Pagi menjelang, subuh sudah dilewati, tetapi kesalahan baca ayat kemarin malam membuat Adam merasa malu, demikian pula Yusuf.
Sebenarnya bisa saja dimaklumi, mengingat kalau sedang takut dan panik, maka yang ada di kepala akan kacau. Harusnya bisa hapal, tiba-tiba hilang sekejap.
Yusuf merasa malu dengan nama yang diberikan oleh ayahnya. Namanya adalah Muhammad Yusuf. Nama depannya terinspirasi dari nama Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam. Sementara nama belakangnya terinspirasi dari nama nabi Yusuf bin Ya'kub bin Ishaq bin Ibrahim Alaihissalam.
Hana mendekati Yusuf yang memasang almamater universitasnya dengan kurang semangat. Perempuan itu memberi salam khasnya. Di depan pintu kamar, ia bersiul sambil mengolok Yusuf yang matanya sudah mengalahkan hantu-hantu di televisi. Sesekali ia juga bertepuk tangan.
"Kau seperti Yahudi, Hana. Siul dan tepukan tangan adalah khas mereka ketika mengolok rasul. Kau bagian dari mereka! Sadarkah kau?"
"Yaelah gitu aja marah."
"Aku mengatakan yang sebenarnya. Barang siapa yang mengikuti suatu kaum maka dia termasuk ke dalamnya."
"Haishh! Kotor! Ke dalamannya katamu? Dih! Sok ceramah tapi ngeres juga otaknya! Sudah begitu, membaca ayat kursi saja pakai acara dicampur sama Al-Kafirun!"
Setelah mengatakan itu, Hana tak lagi terlihat.
Ingin rasanya Yusuf meneriaki perempuan yang tadi pendengarannya sangat terganggu. Ke dalamnya, bukan ke kedalamannya. Siapa yang ngeres sebenarnya di antara mereka? Namun, setidaknya Hana tidak salah-salah membaca Al Baqarah ayat 225 tersebut.
"Ember dasar! Haih Adam!" rutuk Yusuf keras-keras.
Ia menebak pasti, bahwa Adam-lah yang membocorkan aib mereka pada Hana dan gadis itu sengaja mengolok-oloh untuk membalasnya.
Yusuf terkadang merasa heran pada Adam, sudah tahu yang namanya perempuan sangat susah menjaga rahasia dari sahabat perempuannya, tapi masih saja nekat curhat dengan Hana. Dia yakin sebentar lagi aib mereka akan tersebar luas ke teman-teman mereka yang lain.
Walau sudah sampai di sekolah, Yusuf masih saja muram dan tak ingin berbicara pada siapapun, termasuk Adam. Malah memang ketua kelompoknya itu yang ia rajuki, dan tak tau kapan akan rujuk kembali. Ia malu sekaligus kesal. Hana itu sebenar-benarnya perempuan. Ya, bukankah kaum perempuan adalah calon penghuni neraka? Hal yang ditakutinya terjadi. Kini semua mereka sudah mengetahuinya.
"Masih pagi, semangat dong!"
Adam menepuk pundak Yusuf.
"Kau pikir siapa yang bikin aku kek gini, hah?!"
Adam menanggapi rajukan Yusuf dengan tertawa. Sesekali bahkan ia menjaili kawannya itu dengan candaan-candaan khas mereka. Terkadang Yusuf tersenyum, tertawa kecil, dan kalau ia ingat sedang merajuk, ia akan diam saja dan kembali merajuk.
Satu perempuan yang bernama Hana Sitarani mengajak temannya bergosip yang tak lain adalah Hasna Lily mengenai dua laki-laki itu.
"Malik Yusuf dan Imam Adam itu mesra sekali. Jangan-jangan alasan Adam cepat move on gara-gara Yusuf."
Setelah mengatakan itu, Hasna terkikik kecil.
"Flower, kalau Malik dengar, nanti dia tambah merengek loh,"
Tentu saja itu sukses membuat mereka kembali tertawa. Tawa mereka terhenti ketika Cantika menghampiri dan mengatakan dosen pembimbing mereka ada di ruang kepala sekolah dan meminta untuk bertemu para anak-anak asuhnya.
Sebuah firasat aneh menyelubungi kalbu Hana. Sebuah kejanggalan yang tidak bisa ia jelaskan.
Seperti yang telah dijanjikan, sore hari, sepulang dari sekolah yang telah mereka observasi Maryam dan berapa rekannya yang tergabung dalam satu kelompok untuk kegiatan PPL telah bersiap di belakang gedung tempat tinggal yang disebut Ashram tersebut dengan sebuah kantong plastik yang akan mereka bawa sesuai perintah dosen.
"Hasna mana?"
Adam menepuk pundak Hana. "Tidak biasanya sendirian? Bukankah biasanya kalian bagai surat dan perangko?"
Hana memamerkan senyumannya.
"Kakak Ipar bakal nyusul nanti. Yusuf juga gak ada? Biasanya kayak seme dan uke."
Adam mendelik, kemudian menghela napas. "Kalau begitu, jangan jauh-jauh dariku."
Pintar sekali dia memainkan detak jantung Hana. Sekejap ia menjaga jarak, sekejap lagi ia ingin menipiskan jarak. Lalu, apa maksud laki-laki itu sebenarnya?
"Hmm," Maryam mengangguk karena tak ada pilihan lain.
Semak belukar menutupi daerah tersebut, yakni daerah belakang gedung. Semak yang berisi tabir kehidupan lain. Hana dan Adam sudah merasakannya bahkan sebelum menginjakkan kakinya ke semak pertama.
"Tunggu!" Sayup-sayup Maryam bisa mendengar sebuah suara yang diujarkan oleh mulut. Kemudian suara langkah kaki dan gelang kaki yang selaras seperti langkah kecil tetapi berlari.
"Saya ingin beritahukan semua yang harus kalian lakukan di sini!" suara besar Bapak Dosen Pembimbing membuyarkan konsentrasi Hana yang memerhatikan dua sosok mirip manusia yang tengah kejar-kejaran.
Hana menggigil karena sebuah tekanan negatif yang mulai melingkupi belukar itu. Semua teman-temannya yang ikut kecuali Adam mempertanyakan hal ganjil yang tengah mereka rasakan. Cantika paling gahar menyuarakan. Namun anehnya, mereka tidak bisa berkutik.
Si dosen pembimbing lalu mengajak mereka melakukan semacam ritual aneh. Lebih aneh lagi ketika mereka semua tidak menolak. Delapan orang itu disuruh berdiri seperti membuat formasi sebuah mata. Hanya satu mata.
Jarak Asrama yang lumayan jauh juga dari permukiman penduduk. Lebih dekat dengan sawah-sawah dan pohon kelapa sawit. Hal itu membuat sia-sia berteriak untuk meminta pertolongan walau kedelapan mahasiswa itu ingin sekali.
"Sumpah ya! Kalau aku selamat nanti, kubunuh dia! Ieuuhh!" Ani meraung sambil menunjuk-nunjuk si dosen. Hati mereka memang memberontak, lisan mereka juga masih bisa menolak, tetapi anggota tubuh yang lain tetap tak kuasa untuk menghentikan sebuah ritual pemujaan si mata satu.
"Gilak! Pemuja setan laknat!" Cantika ikut memaki.
"Terkutuklah para kaum munafik, musyrikin, dan pemuja iblis! Enyalah kalian dari negeri kami!" Lina ikut menyuarakan.
"Diam atau kalian mati sekarang juga dengan rasa sakit yang teramat pedih! Sula!" peringat dosen itu.
Mereka terdiam seketika. Sula adalah cara Vlad III tepes Dracula menyiksa. Penyiksaan paling kejam yang pernah dilakukan oleh dan untuk manusia.
Setelah lima belas menit melakukan ritual, sampailah pada pengujung ritual yang dimaksud. Gagak-gagak berada di atas pohon yang tinggi dan terbang di udara sekitar kepala mereka. Suara angin berbisikan terngiang di telinga Hana. Lagi-lagi firasat ini.
Awal yang terlihat oleh kedua netra Yusuf dan Hana saat memasuki daerah belakang Ashram adalah hamparan ilalang yang tinggi. Tempat macam apa ini? Pikir keduanya.
Mereka berjalan menuju semak-semak yang akan mengantarkan ke tempat yang disebutkan oleh Adam di pesan tadi.
Rupanya mereka tidak sendiri. Ada dua orang sedang seperti berlindung tak jauh dari keduanya berdiri.
Hana tak bisa melihat wajah mereka karena keduanya membelakangi dirinya.
Segala kutukan Yusuf ucapkan dalam hati karena tak seorangpun yang mereka kenal ada di sana. Bulu kuduk meremang karena sedari tadi pemuda menahan sesuatu yang ingin dikeluarkankannya.
Tak lama suara deru kendaraan bermotor terdengar oleh telinga mereka. Hasna spontan bersembunyi di belakang Yusuf yang ikut memejamkan matanya.
"Jangan bilang aku akan diculik? Atau dimutilasi, dibunuh, diperk ... oke aku tak akan mengatakan hal itu, atau semacamnya seperti yang sering kulihat di televisi." Hasna menggumam di balik tubuh Yusuf.
Dalam hati, Yusuf berdoa saja. Saking takutnya, dia malah membaca doa makan. Ketahuan sekali kalau dia memang sedang lapar.
"Saya bukan kriminal! Ngomong-ngomong, mana bawaan kalian?"
Oh, rupanya dosen mereka yang menyambut. Mereka bersyukur lega sementara tidak tahu bagaimana kejadian yang akan menimpa mereka nanti.
Hasna mendongak, Yusuf membuka matanya. Tersenyum kikuk dan menjawab pertanyaan dengan kalimat yang sama.
"Maaf, Pak. Lupa, hehehe ...."
Dosen itu hampir saja marah kalau dia tidak ingat yang akan dilakukannya bisa saja menimbulkan kecurigaan. Bisa jadi mereka lepas seperti dua tawanannya yang lain.
Yusuf sungguh tersiksa. Ia makin lapar saja. Atas lapar, bawah minta dikeluarkan. Sungguh ia dilema.
Ketika mengucapkan kalimat maaf tadi ia menahan agar suaranya tidak bergetar menahan segala cobaan.
"Baiklah, teman-teman kalian sudah menunggu, Ayo!" ajaknya.
Dosen itu menjadi pemandu mereka dalam perjalanan menuju tempat pemujaan lama. Dan motornya ia tinggalkan di tempat tadi.
Tanpa mereka ketahui, dua orang yang dilihat Hasna tadi adalah Hana dan Adam. Mereka tengah bersembunyi. Melarikan diri dari kejaran dosen sosiopat pemuja setan tersebut.
Hana dan Adam menyaksikan sendiri bagaimana dosennya dan dua pembantunya, yang mengurus Asrama tempo hari menumbalkan enam temannya untuk menjadi santapan setan pemilik asrama.
"Motor itu akan membantu kita!"
Yusuf langsung menuju tempat pemujaan begitu sampai di sana. Ia langsung mencari kamar mandi untuk menyalurkan hasrat ingin buang hajat.
Kalau sdah kebelet, kita tak lagi peduli sekitar. Namun, apa yang terjadi jika kita sudah tersadar? Jawabannya pura-pura tak peduli saja. Untung saja tadi Yusuf sudah mengucap salam. Nasib baik dia tidak melupakan tata krama meski pada kondisi terdesak, mendesak, dan didesak.
Nah ini bagian yang tidak menyenangkannya.
Pernah tahu kalau Rasulullah pernah bilang——kata hadits——bahwa tempat yang paling disenangi demit itu ya kamar mandi. Bangunan kosong tak berpenghuni dan diri manusia.
Jadi, kalau kau ada di kamar mandi bekas bangunan pemujaan yang lama kosong dan kau sendirian, manusia pula, maka ... rasanya tak sanggup melanjutkan.
Suara pintu hendak dibuka terdengar susul-menyusul.
"Yusuf!"
Dia tak merespons.
"Woi, kau tidur atau ngapain sih di dalam?"
Yusuf bernapas lega. Dia yakin bahwa itu adalah suara Adam.
Yusuf membuka perlahan pintunya. Kemudian keluar. Tampaklah wajah kusut Hasna di sana. Tidak ada Adam.
"Apa?" tanyanya ketika Yusuf sibuk celangak-celinguk mencari keberadaan Adam.
"Mana Adam?" Yusuf malah balik bertanya.
Gadis berkerudung biru itu mengangkat bahunya.
Yusuf berdecak. "Di mana sih orang-orang?"
Ia pun berkeliling tempat pemujaan, meninggalkan perempuan yang sedang memakai rok berbahan jeans yang terheran-heran. Bahkan dosennya tadi pun tak terlihat.
"Kakak Ipar!" sapa suara Hana dari balik semak-semak.
Hasna menghampirinya. Hana memeluk gadis itu. Entah apa yang mengganggunya, tapi dia tampak gelisah.
"Kenapa kau di sini?"
"Nanti kujelaskan, sekarang kita pergi aja dari sini!"
Secepat mungkin Hana membawa Hasna yang masih kebingungan. Mumpung dosen mereka masih menyiapkan ritual pemujaan.
Sementara di tempat lain Adam juga menyampaikan hal yang sama kepada Yusuf yang sama bingungnya dengan Hana.
Entah di mana dosen mereka, yang penting kedua orang yang ingin Hana dan Adam selamatkan sudah terbebas dari sana.
Dengan motor tadi, mereka melarikan diri menuju kota dan melaporkan semua kejadian mengenaskan yang mereka alami pada inspektur Anwar Ali.
Yusuf-lah yang menjelaskan semuanya, atas perintah Adam. Ia menceritakan semua yang ia ketahui pada polisi tersebut.
Sepekan setelah kejadian itu, empat orang tersebut membaca koran tentang penangkapan dosen mereka. Warga universitas heboh, dan banjiran telepon dari manusia-manusia yang haus informasi melanda keempat orang itu.