Hembusan angin di pagi hari membuat siapa saja yang merasakanya pasti akan berucap "dingin." hari ini adalah hari yang memasuki musim dingin. semua orang yang beraktifitas memakai jaket yang sangat tebal guna meindungi tubuh mereka dari sentuhan angin dingin yang sedari tadi terus berkeliaran.
Angin tersebut juga memasuki jendela-jendela semua rumah tak terkecuali rumah megah milik keluarga Shaneur. Yang membuat seseorang yang berada di kediamanya harus berpikir dua kali untuk pergi keluar.
"Brrrr."
Elora menggigil setelah menyentuh air yang ada di dalam kamar mandinya. Hari ini ada kuliah sekitar jam delapan pagi. Bayangkan sedingin apa air yang ia sentuh untuk membersihkan kotoran di sela-sela di tubuhnya.
Seperti biasa Elora menuruni tangga yang mana menuju ke ruang makan.
"Sepi…" ucapnya ketika melihat tiada seorang pun yang memenuhi meja makan. ia memandang kursi-kursi yang 12 tahun sangat hangat dan penuh keceriaan sekarang hanya seogok kursi yang kedinginan. Mereka seakan-akan ingin did duduki oleh anggota keluarga bersama-sama. Namun itu tidak akan terjadi lagi.
Elora melewati begitu saja ruang makan karena ia akan menuju dapur. Dirinya sangat lapar namun tidak ada bahan yang bisa dibuat masakan selain mie instan. Dengan perlahan ia memasak mie instan itu. selain hanya tersedia mie menurutnya mie instan juga cepat untuk dimakan.
Sambil menunggu mie instan matang, Elora memandang jam dinding yang sekarang menunjukkan pukul 07.30.
"Aish, Gawat," ucapnya dengan panik.
Elora bergegas mengambil tasnya dan pergi ke kampus, ia tidak sadar bahwa meninggalkan kompor dengan keadaan menyala.
***
Tok tok tok
"Maaf pak, saya terlambat," ucap Elora ketika memasuki kelas.
"Kebiasaan," ucap salah satu mahasiswi yang bernama Naya.
Elora sangat geram dengan naya, andaikan kampus tidak memiliki system kelas tetap. Mungkin dirinya akan menghindari satu kelas dengan dirinya.
"Kamu selalu telat sepeti ini kah?" tanya bapak dosen kepada Elora.
"Ti-"
"Iya pak~."
Belum Elora menjawab, namun semua yang ada di kelas sudah menyela omongan Elora.
"Baik karena banyak teman kelas kamu yang bilang kamu selalu terambat. Untuk itu silahkan kamu keluar kelas. Jangan mengikuti kelas saya," ucap dosen dengan tegas.
"Sialan," gerutu Elora.
Setelah itu Elora pergi ke gazebo karena melihat sosok Kenza yang sedang duduk dengan membaca buku.
"Kenza," panggil Elora.
"Ah tuan pu- eh Elora!"
Kenza membalas panggilan Elora dengan sumringah.
"Kamu ga ada kelas?"
"Ada, tapi telat. Kamu sendiri tidak ada kelas?"
"Hari ini aku free, aku ke kampus Cuma mau mastikan. Bagiamana? Kamu sudah siap pergi?" tanya Kenza dengan ekspresi serius.
Elora menghela nafas. "Entahlah…"
"Ingat Elora, jiwamu itu penuh dengan dendam. Jika kamu membuang-buang waktu, kamu akan kehilangan sesuatu yang berharga," ucap Kenza, ia menarik nafas dan melanjutkan ucapanya. "Bisa saja di mulai dari sekarang jiwa itu akan membuat kehancuran di sekitarmu. Mengingat umurmu sudah 18 tahun. Dan mimpimu tentang gadis kecil itu sudah jelas bukan? Nama dan wajahnya," ucap Kenza panjang lebar.
Elora hanya bisa menunduk sambil mencerna apa yang dikatakan Kenza. Dirinya belum bisa menerima kenyataan ini. Apalagi saat di ruangan kesehatan Kenza menjelaskan semuanya. Menjelaskan bahwa dia diutus oleh nenek aneh yang ia temui di taman dan tentang mimpi, semuanya dia mengetahuinya. Tidak ada cela untuk Elora tidak mempercayai semuanya.
"Beri aku waktu," ucap eora setelah lama terdiam.
"Hah…. Baiklah. Tapi jika ada sesuatu yang terjadi, jangan sungkan memanggilku dan jangan ragu lagi untuk pergi ke hutan pinggir kota," ucap Kenza sambil memagang pundak Elora. Dan dibalas angukan dari Elora.
"Oke, apa kamu tidak lapar?" Tanya Kenza.
"Lapar sekali, tadi pagi bel- AH!"
"Ada apa Elora?!" tanya Kenza ketika melihat Elora sangat panik.
"Kompor! Kampor belum kumatikan!"
"Astaga!"
Elora dan Kenza berlari ke arah parkiran menuju mobil. Elora mengendarai dengan kecepatan penuh, perjalnan dari kampus ke rumahnya memakan waktu 30 menit. Ia mengendari dengan wajah yang panik. Di sampingnya terdapat mata yang mengamati kepanikan Elora.
***
"Asap apa ini?" ucap Kinaya ketika melihat asap yang mengepul di dalam kamarnya.
"Ah! KEBAKARAN…! TOLONG!!" ucapnya ketika sadar bahwa rumahnya kebakaran.
Kinaya mencoba keluar dari pintu kamarnya. Namun yang benar saja, di luar kamar Kinaya sudah banyak asap dan api. Pandanganya pun buram.
"Mas! Elora! Tolong!... Uhuk uhuk."
Kinaya masih tetap berusaha lepas dari kobaran api dan asap. Samar-samar ia mendengar suara teriakan para tetangga.
"Kebakaran…! Cepat ambil air."
"Cepat panggil Pemadam kebakaran juga!"
Seperti itulah teriakan-teriakan dari luar rumah. Kinaya berusaha menjerit meminta tolong namun sepertinya orang di luar tidak bisa mendengar suaranya. Karena kamarnya terletak di lantai paling atas.
Sekarang yang menjadi khawatirnya ialah Elora dan suaminya. Apakah mereka juga terjebak seperti dirinya saat ini.
Dengan berani Kinaya melangkah menyusuri kebulan asap. Ia berhasil menuju kamar Elora, namun tidak ada seorang pun di dalam kamarnya. Kemudian ia mengarah ke kamar suaminya. Yang dimana kamar itu adalah kamar penuh cinta bersama, namun sekrang itu sudah menjadi kamar suaminya dengan para wanita bayaran yang ia pesan.
"Mas.. Uhuk uhuk," panggil Kinaya.
Ia membuka ganggan pintu dan benar saja. Suaminya sudah tergeletak tak berdaya dengan kaki yang tertimpa atap yang sudah roboh karena kemakan api.
"MAS!" isak Kinaya.
Tidak ada cela bagi dirinya menyelamatkan suaminya, karena atap mereka sebentar lagi roboh.
Dengan tangisan, Kinaya meninggalkan suaminya dan pergi ke pintu utama. Namun saat itu ia tidak menyadari bahwa lampu utama di rumahnya bergoyang-goyang. Dan….
PRANK
CRASH
***
"Tidak!" ucap Elora saat melihat rumanya sudah dilahap si merah. Api dan asap dimana-mana.
"AYAH! BUNDA…!" teriak Elora dengan mata yang penuh air mata.
Ia berlari ke dalam rumahnya namun oaring-orang melarangnya karena bahaya.
"Minggir! Ayah dan bunda ada di dalam!" racaunya.
Kenza mencoba merangkul Elora agar dirinya tenang namun sepertinya tidak berhasil. Ia mencoba lepas dari rangkulam Kenza dan berlari ke dalam. Ketika ia membuka pintu utama, sontak ia terkejut. Ia mendapati ibunya yang banyak darah karena tertimpa lampu gantung yang sangat besar.
Elora kehilangan keseimbangan yang membuatnya terduduk. Para tetangga mencoba untuk menuntunya berdiri, namun Elora malah pingsan.
Rumah yang besar, yang dulunya terisi kehangatan, lalu kemudian entah hilang kemana menjadikan rumah megah ini penuh dengan kedinginan, kesunyian. Tiada keharmonisan di rumah megah yang sekarang telah dihangatkan kembali oleh api yang semakin membesar.
"Ayah… bunda… memang Elora ingin rumah kita penuh kehangantan kembali, namun bukan kehangatan yang berasal dari api ini. Bukan ini yang Elora maksud," gumamnya sebelum kesadaranya hilang total.