itu menjelaskan secara umum pertanyaan Aldrich. Aldrich tak tersenyum tapi juga tak menghardik. Ia hanya mengiyakan yang jika diartikan adalah sebuah pujian.
"Jawaban yang umum dan sesuai dengan yang seharusnya. Tidak berbelit-belit ..." mahasiswi itu menyengir lebar dan ikut menoleh pada teman di sebelahnya yang juga memberikan kikikan tertahan yang sama.
Chloe yang melihat hal itu hanya bisa mengatupkan bibirnya. Ia ingin menjawab pertanyaan itu dan membuktikan pada Doktor Caesar jika dirinya telah mempersiapkan semuanya.
"Bizantium adalah salah satu bentuk negara imperial yang sangat berperan penting pada kemajuan Eropa saat itu. Lokasi dan peran Konstantinopel sangat strategis sebagai penghubung antara benua Eropa dan Asia. Kota itu adalah pusat komersial, budaya, dan diplomatik dan selama berabad-abad sehingga banyak dihiasi dengan banyak monumen sampai sekarang." Aldrich terkesan begitu berkarisma saat menjelaskan mata kuliahnya. Bahkan dalam hatinya, Chloe harus mengakui jika Aldrich menjelaskan dengan runut dan sangat mudah dimengerti oleh siapa pun.
"Pada tanggal 29 Mei 1453, kota itu jatuh ke tangan Turki Utsmani atau Ottoman, dan kembali menjadi ibu kota negara yang kuat yang disebut Istanbul. Namanya berasal dari "eis-ten-polin" atau dalam bahasa Yunani artinya "ke-kota". Sampai hari ini tetap menjadi kota terbesar dan terpadat di Turki, meskipun Ankara sekarang menjadi ibu kota nasional."
"Kekuasaan Bizantium yang terakhir adalah berasal dari seorang kaisar hebat yang menahan serangan dari kerajaan Ottoman pada tanggal 29 Mei 1453, meski ia akhirnya jatuh." Aldrich kembali berhenti dan berjalan sedikit mengelilingi kelas dengan mata tajamnya menatap banyak orang.
"Banyak sekali peninggalan yang tersimpan di kota bersejarah Bizantium, bisa sebutkan salah satu yang paling terkenal dalam buku The Histories karya Laonicos Chalkokondyles?" pertanyaan berikutnya dilemparkan dan Chloe serta Knight kembali mengangkat tangannya. Demikian pula dengan gadis yang tadi menjawab.
Aldrich sebenarnya mengetahui jika Chloe mengajukan diri untuk menjawab tapi dengan usilnya, ia memberikan kesempatan itu pada gadis yang sama.
"Silahkan, Nona ..." Aldrich mengambil absensi dan melihat daftar nama.
"Nadya Adams. Silakan Nona Adams!" ujar Aldrich melanjutkan. Chloe menurunkan tangannya dan mengernyit pada Knight yang duduk di sebelahnya. Knight hanya mengedikkan bahu dan menyimak jawaban dari mahasiswi itu.
"Legenda Kaisar Marmer; dimana orang-orang Konstatinopel percaya jika para kaisar mereka tidak mati melainkan disembunyikan oleh malaikat dalam sebuah marmer!" jawab mahasiswi yang bernama Nadya itu sambil tersenyum lebar.
Aldrich mulai sedikit menaikkan ujung bibirnya dan hendak bicara untuk menanggapi tapi suara Chloe langsung menginterupsinya.
"Bukan marmer tapi sebuah gua rahasia di bawah Gerbang Emas Konstantinopel. Di sana, ia menunggu panggilan malaikat untuk membangunkan dan merebut kembali kota yang sudah direbut oleh Ottoman!" sahut Chloe memotong dengan nada sedikit emosi.
Aldrich langsung menoleh pada Chloe dan berjalan ke arahnya memberikannya delikan tajam tanda bahwa ia tidak suka disela.
"Berapa kali aku harus menjelaskan aturan di kelasku bahwa dilarang menyela terutama ketika aku sedang bicara!" cetus Aldrich dengan suara lantang dan cenderung menghardik Chloe.
"Tapi kamu sedang tidak bicara ... Pak."
"Aku bilang jangan membantahku, Nona Harristian!" potong Aldrich dengan cepat dan ketus. Knight sudah menghela napas panjang di sebelah Chloe. Ia sudah bisa membayangkan jika Chloe tak akan selamat dengan sikapnya yang seperti itu.
"Aku hanya mengoreksi jawaban yang dia berikan!" bantah Chloe masih ngotot.
"Apa aku memintamu melakukannya?" sahut Aldrich masih dengan sikap ketus yang sama. Seisi kelas jadi terdiam dan ikut menoleh pada Chloe yang dianggap sebagai biang kerok. Jika sudah seperti ini, Doktor Caesar pasti akan memberikan tugas yang sulit sebagai konsekuensi.
"Tapi ..."
"Sudah cukup, Nona Harristian. Jika kamu masih ingin ada di kelasku sebaiknya ikuti aturanku. Aku paling tidak suka jika ada yang membantah!" Chloe akhirnya diam terlebih Knight menoleh pada Chloe dan menggelengkan kepalanya meminta agar Chloe berhenti.
"Jika kamu sangat ingin menjawab, aku akan berikan satu pertanyaan untukmu!" sambung Aldrich lagi sambil mengangkat dagunya memandang Chloe dengan angkuh.
"Apa nama upacara sipil dan ritus keagamaan Roma kuno, yang diadakan untuk merayakan dan menguduskan secara terbuka keberhasilan seorang komandan militer pasukan Romawi?" tanya Aldrich ketus dan Chloe berpikir beberapa detik.
"Upacara Triumphus!" jawab Chloe cepat dan Aldrich menaikkan ujung bibirnya mengangguk pelan. Chloe tersenyum dan rasanya seperti terciprat air dingin kemenangan.
"Mahkota apa yang dikenakan?" selidik Aldrich memandang lekat. Chloe berpikir lebih keras untuk mengingat apa yang ia sudah baca.
"Laurel!" jawab Chloe cepat. Aldrich menaikkan kedua alisnya sampai tiba di pertanyaan terakhir sebelum ia akan menjatuhkan Chloe.
"Apa yang ditiru pada perayaan itu di bukit Capitoline?" mata Chloe membesar dan ia tercekat.
"Ternyata kamu tak sepintar yang aku duga, Nona Harristian!"