Terasa samar, tapi Reigan bisa merasakannya dengan sangat jelas. Sedangkan Victor hanya pura-pura tak tahu. Sejak pertama kali sampai di tebing Elve vampir itu sudah merasakannya. Seseorang atau makhluk lain tengah mengawasi mereka sejak tadi. Sangat jauh hingga Reigan baru menyadarinya, tapi kali ini aura itu mulai mendekat dan semakin terasa.
Victor terkekeh. "Hua-hahaha … ternyata kita terlalu lancang ya, Reigan."
Seperti yang dipikirkan oleh Reigan, ternyata Victor memang sudah tahu. Memang benar, mereka sudah terlalu lancang untuk menginjakan kaki ke Tebing Elve tanpa meminta izin terlebih dulu.
Dalam pengetahuan Reigan, Tebing Elve memiliki satu penjaga yang sudah hidup cukup lama. Ketika Alban kedatangan tamu mendadak kemarin sosok penunggu Tebing Elve juga datang. Kali ini Reigan tak tahu lagi apa yang akan terjadi jika makhluk itu menyerang.
Sadar akan kedudukan dan tingkatan kekuatan, Reigan dan Victor tak akan mampu menghadapi makhluk itu. Yang saat ini terpikirkan oleh Reigan adalah berbicara baik-baik dan meminta maaf.
"Kau harus menjaga sikapmu, Victor," ucap Reigan.
"Makhluk itu lebih tua dariku, tentu aku akan menghormatinya."
Ketika Reigan dan Victor berjalan ke arah pohon, dimana Park Sun-Hyung tertidur. Tiba-tiba muncul sesosok musang berekor sembilan, berjalan tenang keluar dari sisi pepohonan.
Tatapannya tajam, terarah ke Reigan dan Victor yang tengah merasa tertekan. Aura di tubuh musang itu tak terlihat membara, bahkan tak ada sedikitpun yang keluar. Tapi tekanan kekuatan yang sangat besar langsung membuat tubuh Reigan dan Victor membeku di tempat. Itu adalah kekuatan sejati sosok musang berekor sembilan yang menjadi salah satu roh agung penunggu Tebing Elve.
Tempo hari sosoknya juga datang ketika Alban mendapat tamu dadakan. Dia datang bersama roh penjaga Hutan Nuv, Freya. Tapi sekarang musang itu datang sendirian. Mengingat hubungan Reigan dan Freya yang selama ini baik-baik saja, Reigan akan merasa sangat beruntung jika Freya sekarang datang menemuinya lagi. Tanpa adanya Freya, sosok musang itu pasti bisa berbuat di luar kendali.
Saat ini, itu semua hanyalah kecemasan Reigan saja. Dia belum tahu apa yang akan terjadi.
"Haruskah aku menyapa kalian, para tamuku?" Suara musang itu terdengar begitu berat, seperti seorang kakek tua yang sangat berwibawa.
Reigan dan Victor langsung membungkuk memberi hormat.
"Maaf atas kelancangan kami," ucap Victor dengan suara bergetar.
"Kami sedang melakukan latihan kecil, jadi mohon untuk dimengerti." Reigan juga tak ingin ini menjadi masalah. Bagaimanapun caranya dia akan mencoba bicara baik-baik.
"Aku penasaran, kapan kau kembali, Victor? Waktu itu kau juga ada di Alban, kan?"
Sosok musang itu berjalan mendekat, perlahan tubuhnya membesar, memperlihatkan wujud aslinya yang lebih tinggi dari pepohonan. Bahkan Reigan dan Victor hanya seukuran kuku musang itu sekarang.
"Ma-maaf, Tuan Zhuang. Aku baru bangun akhir-akhir ini, dan kemarin kebetulan aku juga ingin mengunjungi sahabatku, Reigan." Victor yang biasanya barbar kini terlihat begitu ketakutan, dia menyadari perbandingan kekuatan yang sangat besar.
"Freya sedang melakukan meditasinya. Jangan terlalu membuat keributan jika hanya melakukan latihan kecil. Terutama kau, Victor! Jangan merasa dirimu yang terkuat. Aku tahu kau dalam posisi prima sekarang, tapi sadar dirilah. Jangan lupa kejadian delapan belas tahun lalu, ingat itu."
Tiba-tiba tubuh Victor roboh, berlutut tertunduk dengan perasaan yang kacau. Delapan belas tahun lalu adalah kejadian yang sangat melekat dalam ingatannya, bahkan hari itu seperti baru kemarin saja. Victor tak akan pernah lupa ketika dia dengan sombongnya memimpin pasukan untuk melawan makhluk sialan yang datang ke dunia ini. Banyak nyawa melayang karena kecerobohan Victor, bahkan dirinya sendiri hampir tertidur selamanya jika tak ditolong oleh Freya.
"Ma … ma–af …."
Dengan wajah tertunduknya, Victor menatap kedua telapak tangannya yang bergetar. Ingatan pada hari itu muncul lagi. Tubuhnya yang berlumuran darah dari para prajurit yang dia pimpin waktu itu seperti terlihat lagi sekarang. Perasaan yang sangat nyata. Nafas Victor semakin cepat ketika rasa bersalah menguasainya. Dia ingin membalaskan dendam, tapi pada siapa? Sosok para pemimpin makhluk asing yang dulu datang ke dunia ini sudah tak menunjukan diri lagi. Mereka kabur meninggalkan ribuan prajuritnya saat Victor menggila. Bahkan setelah banyak sekali petualang yang melakukan pencarian. Sampai saat ini belum ada hasil.
Tangan Reigan menyentuh pundak Victor, seperti memberikan kekuatan agar sahabatnya itu tabah. Lalu sosok musang berekor sembilan dalam wujud yang sangat besar itu mulai menyusut, kembali dalam ukuran kecil yang setara dengan serigala.
"Kau ini sudah hidup ribuan tahun, tapi tetap saja seperti anak kecil." Suara musang itu membuat Victor perlahan mengangkat wajahnya.
"Victor!" Sangat keras dan tegas, bahkan membuat Victor dan Reigan terkejut setengah mati.
"Tegakkan tubuhmu, bimbinglah anak Adam itu. Aku juga tahu tentang ramalan para leluhurmu, Reigan. Garis keturunanmu memang tak semurni mereka yang telah tertidur, tapi aku bisa melihat tekadmu yang luar biasa."
"Jadi tunjukan padaku, sekuat apa prajurit yang kau latih. Kami para roh agung selalu menghargai sesama penghuni Hutan Nuv. Setidaknya lain kali beri salam padaku sebelum berkunjung lagi."
Sontak Reigan tertegun dan entah kenapa tubuhnya langsung membungkuk memberikan hormat. Itu bukanlah keinginannya, tubuh Reigan bergerak sendiri seakan mendapat sugesti yang sangat kuat. Lalu musang itu berbalik, kembali berjalan tenang ke dalam pepohonan bersama kabut yang membuat sosoknya terlihat samar.
—
Di bawah batu besar, seorang wanita duduk bersila, memegang tongkat kayu yang terlihat sangat tua. Parasnya sangat indah, begitu cantik seperti bidadari langit yang tengah mengasingkan diri. Tubuh Freya yang begitu mempesona hampir terlihat seluruhnya jika dia tak mengenakan sehelai kain sutra itu. Rambutnya yang berwarna emas terlihat bersinar indah di bawah terpaan sinar mentari.
Aroma wangi dan ketenangan Freya membuat beberapa hewan berkumpul mengelilinginya, seperti sedang melakukan pemujaan. Kupu-kupu dengan warna-warna cerah terbang di sekitar wanita itu.
Tiba-tiba kabut samar muncul dari salah satu sisi, memunculkan sosok musang berekor sembilan bernama Zhuang. Semua hewan langsung memberikan jalan padanya saat dia melangkah mendekati Freya.
Perlahan mata Freya terbuka, menampilkan manik mata keemasan yang sangat indah. Menatap tenang ke arah Zhuang yang sudah menunduk memberikan hormat.
"Victor sudah terbangun seperti yang kau katakan, Freya."
"Anak pengendali darah itu memang sudah bangkit dari petinya, ketika di Alban aku juga merasakan auranya. Aku ingin sekali menyapanya, tapi sekarang bukan waktu yang tepat."
"Lalu apa rencanamu?" Zhuang sang musang menatap tajam ke arah Freya. Deretan gigi tajamnya terlihat jelas, membuat hewan yang ada di sekitar mereka ketakutan dan mulai menyingkir lebih jauh.
"Menara itu masih berdiri, artinya makhluk asing itu masih ada di dunia ini. Cepat atau lambat dia akan muncul kembali untuk sesuatu yang telah dia mulai. Kita harus bersiap, mengumpulkan kekuatan yang sepadan."
Perlahan Freya bangkit berdiri. Memperlihatkan sosoknya yang sangat anggun dan mempesona. Kulit putih mulusnya seakan bersinar penuh keindahan. Sungguh tak ada yang lebih cantik lagi. Freya adalah cerminan roh agung berwujud seorang wanita yang sangat sempurna. Pada setiap tatapannya akan menjadi racun pemikat, bukan hanya laki-laki, bahkan perempuan pun pasti akan langsung jatuh hati.
Sehelai kain putih membalut dada dan bagian bawah perutnya, melingkar begitu lembut tanpa bergeser sedikitpun. Bahkan angin yang sempat menerpanya tak mampu mengubah posisi kain itu, hanya mampu mempermainkan bagian ujungnya yang terurai bebas.
"Mengingat kejadian delapan belas tahun lalu, apakah kita akan bisa menghadapinya lagi?" Zhuang masih ragu.
Freya tersenyum tipis. "Zhuang, kau tahu tentang seorang ksatria yang menjadi pahlawan?"
"Hm …."
"Aku punya firasat jika ramalan para leluhur ras elf akan segera terjadi. Kita akan mendapatkan seorang pahlawan, Zhuang."
"Tapi …."
"Kau tak perlu cemas, kekuatan kita para roh agung telah pulih. Bagaimanapun caranya, kita harus mempertahankan tanah ini."
***