Chereads / mata ketiga / Chapter 18 - Bab 18

Chapter 18 - Bab 18

"Assalamualaikum Pak Ustaz," ucapku.

"Waalaikumsalam ada apa?" tanyanya.

"Pak Ustaz tolong Mamah saya," pintaku.

"Kenapa dengan Mamahmu?" tanyanya.

"Mamah kerasukan lagi Pak Ustaz," jawabku.

"Ayah kamu ke mana?" tanyanya.

"Mamah mencelakainya dan sekarang Ayah tidak sadarkan diri," jawabku.

"Kalau begitu kita harus bergegas," ujar Pak Ustaz.

"Iya Pak," ujarku.

Kami dengan cepat sampai di rumah, Pak Ustaz pergi ke kamar Mamah dan saat membuka pintu Mamah tidak ada ternyata dia ada di atas tembok dia langsung melompat ke arah Pak Ustaz dan berusaha mencekiknya, aku berusaha melepaskan Mamah dari Pak Ustaz tapi Mamah sangat kuat, aku lari ke luar dan meminta tolong kepada warga yang lewat sambil menggendong Adikku.

"Pak tolong saya!" Teriakku.

"Kenapa Neng?" tanyanya.

"Tolong Mamah saya di dalam," jawabku.

"Kenapa dengan Mamahnya?" tanyanya.

"Ikut saja ke dalam Pak," jawabku, Bapa dan Anaknya itu masuk ke rumahku.

"Ada apa ini?" tanya Anak itu.

"Mamah saya kesurupan," jawabku.

"Tolong lepaskan dia," pinta Pak Ustaz hampir pingsan.

Mereka melepaskan Mamah dari Pak Ustaz dan memeganginya, lagi-lagi setan itu mengamuk dan membuat mereka terlempar Mamah melompat ke arah meja yang membuat meja pecah dan melukainya setan itu malah membuat Mamahku melukai diri sendiri dia melompat-lompat di serpihan kaca meja itu yang membuat kakinya luka parah kemudian Mamah mengambil serpihan kaca itu dan ayan menggorok lehernya menggunakan itu aku langsung menahannya.

"Jangan lakukan ini Mah." Ujarku sambil menahan tangan Mamah.

"Kalau begitu kamu saja yang mati!" Ujarnya sambil akan menusukku.

"Tolong!" Teriakku.

"Pergi kau setan laknat!" teriak Pak Ustaz.

"Kau juga akan kubunuh Pak tua!" Ujar Mamah.

"Pegangi dia!" teriak Pak Ustaz.

"Tolong Mamah saya," pintaku.

"Iya kami akan membantu sebisa kami," jawab Bapak itu.

"Bawa dia ke ruangan lain," ujar Pak Ustaz.

Mereka membawa Mamah ke kamar dan mengikatnya di kasur aku membangunkan ayah yang masih tergelatak, mereka membantu mengangkat Ayahku dan memindahkannya ke ruang tamu. Aku mengobati luka Ayah sedangkan mereka berusaha menyadarkan Mamah, Adikku sangat ketakutan aku mencoba menenangkannya.

"Di mana aku?" tanya Ayah.

"Ayah di rumah, tadi Ayah di serang Mamah," jawabku.

"Sekarang mana Mamah kamu?" tanya Ayah.

"Dia di kamar Pak Ustaz sedang berusaha menyadarkannya," jawabku, kemudian datang Pak Ustaz.

"Kebetulan kamu sudah bangun, ada yang mau saya bicarakan," ujar Pak Ustaz.

"Katakan saja Pak Ustaz," jawab Ayah.

Pak Ustaz menjelaskan kalau sebelumnya pernah terjadi hal seperti ini, dan perbuatan ini dilakukan dengan sengaja oleh orang lain. Seperti kiriman-kiriman santet atau semacamnya, aku langsung teringat yang di lakukan Tante Lidia tadi siang aku pikir mungkin tadi dia menaruh sesuatu di halamanku.

"Aku ingat tadi Tante Lidia berada di halaman," ujarku.

"Terus apam yang dia lakukan?" tanya Ayah.

"Aku tidak melihatnya, tapi sepertinya dia telah menaruh sesuatu di sana," jawabku.

"Kalau begitu kita harus mencarinya," ujar Ayah.

"Biar aku saja yang mencarinya," ujarku.

Aku mencari benda-benda yang mencurigakan di tempat Tante Lidia tadi siang berdiri tapi aku tidak menemukan apa pun, aku terus mencari di setiap sudut dam aku menemukan batu kain berwarna putih saat aku buka isinya ada batu, rambut, dan kuku. Aku langsung membawanya ke dalam dan mempertahankan kepada Ayah dan Pak Ustaz.

"Lihat apa yang aku temukan," ujarku.

"Apa ini?" tanya Ayah.

"Aku juga tidak tahu, aku menemukan itu di tempat Tante Lidia tadi siang berada," jawabku.

"Mungkin ini semacam santet yang dikirimkan ke keluarga ini," ujar Pak Ustaz.

"Terus apa yang akan kita lakukan dengan benda ini Pak Ustaz?" tanya Ayah.

"Kita akan menyadarkan Istrimu dengan ini," jawabnya.

Kami semua masuk ke dalam Bapak dan Anaknya yang dari tadi menolong kami sedang memegangi Mamah karena kata mereka Mamah memberontak terus dan hampir membuat kasur itu roboh. Pak Ustaz membaca doa sambil membakar benda yang aku temukan itu, Mamah teriak kepanasan badannya mengeluarkan asam Ayan mencoba menghentikan Pam Ustaz karena takut Mamah terluka.

"Hentikan!" Teriak Ayah.

"Kita tidak boleh berhenti sampai setan itu keluar," jawab Pak Ustaz.

"Bagaimana kalau Istri saya terluka Pak Ustaz?" tanya Ayah.

"Tidak akan, kuatkanlah dirimu dan bantu saya berdoa," jawab Pak Ustaz.

"Pak Ustaz kami sudah tidak kuat menahannya," ujar Bapak tadi.

"Tahan sebentar lagi," jawab Pak Ustaz.

"Biat saya bantu menahan." Ujar Ayah sambil membantu memegangi Mamah.

"Aku takut," ujar Adikku.

"Kamu jangan takut ada Kakak di sini," ujarku.

Perlahan Mamah sudah mulai lemas dan mulai sadar, saat sadar Mamah memuntahkan banyak darah dan menangis karena kesakitan. Pak Ustaz memastikan apakah Mamahku benar-benar sudah sadar atau belum, Ayah melepaskan semua pengikat dan memeluk Mamah.

"Kenapa denganku?" tanya Mamah.

"Terjadi hal yang buruk Mah," jawab Ayah.

"Kenapa Badanku penuh luka?" tanya Mamah.

"Nanti akan Ayah ceritakan," jawab Ayah.

"Mana Adek?" tanya Mamah.

"Ini Mah Adek bersamaku," jawabku.

"Ke sini sayang," pinta Mamah.

Tetapi Adikku tidak mau menghampiri Mamah karena takut, aku coba meyakinkan kalau Mamah sudah sadar dan tidak akan melukai kita dia pun mau. Sementara itu orang-orang yang tadi menolongku mereka pamit untuk pulang, aku mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan mereka.

"Terima kasih ya atas bantuan kalian," ujarku.

"Iya Neng sama-sama," jawab Bapak itu.

"Kalau tidak ada kalian entah akan seperti apa Mamah saya," ujarku.

"Iya Neng jangan khawatir benda itu telah di bakar dan tidak akan terjadi sesuatu lagi kepada Mamah kamu," ujarnya.

"Iya sekali lagi terima kasih," ujarku.

"Iya kami pamit pulang." Ujarnya sambil pergi.

Ternyata Tante Lidia mendengarkan pembicaraan kami, aku langsung mendatanginya dan mengatakan kalau aku tahu semua ini perbuatannya, tetapi dia menyangkal dan malah balik memarahiku tiba-tiba datang suaminya dan menatap tajam ke arahku.

"Ada apa ini?" tanyanya.

"Ini Pah anak kecil ini menuduhku," jawab Tante Lidia.

"Menuduh apa?" tanyanya.

"Saya tidak menuduh tetapi saya mengetahui perbuatan kalian, dan saya yakin yang membuat Mamah saya seperti ini adalah kalian," jawabku.

"Kamu bicara apa?" tanyanya.

"Jangan berpura-pura," ujarku.

"Anak ini memang kurang ajar," ujar Tante Lidia.

Rupanya suara kami terdengar ke rumah, Pak Ustaz datang dan melerai kami dan menyuruhku masuk ke rumah. Saat aku masuk ke rumah aku melihat mereka berbisik dam aku yakin mereka akan merencanakan sesuatu lagi, aku harus cepat membongkar perbuatan mereka. Pak Ustaz menyuruhku untuk tidak bertindak gegabah.

"Lain kali jangan bertindak seperti itu," ujarnya.

"Iya maaf Pak Ustaz tadi saya emosi," jawabku.

"Kita harus mencari dulu bukti yang kuat," ujarnya.

"Iya saya akan mencari bukti kejahatan mereka," ujarku.

"Sekarang Mamah kamu sudah membaik saya pamit pulang dulu," ujar Pak Ustaz.

"Biar saya antar Pak Ustaz," ujar Ayah.

"Tidak usah kamu kan sedang terluka," ujarnya.

"Sekarang sudah membaik," jawab Ayah.

"Baiklah kalau begitu," ujarnya.