Mentari yang sudah enggan menampakkan wujudnya dan warna langit yang bewarna jingga menunjukkan bahwa siang akan berganti dengan sore. Di dalam sebuah kamar kecil yang biasanya disebut Kos. Terlihat dua wanita, yang satunya sedang memandang temanya yang mengenakkan dres yang ia pinjami.
"Apa aku sudah cantik?" tanya Elora pada Kenza.
Elora kini sedang bersiap-siap untuk menemui sang kakek yang sudah ia rindukan. Ia tidak pernah bertemu denganya maka dari itu ia harus berhati-hati dalam berpenampilan karena harus memberi kesan yang sangat baik.
Elora memandang tubuhnya yang berbalut dress selutut dengan lengan yang panjang. Dress merah muda ini membuat tubuhnya sangat elegan. Ia tidak menduga bahwa Kenza akan mempunyai dress seperti ini.
"Maaf ya Kenza aku pinjam bajumu dulu, bajuku sudah hangus semua…," ucapnya dengan sedih.
"Tidak apa-apa tuan- eh Elora."
"Hum…"
Jam menunjukkan pukul 18.00 sore, ia bergegas untuk berangkat ke rumah kakeknya. Perjalanan Antara kosan Kenza dan rumah kakeknya memakan waktu setengah jam.
Setelah tiga puluh menit berlalu, akhirnya Elora turun dari taksi dan membayarnya. Untung dia masih mempunyai kartu ATM, jadi ia tidak merepoti Kenza masalah keuangan.
Kaki jenjang dan putih itu melangkah dengan anggun ke dalam rumah mewah bak istana.
"Uwahh sangat penuh dengan kehidupan," ucapnya ketika melihat rumah kakeknya. Ia mengingat rumahnya yang seperti tanpa kehidupan dan membandingkanya dengan rumah kakeknya ini. Sungguh berbeda jauh.
"Selamat datang nona Elora~," sambutan dari para pelayan. Elora membungkuk guna menghormati para pelayan yang telah memberikanya salam yang hangat.
"Silahkan masuk. saya akan mengantar nona kepada Tuan," ujar salah satu pelayan laki-laki yang sepertinya seumuran dengan dia.
"Silahkan duduk nona, saya permisi dulu."
"Baik terimakasih."
Elora duduk di sofa yang di hadapanya terdapat Remon-kakeknya yang berekspresi sangat datar. Pertama kalinya Elora bertemu kakeknya dan ia heran kenapa raut wajah kakeknya seperti itu. tak mau ambil pusing akhirnya Elora yang membuka percakapan terlebih dahulu.
"Selamat malam kakek. Saya Elora," ucapnya
"Pasti kakek udah tau kalau aku ini Elora… dasar bodoh," ucapnya dalam hati ketika menyadari bahwa ucapanya tadi kurang tepat.
"Tidak usah basa basi. Aku memanggilmu kesini karena ingin bertanya," ucap Remon dengan suara yang berat.
"iya kakek?"
"Jangan panggil saya dengan sebutan itu!"
Elora terkejut atas ucapan kakeknya. Kenapa ia tidak boleh memanggilnya dengan sebutan kakek?
"Kenapa saya tidak boleh-"
"Jangan banyak tanya."
"Baik," ujar Elora dengan suaranya yang parau, ia terlalu berekspektasi tinggi. Dan akhirnya ia seperti terjatuh dari jurang yang sangat dalam.
"Pertama, kamu dimana saat orang tuamu tewas? Kedua kenapa kamu sampai lalai dalam memasak, yang menyebabkan kedua orang tuamu tewas?! JAWAB!" bentak Remon kepada Elora.
Elora menitihkan air matanya, ia tidak menyangka kehadiranya disini ternyata hanya untuk introgasi.
"Pertama-tama…. Elora minta maaf kepada ka- kepada anda. Elora ada di lokasi, namun Elora terlalu syok akhirnya pingsan dan Elora dibawa ke kosan teman Elora. Dan yang kedua, Elora benar-benar minta maaf, Elora memang lalai dal-"
"YA! KAMU LALAI SEHINGGA MEMBUAT ORANG TUAMU TEWAS! DENGAN KATA LAIN KAMU PEMBUNUH! UNTUNG SAJA SAYA SUDAH MENGUSURUS SEMUANYA!" ucap Remon dengan nada dan bentakan yang amat keras.
Seketika itu Elora sangat terkejut, berbeda dengan rasa terkejutnya yang tadi, sekarang rasa terkejutnya diselimuti rasa takut. Takut akan ucapan kakeknya, takut akan tatapan kakeknya yang seakan-akan siap membunuhnya.
"Tapi- ta-tapi Elora ti-tidak bermaksud hiks begitu."
"Sekarang percuma saja kamu bilang seperti itu, mereka berdua sudah menjadi abu," ucap Remon. Ia kemudian berdiri dan mendekat ke arah Elora yang menangis.
"Sekarang, kamu pergi dan tinggalkan marga Shaneur di belakang namamu! kamu bukan lagi anggota keluarga kami!" bisik Remon kepada Elora.
"Kakek… tolong jangan seperti itu, Elora sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi kek," isak Elora.
Elora bersingkur dan memegangi kaki kakeknya itu dan berucap. "Hanya kakek sekarang keluarga Elora, Elora tidak punya siapa-siapa lagi," isaknya.
Dengan tega Remon mengibaskan kakinya sehingga membuat Elora tersungkur.
"Itu bukan urusan saya! Jangan panggil saya dengan sebutan menjijikan itu. dan ya.. saya tidak pernah sudi mempunyai keluarga pembunuh anak saya kinaya!"
Setelah berucap tersebut, Remon meninggalkan Elora yang menagis sejadi-jadinya. Ia sudah tidak punya marga lagi, marganya telah dibuang oleh kakeknya sendiri.
Dengan mata yang sembab Elora keluar dari rumah besar itu. para pelayan menatapnya dengan rasa iba namun tidak bisa melakukan apapun bagi dirinya.
"Sekarang aku bingung harus bagaimana, harus kemana. Dunia seperti sudah berputar. Ayah… ibu… apa benar ini kesalahan Elora," isaknya sambil berjalan kaki.
Ia sengaja tidak memesan taksi agar uangnya tidak habis, setelah ini ia bukan lagi anak dari marga Shaneur. Bukan lagi keluarga konglomerat.
Perjalananya diiringi dedaun yang terbang tertiup angin, air matanya yang belum juga mongering membuatnya terlihat seperti gadis yang sangat hancur. Andai saja dia tidak ceroboh memasak mie instan pasti tidak akan seperti ini, andai saja ia menuruti permintaan kinaya untuk pergi satu mobil bersama yang ternyata itu adalah permintaan terakhir dalam hidupnya, andai saja ia tahu itu pasti tidak akan menolak.
Elora sangat menyesali dan meruntukki dirinya sendiri.
"AAAAAAAAAA!" teriaknya ketika ia sampai di tengah jembatan.
"Rasanya aku ingin bunuh diri saja,"ucapnya dengan tatapan mata yang kosong.
"Tidak Elora, jika kamu bunuh diri ayah dan ibu akan sedih" ucap hatinya.
Sekarang perang batin tercipta di pikiran Elora. Suasana yang dingin tidak dirasakan Elora yang hanya memakai dress mini.
GREP
Tiba-tiba da jaket yang tersangkut di pundaknya. Ia kemudian membalikkan badanya guna melihat siapa pemilik tangan yang sudah menghangatkan tubuhnya itu.
"Kak Brian?"
"Hn."
Seperti keajaiban brian bisa muncul di saat dia membutuhkan dukungan.
"Kenapa kak brian selalu ada saat aku sedih hahahah," ucapnya dengan bibir yang tertawa namun air mata yang menuruni pipi mulusnya itu.
Grep
Brian langsung memeluk Elora dengan hangat. Yang dipeluk pun semakin menangis dengan kencang. Disaat semua dunianya menghilang ada brian yang selalu hadir untuk menopang tubuhnya.
"Aku berharap kak brian tidak akan menghilang seperti semuanya hiks" ucapnya di sela-sela isakanya,
Ya… jika takdir berpihak pada Elora mungkin semuanya akan mulus sesuai keinginanya, namun jika tidak ia harus menyiapkan hatinya untuk ekdua kalinya terluka.
"Menangislah Elora… tidak apa-apa semua bukan salahmu," ujarnya.
Dan kini kedua insan yang sama-sama merindukan sosok yang tidak mungkin mereka gapai sedang berpelukan guna menguatkan satu sama lain. Di temani bintang dan bulan yang berselimut kabut.