Chereads / DARK PSYCHE / Chapter 29 - Rumah-Rumahan Di Pantai

Chapter 29 - Rumah-Rumahan Di Pantai

Di tengah kepanikan sang Brian, ia langsung menuju ke kampus guna menanyakan keberadaan Elora dan Kenza, ia sudah mencari di rumahsakit bahkan di kosan-nya namun tidak ada satupun di sana.

Brian memakirkan mobil yang bermerek di depan fakultas ilmu bisnis. Ia kemudian melangkahkan kaki dengan berlari ke ruang tamu, namun tidak ada Roby di sana. Kemudian ia berlari melewati koridor-koridor kelas yang membuat seluruh mahasiswa memandangnya, namun bukan itu yang menjadi pusat perhatianya, melainkan coklat yang besar dibawa di tangan Brian sambil berlari.

Saking paniknya ia sampai lupa tidak menaruh coklatnya di mobil, ia panik benar-benar panik sampai nafasnya seakan memburu.

"Sial di mana Roby!" pekiknya dengan kesal, ia kemudian berlari ke ruangan dosen di lantai dua dengan kecepatan larinya yang seperti kilat karena kakinya yang panjang. Ia menerobos kerumunan mahasiswa yang sedang santainya berjalan menuju lantai dua, dan disinilah ia sekarang dengan manik mata yang tajam dan nafas yang ngos-ngosan, ia membuka pintu ruangan yang bertuiskan 'Ruang Dosen 2'.

Cklek

Pintu terbukan dan terdapat beberapa dosen dan ya.. Roby di Antara salah satu dosen tersebut.

"Roby!" panggil Brian dengan ngos-ngosan.

Roby yang memandang Brian langsung mendekatinya dan menawarkan segelas air kepada Brian.

"E-eElora hah-" ucap Brian dengan ngos-ngosan parah, meskipun dirinya sudah diberi minum namun ia masih saja ngos-ngosan, bagaimana tidak. Fakultas ilmu bisnis ini dangat luas dan dia harus bolak balik mencari keberadaan sahabat kecilnya itu.

"Iya aku sudah tau," ucap Roby dengan sedih.

"Hah?!"

"Lalu kenapa kamu tidak mengangkat telponku?"

"Aku tadi berbicara sama kepala program studi Elora, dia mengatakan bahwa Elora dan Kenza telah mengajukan surat pengunduran diri sebagai mahasiswa kepada beliau pada subuh tadi."

"Astaga! Di rumah sakit dan di kosan Kenza juga tidak ada, mereka dimana?!" tanya Brian dengan memekik keras.

Roby memandang ke arah belakang dimana dosen-dosen memandang mereka dengan pandangan terganggu, kemudian Roby menutup pintu ruangan dan membawa Brian duduk di depan ruangan yang terdapat kursinya.

"Kita bicara disini saja," ucap Roby sambil mendudukkan Brian yang panik.

"Bagaimana kamu tau di kosan dan di rumah sakit tidak ada?" tanya Brian dengan pelan. Ia tidak mau membuat ssahabatnya ini semakin panik karena hilangnay Kenza dan Elora secara bersamaan.

"Tadi aku ke rumah sakit, katanya mereka telah check out sejak pagi tadi, lalu aku ke kosan Kenza, kata ibu pemilik kosan mereka sudah pindahan dan ibu itu tidak tau Elora dan Kenza pindah kemana."

"Gawat kalau seperti itu!"

"Apa ponsel Kenza atau Elora tidak dapat di hubungi?" tanya roby dengan panik pula.

"Tidak bisa, semuanya tidak aktif."

"Ada apa dengan Elora dan Kenza, kenapa mereka berdua pergi tanpa memberi tahu kita" ucap Roby sambil mencona memikirkan sesuatu. Namun otaknya tidak menemukan apapun yang ia pikirkan.

"Roby bagaimana ini bisa terjadi," ucapnya sembari mengusap wajahnya yang panik. Coklat yang ia pegang, ia lettakkan di kursi sampingnya.

Padahal hari ini dirinya ingin membuat Elora bahagia dan memberikan kejutan valentine, namun Elora sudah menghilang.

"Ada satu tempat yang belum aku periksa."

Tiba-tiba Brian mengucapkan kalimat yang membuat Roby terkejut.

"Dimana itu?"

"Ada di suatu tempat, aku pernah ke sana dan Elora bilang kalau dia menyukai tempat itu dan menginginkan tempat itu menjadi rumahnya dengan aku" ucap Brian dengan sedih.

"Apakah kamu bisa ikut denganku?"

"Aku ingin ikut, tapi aku harus mengajar dulu. Apakah kamu mau menungguku mengajar?"

"Baiklah," ucap Brian dengan pasrah.

Ia sudah tidak se panik tadi, ia berpikir mungkin Elora dan Kenza tinggal di sebuah gubuk kecil yang pernah ia dan Elora singgahi.

"Baiklah aku akan mengajar sebentar, " ucap Roby kemudian ia kembali ke dalam ruangan dosen dan mengambil buku absen bagi kelasnya.

Ia keluar dengan buku absen dan buku materi di tenganya, ia memandang Brian yang putus asa sedang duduk dan memandangi coklat di sampingnya.

"Tunggu aku ya," ucapnya sambil melangkahkan kakinya menjauhi Brian.

Brian hanya mengangguk, hatinya kini di liputi kebimbangan.

"Elora… aku masih menyimpan rasa cintaku terhadap gadis yang ku temui delapan belas tahun lalu, namun di separuh hatiku aku menyimpan rasa kepadamu, rasa ketertarikan apa ini, aku juga tidak tau. Kamu membuatku merasakan kehangatan seseorang yang tidak pernah ku dapatkan selama ini," ucap hati Brian. Ia kemudian menghela nafas gusar dan bergumam. "Dimana kamu berada?" gumamnya entah pada siapa.

Setelah beberapa menit berlalu, Brian mencoba menelfon nomor Elora, namun tidak ada jawaban di sana, hanya ada jawaban dari operator yang mengatakan nomor tidak aktif begitupun nomor Kenza.

Gadis yang baru ditemuinya beberapa hari lalu sukses membuatnya tidak berdaya dan panik seperti ini.

Setelah beberapa jam berlalu akhirnya Roby keluar dari kelasnya, dan ia kemudian berlari ke arah Brian yang tengah duduk dan memejamkan matanya.

"Brian," panggil Roby dengan khawatir.

Mata Brian yang mengisaratkan tentang kelelahan becampur kepanikan dan rindu di dalamnya, sekarang memandang Roby dengan semangat.

"Apakah sudah selesai?"

"Iya," jawab Roby sambil membuka ruangan dosen dan mengembalikan buku absen dan huku materi yang tadi ia bawa.

"Ayo kita ke sana!" ucap Roby dengan nada yang sedih.

"Semoga saja Kenza dan Elora berada di sana" ucap Roby memberi semangat kepada Brian. Setidaknya ia ingin sahabatnya tidak sedih dan panik seperti tadi.

"Jika tidak ada bagaimana Roby?" tanyanya dengan sedih.

"Ayo kita lihat dulu," ucap Roby dengan senyum yang dipaksakan. Dirinya berpikir kemungkinan jika Elora tidak disana, sahabatnya ini akan sedih dan hampa sama seperti ia saat merindukan dan saat mencari gadis yang 18 tahun lalu ia temui itu.

Brian dan Roby menaiki mobil Brian. Mereka berdua melajukan mobilnya ke arah timur dimana ada pantai yang sangat indah di sana.

Sekitar setengah jam di perjalanan, akhirnya mereka sampai di sebuah pantai yang sejuk. Banyak pepohonan kelapa yang rindang dan di pojok pantai ada sebuah rumah-rumahan dan itulah tempat yang mereka cari.

Rumah-rumahan itu sebenarnya milik keluarga Brian, namun sudah lama terbengkalai karena keluarga Brian tidak pernah jalan-jalan bersama, kaliam tau sendiri bahwa semua keluarga tidak akur.

Deruan ombak dan angin yang bersemilir membuat rambut kedua pria itu tersapu dan membuat kening mereka terlihat. Semua wisatawan di dekat mereka memuji ketampanan mereka berdua, bahkan ada yang bersorak, namun Brian dan Roby tetap melangkahkan kaki mereka ke rumah-rumahan di pojok sana.

Setelah Brian sampai di rumah-rumahan yang berukuran lebar 5 meter dan tinggi tiga meter tersebut, ia melangkahkan kaki ke dalam sambil memanggil nama Elora.

"Elora?" panggil Brian, namun tidak ada sahutan si pemilik nama.

Rumah-rumahan itu kosong melompong tiada orang sama sekali. Brian dan Roby memasuki rumah-rumahan itu. Brian sudah memandang Roby dengan sedih, namun Roby melihat sebuah kertas yang cukup mencurigakan.

"Brian lihat! Itu apa?" tanya Roby kepada Brian sambil menujuk sebuah kertas dengan tulisan 'To Brian'.

Brian membuka sebuah kertas itu dan betapa terkejutnya dirinya saat membaca surat yang ternyata dari Elora untuk Brian.

Apa isi surat tersebut? Semuanya tidak tau yang tau hanya Brian, bahkan Roby belum membaca surat itu.