Kondisi di Alban perlahan mulai terkendali setelah Victor, Nevar dan tim pengintai melakukan penetralan racun dengan energi sihir mereka. Beberapa penduduk yang masih terpengaruh dengan efek racun itu sudah dievakuasi ke tempat perawatan di Alban. Cukup melelahkan, tapi semuanya sudah baik-baik saja sekarang.
Seperti halnya Park Sun-Hyung yang saat ini tengah menyantap beberapa hidangan yang dimasak oleh Nara. Bocah rakus itu terlihat seperti orang kelaparan, sungguh konyol. Namun justru menjadi hiburan tersendiri bagi Reigan dan yang lainnya.
Benar. Saat ini semua orang yang tadi sempat panik kini tengah berkumpul di rumah pribadi Park Sun-Hyung. Mereka; Reigan, Tratas, Aster, Gael, Nara, Victor dan beberapa anggota tim pengintai yang tadi sempat melakukan pengejaran.
"Hei, Paman," panggil Park Sun-Hyung pada Reigan. "Apa Tuan Nevar baik-baik saja?"
Mendengar nama itu beberapa orang tampak menghela nafas, apalagi para anggota tim pengintai. Mereka terlihat sangat paham sekali akan kondisi Nevar saat ini.
"Jangan khawatirkan dia. Ada sesuatu yang harus dia kerjakan." Reigan mencoba memasang wajah tenang. Ini sudah mereka rencanakan, Nevar sendiri yang meminta pada semua orang agar hal ini tak diketahui oleh Park Sun-Hyung. Hal itu juga disetujui Reigan, Tratas dan Aster. Bukan tanpa alasan, Nevar hanya tak ingin Park Sun-Hyung merasa bersalah atas kejadian tadi dan berimbas negatif pada pola pikirnya.
Dan saat ini, Nevar bersama beberapa anggota tim pengintai lainnya tengah mengurus pemakaman Kai. Walaupun tindakan Kai sudah keterlaluan, tapi tetap saja dia adalah salah satu murid juga kaum elf putih di Alban.
"Hm … dia akhir-akhir ini sibuk sekali ya, Paman?" Park Sun-Hyung tampak masih penasaran, karena dia memang tak tahu apa-apa.
Nara yang tadi disembuhkan oleh Victor, langsung membawa Park Sun-Hyung ke rumah dan menidurkannya di ranjang. Lalu Victor menyembuhkan Park Sun-Hyung dan mereka berdua pura-pura tak tahu apa-apa, bahkan Victor beralasan bahwa dia ingin mengobrol dengan Park Sun-Hyung. Tentu saja hal itu terlihat berhasil sekarang, tapi diam-diam Park Sun-Hyung juga mulai curiga, karena setelah itu beberapa orang mulai datang ke rumahnya.
"Ya seperti yang kau ketahui, dia adalah pimpinan tim pengintai Alban. Jadi wajar dia selalu sibuk dan harus tetap waspada."
Penjelasan Reigan membuat Victor terkekeh dan mengejutkan semua orang. Tapi lirikan tajam dari Reigan yang begitu menekan langsung membuat Victor kembali diam. Melihat interaksi itu Gael dan Nara sedikit menahan tawa.
"Ah, kau ini Paman Vampir. Apa kehidupanmu yang lama itu dipenuhi tawa-tawa seram terus?"
"Hahaha … kawanku, Park. Hidupku yang lama ini selalu dipenuhi dengan kengerian jadi wajar jika tawaku terdengar menakutkan. Ya kau pahamlah, Hua-hahaha …." Victor tetaplah Victor, segala perasaan kacau yang tadi sempat menenggelamkannya seakan sudah sirna.
"Paman Vampir tak minum teh lagi?"
Ucapan Park Sun-Hyung kali ini membuat seluruh orang lebih terkejut, kecuali Nara dan Victor.
"Ah! Kau ini, kawanku yang terbaik. Lain kali saja, kita bisa menikmati teh berdua sambil bercerita."
"Wah ide yang bagus! Aku akan menceritakan tentang cerita vampir di film-film kesukaanku, jangan berkecil hati, Paman. Kau pasti tak tahukan, jika di duniaku juga ada vampir tapi yah … itu hanya sebatas cerita dan kepercayaan masyarakat lampau sih."
Mata Victor terbelalak, dia terlihat sangat antusias.
"Hei-hei kawanku, Park. Jangan beri aku bocoran dan membuatku penasaran. Kau bisa menceritakannya nanti, aku janji."
Melihat Park Sun-Hyung dan Victor begitu akrab, semua orang merasa sedikit aneh mengingat Victor sendiri pernah membunuh Park Sun-Hyung. Apalagi mendengar hal tentang Victor yang minum teh bersama Park Sun-Hyung. Tentu bagi mereka yang tak tahu ini hanya seperti lelucon, tapi berbeda dengan Reigan.
Dia tahu pasti apa yang dimaksud oleh Park Sun-Hyung.
—
Mereka pergi setelah mengobrol beberapa saat dengan Park Sun-Hyung. Hal itu juga untuk memastikan agar, dia tak curiga dengan apa yang telah terjadi di Alban.
Park Sun-Hyung sendiri langsung tertidur pulas setelah tamu-tamunya pulang. Dia cukup lelah, apalagi besok masih ada sesi latihan bersama Reigan dan Victor.
Sebagai pelayan pribadinya, Nara selalu memberikan saran terbaik pada Park Sun-Hyung. Gadis elf yang begitu manis itu memberikan arahan pada Park Sun-Hyung agar menjaga kesehatan dan istirahat yang cukup. Nara sendiri paham, pasti berat jika dia berada di posisi Park Sun-Hyung. Sebagai pelayan, Nara hanya bisa melayani sepenuh hati. Apapun akan dia lakukan jika itu bisa mengurangi beban yang dipikul Park Sun-Hyung.
Disisi lain, saat ini Reigan dan Victor sedang melakukan obrolan empat mata di ruang pribadi Reigan. Seperti biasa, Victor terlihat santai-santai saja, walau sahabatnya itu tampak serius.
"Jadi bisa jelaskan, apa maksud ucapan Tuan Park tadi?"
Victor ingin tertawa tapi dia urungkan, melihat wajah serius Reigan dia merasa sungkan.
"Kawanku, Park itu sangat baik. Dia memberikan beberapa tetes darahnya pada tehku dan lucunya aku seperti melihat sosokmu dulu."
Tepat seperti yang sudah Reigan pikirkan. Dia menghela nafas berat, seakan memperlihatkan sisi lemahnya. Memang benar, Reigan sangat lelah sekarang ini. Semua kejadian yang mengejutkan akhir-akhir ini telah membuat dirinya bekerja keras agar keadaan dapat terkendali.
"Jika memang seperti itu, kau harus menghormati Tuan Park."
"Hei-hei, sahabatku. Tak usah membahas hal itu, aku sudah berjanji untuk mengikuti jalanmu. Jangan meminta hal-hal aneh lagi. lagipula Park adalah temanku sekarang. Jadi jangan membuatmu pusing hanya karena hal kecil seperti itu."
Tatapan Reigan menajam. "Tapi tetap saja. Tuan Park telah memberimu darahnya, sudah sepantasnya kau lebih menghormatinya."
"Ya ya!" Victor menyeringai seram. "Aku akan melakukannya jika tak lupa, hua-hahaha …."
"Lalu apa pendapatmu tentang Erden yang berkhianat?"
"Aku masih ragu, tapi dia memiliki wewenang pada keamanan di Alban. Dari cerita Nevar tadi, bisa disimpulkan bahwa dia mengancam Kai untuk melakukan tindakannya. Dan kau tahu sendiri, Erden tak mengatakan apapun selain kekhawatirannya tentang Alban."
Victor mengangguk pamah. Seperti yang sudah dia dengar, pengkhianat itu memang seperti tak memiliki motif lain. Tapi tetap saja Victor masih curiga.
"Besok tim pengintai akan mengambil tindakan, kita tunggu saja hasilnya. Aku sudah cukup pusing dengan berbagai hal, jadi masalah ini telah aku serahkan pada Nevar."
"Ya memang itu sudah menjadi tanggung jawab dia sebagai pimpinan tim pengintai, tapi kau tak berpikir bahwa hal ini adalah salah satu ulah orang luar?"
Reigan tampak lesu. Tatapannya melemah saat mendengar pendapat Victor.
"Aku paham, Victor. Aku sendiri juga berpikir seperti itu. Ada kemungkinan, hal ini adalah ulah dari orang luar yang ingin memanfaatkan situasi tadi."
"Nah!" Victor berdecak antusias. "Jadi coba pikirkanlah, pihak mana yang ingin mencoba meruntuhkan Alban."
Reigan menghela nafas berat, ini terlalu cepat untuk menyimpulkan hal itu, tapi ucapan Victor juga masuk akal.
"Para bangsa manusia."
Raut wajah Victor langsung berubah drastis. Dia terkejut dengan ucapan Reigan barusan. Sebenarnya apa saja yang telah terjadi selama dia tertidur selama 18 tahun belakangan ini.
"Kau yakin, Reigan?"
"Firasatku berkata seperti itu mengingat beberapa hal pernah mereka lakukan untuk mencari celah informasi tentang kekuatan kaum elf putih."
Mata Victor terbelalak, dia masih tak percaya akan ucapan sahabatnya yang dulu sangat menghormati para bangsa manusia.
***